#goresanyumna
.
Friendship is a Two Way Street
.
Oleh: Yumna Umm Nusaybah
(Member Revowriter London)
.
Sambil tersedu Salihah (bukan nama sebenarnya) menuturkan, “It’s very sad. What’s happening now is not how I envisioned. I intended to help her but now it’s coming back to bite me” (Menyedihkan sekali. Apa yang sekarang terjadi tidak seperti yang aku bayangkan. Niatku berbuat baik justru kini menikamku)
Demikian penuturan seorang teman. Wanita bercadar dengan 6 orang anak. Dia sendiri yang meminta suaminya untuk menikahi teman dekatnya. Janda cerai beranak tiga. Ada rasa kasihan terhadap sang janda. Semula suaminya tidak tertarik. Namun temanku terus meyakinkannya. Bahwa semua akan baik baik saja. Kini kebaikan yang dia tawarkan berubah menjadi racun. Yang harus dia cari penawarnya. Isteri baru itu lebih senang keluar bersama para sosialita. Berfoya-foya. Alasannya sederhana: menghilangkan depresi. Saat yang sama dia sengaja meninggalkan anak-anaknya kepada isteri pertama. Wanita yang telah membantunya keluar dari belenggu kesusahan ekonomi. Dari jiwa yang kesepian. Dari kungkungan penyakit mental.
.
Kami yang mendengar penuturannya hanya ternganga. Bagaimana dia bisa meminta suaminya mencari madu untuknya? Begitu solidkah hubungan pernikahan mereka? Sampai-sampai dia begitu yakin jika suaminya akan tetap cinta. Percaya jika suaminya akan berlaku adil meski telah mendua. Betapa sempurna keimanan isteri pertama. Dia ingin memberikan kebahagiaan yang sama bagi saudaranya.
.
Rasa kekaguman dalam sekejap berubah menjadi kasihan.
.
Kok bisa kecolongan? B
Comments