Skip to main content

Keajaiban Bahasa 

#OPEy2020Day20

#KisahDariInggris

.

Keajaiban Bahasa

.

Oleh: Yumna Umm Nusaybah

(Member Revowriter London)

.

Apakah bahasa menentukan cara berfikir kita? 

.

Pertanyaan diatas menggelitik pikiranku dua hari terakhir. Hal ini memunculkan pertanyaan selanjutnya: 

.

1. Apakah orang yang memiliki kemampuan berbahasa lebih dari satu berarti mereka memiliki pilihan dalam berfikir?


2. Bahasa manakah yang bisa memberikan ketinggian berfikir?

.

3. Jika sebuah bahasa mampu mendorong cara berfikir yang lebih kompleks dan tinggi, bisakah orang/ bangsa pemilik bahasa tadi menguasai atau bahkan memanipulasi orang lain?

.

4. Ataukah bahasa hanya salah satu sarana saja untuk bisa berfikir?

.

5. Setahuku, untuk berfikir dibutuhkan empat komponen. Yakni fakta empiris, panca indera, benak, dan informasi sebelumnya yang tersimpan diotak. Dimana peran bahasa dalam hal ini? 

.

6. Jika bukan bahasa yang menentukan cara berfikir lalu apa? 

.

7. Mengingat banyaknya penelitian tentang psikolinguistik dilakukan oleh negeri barat yang notabene berbahasa Inggris, apakah ini berarti bangsa-bangsa barat akan terus maju dan mempertahankan hegemoni mereka?

.

8. Jika dulu kaum muslimin pernah menjadi kiblat/simbol kemajuan dengan bahasa Arabnya. Apakah ini berarti setiap bahasa (Inggris salah satunya)sebenarnya memiliki kemampuan membangkitkan?

.

9. Allah ﷻ telah memilih bahasa Arab sebagai bahasa pilihan untuk mengkomunikasikan Aturan, Ajaran gambaran kenikmatan surga dan Sifat-sifatNya. Cara berfikir macam apa yang Allah inginkan dari kita?

.

10. Kenapa kita bisa mengindera adanya perbedaan cara berfikir meski mereka bicara dengan bahasa yang sama?

.

Kenapa ini penting difikirkan? Karena jika kita mampu menguak rahasia kekuatan sebuah bahasa. Maka kita tidak lagi memandang penguasaan sebuah bahasa dengan sebelah mata. Sebagai Ibu, kita pun akan bertekad kuat membekali anak-anak kita dengan senjata ‘bahasa’. Supaya mereka memiliki ketinggian berfikir dan menakhlukkan dunia.

.

Argumen pro dan kontra dari pertanyaanku diatas sebenarnya sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. 

.

Seorang kaisar Barat yang juga dikenal sebagai ‘Father of Europe’ bernama Charlemagne mengatakan, 

.

“To have a second language is to have a second souls.”

.

Artinya, Memiliki bahasa kedua seperti memiliki nyawa kedua. Kesimpulan dia, bahasa menentukan pribadi seseorang. Bahasa membentuk karakter dan cara berfikir seseorang. 

.

Sedang William shakspere dalam karya legendarisnya menuliskan dialog dari Juliet, “What’s in a name? That which we call a rose / By Any Other Name would smell as sweet., 

.

Apalah arti sebuah nama. Mawar tetaplah berbau sedap. Terlepas nama yang kita sematkan padanya. Artinya fakta akan tetap sama. Tak peduli dengan bahasa apa kita menyebutnya. 

.

Mereka cenderung pada pendapat bahwa bahasa tidak mempengaruhi cara kita melihat sesuatu. Karena kenyataan dari sesuatu tadi sebenarnya sama. Mawar hanya berubah nama karena perubahan bahasa saja. Dimanapun berada mawar akan tetap mawar. Disimpulkan bahwa bahasa tidak menentukan cara sesorang berfikir.

.

Aku sendiri sebagai bilingual kurang setuju dengan pendapat terakhir. Beberapa alasan itu diantaranya,

.

1. Kekayaan kosakata. 

.

Ada sekitar 7000 bahasa di dunia. Kalaulah bahasa itu di ‘preteli’, maka yang ada hanya gerakan mulut, lidah, bibir dan getaran udara yang menghasilkan sebuah suara tertentu. Suara ini dipakai untuk mengidentifikasi sebuah obyek/benda/ fakta. Suara ‘eeee’ di kalangan orang Inggris tidak bermakna apa apa. Namun bagi orang Jawa, itu ungkapan marah yang mengindikasikan ketidak bolehan. Bergantung pada intonasinya juga. Jika marah pasti naik oktaf. 

.

Karenanya, pengenalan sebuah bahasa pasti diawali dengan menghafal nama-nama benda. Jika sebuah negara tidak memiliki fakta tentang sebuah obyek maka mereka tidak akan punya nama/bahasa untuk obyek tadi. Misalnya, orang Inggris tidak makan tempe, bikang, dhawet. Wajar kalau mereka tidak punya kosakata itu dalam bahasa mereka. Menterjemahkan pun tidak mewakili fakta yang khas. Bisa jadi dhawet di sebut sebagai fruit and jelly cocktail. Tapi Itu bukan nama yang sebenarnya. Namun sekedar pendekatan fakta. 

.

Contoh lain, dalam bahasa Inggris ada kosakata happy, ecstatic, elated, joyful, blissful, enchanted, jubilant. Maknanya mungkin sama sama BAHAGIA tapi konteks dan intensitas dari rasa bahagianya berbeda dari tiap kata tersebut. Sedang dalam bahasa Indonesia, hanya bisa diwakili dengan kata bahagia, sukacita, gembira, senang, ceria.

.

Lalu apa implikasinya? Semakin rinci sebuah bahasa maka semakin ‘precise’ (tepat dan jitu) dalam mendefinisikan sebuah fakta. 

.

Entah itu yang bisa di indera maupun rasa yang sifatnya abstrak. Seseorang yang bahasa ibunya sedemikian rinci maka mereka akan cenderung rinci melihat permasalahan. Karena bahasa keseharian mengajarinya demikian. 

.

Ada sebuah riset yang dilakukan oleh seorang profesor Amerika, Lera Boroditsky. Dia pernah bekerja di MIT dan Stanford University. Lera menyimpulkan bahwa bahasa mempengaruhi cara berfikir karena bahasa membentuk kebiasaan berfikir. Dalam risetnya dia melihat suku Aborigin di Australia. Mereka tidak memiliki kosakata ‘kanan dan kiri’. Mereka memiliki kosakata selatan, timur, barat daya dan sejenisnya. Jika mereka menyuruh orang bergerak ke kanan maka mereka akan menyampaikannya dalam diskripsi mata angin. Walhasil, suku Aborigin jarang tersesat dan jarang disorientasi karena dalam bahasa mereka, mata angin menjadi dasar penunjukan arah. Ini salah satu bukti bahwa bahasa menentukan kebiasaan berfikir kita. 

.

2. Bahasa sangat lekat dengan budaya. 

.

Budaya adalah sebuah set aturan yang turun temurun. Tanpa sadar membentuknya menjadi standar berfikir. Misalkan, di dalam bahasa Jawa ada beberapa tingkatan. Ngoko, kromo Madyo dan Kromo Inggil. Untuk bicara kepada orang tua, kaum muda otomatis harus memakai kromo madyo (minimal) atau kromo Inggil (lebih baik). Hal ini tidak lagi harus di komando. Pengguna bahasa faham implikasinya. Bahasa sepaket dengan budaya. 

.

Demikian juga ketika berbahasa Inggris. Sangat aneh di dalam budaya Inggris jika seseorang bertemu pertama kali kemudian bilang ‘I am sorry to be a bother’ yang diartikan ‘maaf kalau saya menggangu’. Logika orang Inggris, kalau tahu menggangu kenapa harus meminta? Baru juga bertemu. Kalimat yang pas ‘Excuse me, do you have a moment?’ Artinya, ‘maaf, ada waktu sebentar?’. Jadi bahasa mempengaruhi tidak hanya cara berfikir tapi juga bertingkah laku. 

.

3. Bahasa datang dengan ungkapan yang jika diterjemahkan tidak masuk akal. 

.

Ada sebuah kalimat umum yang dipakai dalam bahasa Inggris jika seseorang jatuh tanpa sengaja dan patah tulang tangannya: ‘I broke my arm’. Jika ini diterjemahkan langsung ke bahasa Indonesia ‘saya telah mematahkan lengan saya’. Ada kesan kesengajaan. Mana ada orang ingin mematahkan tangannya sendiri? 

.

Contoh lain, dalam Al Quran ada sebuah doa yang memakai idiom QURRATA A’YUN yang diartikan sebagai penyejuk mata. Bagi orang yang belum faham kapan dan kenapa orang Arab memakai idiom ini, maka kita pun tidak bisa memahami dengan mendalam makna doa di atas. 

.

Ada lagi...Di dalam bahasa Arab bahkan di dalam Al Quran banyak diulang lafadz TUJUH (Sab’ah). Padahal kata ‘sab’ah’ ini tidak melulu berarti tujuh. Adakalanya ini menunjukkan jumlah yang tak terhitung. Tergantung konteks pemakaiannya. Karenanya jika ingin benar benar merasakan keindahan sebuah bahasa, budaya, pemikiran maka orang tersebut harus benar benar tenggelam dalam bahasa yang ingin dikuasainya. 

.

4. Perbedaan cara penulisan berefek pada kecepatan penafsiran. 

.

Dalam sebuah riset juga ditemukan bahwa orang yang bahasa tulisannya dimulai dari atas ke bawah (Jepang dan Mandarin) maka mereka lebih cepat dalam mengidentifikasi hal yang tampak vertikal. Sedang orang yang bahasa tulisan dari kiri ke kanan, mereka lebih cepat menafsirkan fakta yan horizontal.

.

Dari 4 alasan di atas aku cenderung setuju dengan temuan baru Lera Borodotsky bahwa:

.

1) Bahasa adalah alat yang kuat dalam membentuk pemikiran tentang subyek yang abstrak 

.

2) Bahasa asli seseorang memainkan peran penting dalam membentuk pemikiran kebiasaan (habitual thought).  

.

Apa itu habitual thought? Kebiasaan cara berfikir yang diulang ulang. Contoh, dalam bahasa Indonesia, kita terbiasa minta maaf ribuan kali. Bahkan kadang kalimat pertama kita adalah, ‘maaf ya sebelumnya’ Habitual thought kita secara tidak langsung adalah: kita selalu merepotkan orang, kita sudah bersalah bertanya dan menggangu orang. Ketika pindah ke Inggris, banyak yang sering menterjemahkan langsung,” ‘Apology in advance ‘. Untuk kultur Inggris, hal ini tidaklah wajar. Kita tidak perlu meminta maaf kecuali memang berbuat salah.

.

Ingin merasakan habitual thought yang berbeda secara langsung? Silahkan kuasai paling nggak dua bahasa dunia. Dijamin akan terasa bedanya.

.

Wajar kalau Sheikh Taqiyuddin menjelaskan bahwa kehancuran kaum muslimin di awali dari jauhnya ummat dari bahasa Quran (Arab Fusha). Karena sungguh, kehilangan bahasa sepadan dengan kehilangan budaya, rasa sekaligus pemikirannya. 

.

Karenanya, sangat perlu bagi kita dan generasi selanjutnya faham dan menyatu dengan bahasa Quran. Karena Disitulah kekayaan khazanah pemikiran Islam bisa digali dan kemudian disebarkan. Bahasa Arab memiliki kompleksitas yang luar biasa. Wajar jika kejelasan maksud dari Rabb kita bisa tertangkap jelas hanya dengan satu kata saja. 

.

Kesimpulan ini bisa aku ambil setelah banyak mendengar tafsir linguistik dari Ustad Nouman Ali Khan. 

.

Semoga Allah ﷻ mudahkan jalan kita untuk memahami bahasa Arab. Diantara ribuan jenis bahasa, Dia telah memilih FirmanNya diturunkan dengannya.

.

London, 20 Januari 2020


#OPEy2020bersamaRevowriter

#Revowriter

#KompakNulis

#GeMesDa

#OnePostEveryday

#MutiaraUmmat

#goresanyumna

Comments

Popular posts from this blog

my Special Student

Seneng...happy lega dan terharu...itulah yang aku rasakan ketika murid 'istimewaku' menyelesaikan Iqra jilid 6 minggu yang lalu...percaya atau nggak aku menitikkan airmata dan menangis sesenggukan dihadapan dia, ibu dan kakak perempuannya....yah...airmata bahagia karena dia yang setahun yang lalu tidak tahu sama sekali huruf hijaiyah kini bisa membaca Al Quran meski masih pelan dan terbata bata...tapi makhrojul hurufnya bagus, ghunnahnya ada, bacaan Mad-nya benar....dan aku bayangkan jika seterusnya dia membaca Quran dan mungkin mengajarkannya kepada orang lain maka inshaAllah akan banyak pahala berlipat ganda... Namanya Tasfiyah ...seorang gadis cilik bangladeshi berusia 6 tahun saat pertama kali aku bertemu dengannya....Ibunya sengaja mengundangku datang ke rumah nya karena memang tasfi tidak suka dan tidak mau pergi ke masjid kenapa? karena sangat melelahkan...bayangkan aja 2 jam di setiap hari sepulang sekolah, belum lagi belajar bersama dengan 30 orang murid didampingi 1

Tuk Semua Ibu-Ibu

At 05 July, 2006 , Mother of Abdullaah said… Whaa kalo aku pribadi, emaknya sendiri musti banyak belajar.. kira2 kalo ngimpi punya anak hafidzah 'layak' gak ya :D At 05 July, 2006 , Inaya Salisya said… Wah subhanalloh ya.. Ina juga pengen mbak, tapi ga ada do it hehe... ummu Aqilla terharuuu...terharu biru...jadi semangat nyiapin anak jd hafidz nhafidzah. jazakillahkhoir, ukh! Atas dasar 3 komen diatas akhirnya aku tertarik untuk ngasih komentar tentang cita cita punya anak hazidz/hafidzah...dimanapun seorang ibu pasti ingin anak2nya menjadi anak yang sholeh dan sholehah...hanya mungkin gambaran masing2 ibu berbeda dan derajat kesholehan yang mereka gambarkan dan inginkan juga pasti berbeda satu sama lain.....namun terlepas dari itu semua, setiap ibu muslimah pasti sangat bahagia dan bangga jika punya anak2 yang bisa menjadi penghapal Quran alias hafidz...kenapa ? karena sekian banyak pahala yang bakal dapat diraih dari sang Ortu dan juga sang anak..hanya saja cita2 y

Kisah sedih seorang dokter

Al kisah ada seorang teman laki laki yang pernah bersekolah dengan suami waktu jaman SMP dan SMA. Sebut saja namanya Amr, Amr datang dari keluarga miskin bahkan bisa dibilang sangat miskin, dia dirawat oleh bibinya yang juga kekurangan. Tidak jarang Amr harus menahan lapar ketika berangkat sekolah. Namun semangatnya yang tinggi mengalahkan rasa laparnya....hari berganti hari, Amr melanjutkan sekolah ke SMP, disitulah Amr bertemu dengan suamiku, hampir tiap hari mereka berbagi makanan bersama, subhanAllah...meski demikian, bisa dibilang Amr sangat cerdas dan pekerja keras, hal ini terbukti dengan prestasi sekolah yang patut bibnya banggakan. Di SMP itu ada sekitar 12 kelas dan masing masing kelas ada sekitar 70 siswa.....diantara ratusan siswa Amr selalu menjadi juara 1, sampai sampai dia diberi kebolehan naik kelas berikutnya hanya dalam waktu 6 bulan, walhasil dalam setahun dia naik kelas 2 kali dan setiap naik kelas dia selalu menjadi TOP STUDENT! Ketika masuk SMA, hal yang sam