#OPEy2021Day10
.
Holier-Than-Thou
.
oleh Yumna Umm Nusaybah
(Member of Revowriter London dan Co-founder Dokter Kembar)
.
Bisa kah menebak arti dari judul diatas? Holier-than-thou adalah sebuah idiom dalam bahasa Inggris yang dimaknai sebagai
obnoxiously pious; sanctimonious; self-righteous. Istilah kerennya sok suci atau sok alim.
.
Ide ini bisa jadi ada dalam diri kita sendiri. Atau bisa juga tuduhan yang dilemparkan kepada kita.
.
Jika seseorang memandang bahwa dirinya lebih bertakwa, lebih comitted, lebih saleh dari orang lain karena dia sudah sangat taat pada aturan agama dalam kesehariannya, maka hal ini sangatlah berbahaya. Bisa-bisa dia melihat orang lain ‘tidak berharga’. Lebih buruk dan lebih rendah posisinya. Akibatnya, bukannya akhlak dan kebaikannya menarik orang disekitarnya, tapi justru dia nampak sebagai individu yang toxic, menyebalkan dan terkesan sok alim. Padahal ke’aliman’ dan kebaikan seseorang bukanlah self-proclaim atau pengakuan sendiri. Tapi kebaikan, akhlak dan tindak tanduk kita yang baik adalah kesaksian dari orang di sekitar kita.
.
Coba kita tengok perjalanan baginda Rasulullah ï·º. Siapa yang menyematkan gelar Al Amin pada baginda? Bukan beliau sendiri! Tapi masyarakat makkah lah yang menamakan beliau karena mereka membuktikan dan menyaksikan sendiri kejujuran beliau. Beliau selalu dikenal sebagai manusia yang baik hati, ber-adab, bisa dipercaya dan memiliki integritas yang tinggi. Para kaum Quraisy tidak melihat adanya kecacatan sedikitpun dalam diri beliau sebagai manusia. Kaum
Quraisy mengakui kredibilitas baginda ï·º . Apa yang kaum kafir Quraisy benci adalah ajaran Islam beliau ï·º, dakwah beliau ï·º. Bukan sosok Rasulullah yang mereka permasalahkan tapi ajaran yang beliau bawa. Jika kita ingin mencontoh baginda maka kebaikan kita dalam keseharian itulah yang harus nampak dan di indera sebelum mereka mendengar lisan kita berbicara (ceramah kita).
.
Holier-than-thou ini bisa juga menjadi tuduhan yang dilemparkan oleh orang yang kurang komitmennya terhadap agama kepada orang yang mereka anggap lebih commited. Tuduhan ini tentunya didasari banyak hal. Bisa jadi kebencian mereka terhadap si individu tersebut. Atau bisa jadi benci terhadap ajaran agamanya atau benci kepada dakwah yang disampaikannya. Apapun itu, hal ini tak perlu dirisaukan oleh penerus tugas anbiya karena sudah sunnatullah, mereka ditentang oleh pengusung kebatilan. Yang terpenting kita jauh dari perasaan lebih alim, lebih soleh dan lebih mulia.
.
Perlu kita ingat bahwa rasa dalam hati tak ada yang tahu. Hanya Allah ï·» dan kita sendiri. Karenanya, harus sering sering kita menengok ke dalam hati kita. Tengok kembali niat kita. Apakah syaitan telah mempercantik godaannya. Dengan cara apa? Dengan membuat kita beranggapan bahwa amal baik kita sudah banyak, pasti diterima, usaha kita sudah maksimal jadi mari bergembira.
.
Jika mulai ada perasaan seperti ini, mari kita baca kisah istimewa berikut ini (kuperoleh saat menghadiri kelas Hadith bersama Ustadzah Yumna Patel dari Zaynab Institute)
.
Dikisahkan dari sahabat Jabir RA, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam (SAW) mendatangi kami kemudian Beliau bersabda:
"Jibril berkata: Wahai Muhammad, demi Dzat yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla memiliki seorang hamba telah beribadah kepada Allah selama lima ratus tahun di puncak gunung di sebuah pulau yang dikelilingi dengan lautan yang lebar dan tinggi gunung itu adalah tiga puluh dzira".
.
Jarak dari setiap tepi lautan yang mengelilingi gunung itu adalah empat ribu farsakh. Di gunung itu terdapat sebuah mata air selebar beberapa jari. Dari mata air itu mengalir air segar dan berkumpul ke sebuah telaga di kaki gunung.
.
Di sana juga terdapat pohon-pohon delima yang selalu berbuah setiap hari sebagai bekal hamba tersebut beribadah kepada Allah setia harinya. Setiap kali menjelang sore, hamba itu turun dari gunung ke telaga untuk mengambil air wudlu, sekaligus memetik buah delima lalu memakannya, baru kemudian mengerjakan salat.
.
Usai salat, hamba itu selalu berdoa kepada Allah Taala, supaya kelak ketika ajalnya menjemput, dia wafat dalam keadaan bersujud kepada Allah dan dia juga berdoa supaya setelah kematiannya, jasadnya tidak dirusak oleh bumi dan oleh apapun juga sampai datangnya hari kebangkitan.
.
Allah Ta'ala pun mengabulkan semua doa hamba tersebut. Kemudian Allah berfirman: "Masukkan hambaKu ini ke surga dengan sebab rahmat-Ku".
.
Hamba tersebut berkata: "Dengan sebab amalku Ya Rabb".
.
Allah berfirman: "Masukkan hambaKu ke surga dengan sebab rahmat-Ku".
.
Hamba tersebut tetap berkata: "Dengan sebab amalku Ya Rabb".
.
Kemudian Allah berfirman: "Sekarang coba timbang amal hambaKu ini dengan nikmat yang telah aku berikan kepadanya".
.
Ternyata setelah ditimbang, nikmat penglihatan yang telah diberikan Allah kepada hamba itu menyamai timbangan amal ibadah yang telah dilakukannya selama 500 tahun. Dan masih tersisa anggota tubuh lain yang belum ditimbang, sedangkan amal hamba tersebut ternyata sudah habis.
.
Kemudian Allah Ta'ala berfirman: "Sekarang masukkan hambaKu ini ke neraka".
.
Mendengar perintah Allah itu, kemudian para Malaikat menggiring hamba tersebut ke neraka. Tiba-tiba ketika akan digiring ke neraka, hamba itu berteriak sambil menangis: "Ya Rabb, masukkan aku ke surga dengan rahmat-Mu".
.
Kemudian Allah Ta'ala berfirman kepada para Malaikat: :Tahan dulu wahai Malaikat, dan bawa dia ke sini".
.
Hamba itu lalu dibawa oleh para Malaikat kehadapan Allah Ta'ala. Kemudian Allah berfirman: "Wahai hambaKu, siapakah yang telah menciptakanmu yang sebelumnya kamu bukan apa-apa?" Hamba itu menjawab: "Engkau Ya Rabb".
.
Kemudian Allah berfirman: "Siapakah yang telah memberimu kekuatan sehingga kamu mampu beribadah kepadaKu selama 500 tahun?" Hamba tersebut menjawab: "Engkau Ya Rabb".
.
Allah berfirman: "Siapakah yang telah menempatkanmu di sebuah gunung yang berada di tengah-tengah laut yang luas, mengalirkan dari gunung tersebut air yang segar sedangkan di sekelilingnya adalah air asin. Yang menumbuhkan buah delima setiap malam yang seharusnya hanya setahun sekali berbuah, serta siapa yang telah memenuhi permintaanmu, ketika engkau berdoa supaya dimatikan dengan cara bersujud?"
.
Hamba itu menjawab dengan wajah menunduk: "Engkau Ya Rabb".
.
Allah berfirman: "Itu semua tak lain adalah atas rahmat-Ku, dan dengan rahmat-Ku juga engkau Aku masukkan surga".
.
Kemudian Allah Ta'ala berfirman kepada para Malaikat: "Masukkan hambaKu ini ke surga, engkau adalah sebaik-baik hamba wahai hamba-Ku". Dan dimasukkanlah hamba itu ke dalam surga berkat rahmat Allah Ta'ala.
.
Kemudian Malaikat Jibril AS berkata: "Sesungguhnya, segala sesuatu itu berkat rahmat Allah wahai Muhammad". (Dari buku "Tambihul Ghafileen" oleh Shaikh Abul Laith Samarkandi).
.
Hal ini mengingatkan kita bahwa
.
1. Karena ijin Allah ï·» semata kita ada di jalan-Nya. Bukan karena kehebatan dan kecerdasan kita. Tapi karena rahmat Allah ï·» saja.
.
2. Jika ahli ibadah 500 tahun saja belum bisa membeli surga Allah dengan amalnya, bagaimana denga kita yang rata-rata meninggal diusia kurang dari 100 tahun? Cukupkah amal kita? Tentu tidak! Karenanya konyol jika kita merasa sudah aman dari siksa api neraka.
.
3. Niat kita mengikuti Rasulullah meniti jalan dakwah ataupun beramar Maruf nahi munkar adalah karena itu kewajiban. Semata mata memenuhi perintah Allah ï·». Niatkan demikian. Dakwah adalah salah satu cara kita mencari ridhoNya. Mendekatkan diri kepada Allah ï·».
.
4. Jangan pernah puas dengan amal baik karena usaha dan keistiqomahan kita yang Allah ï·» lihat di hari penghisaban nantinya. Layaknya seorang anak yang sering mengecewakan orang tua, selama kita terus mencoba berbuat baik, berbakti, dan menomer satukan mereka maka suatu saat mereka akan ridho dengan kita. Setelahnya, kesalahan dan kelalaian kita akan mudah mereka maafkan.
.
5. Jangan pernah meremehkan amal sekecil apapun, karena kita tidak tahu kebaikan mana yang akan mengetuk pintu surgaNya.
.
Semoga Allah ï·» memudahkan kita menjadi hamba yang tawadhu dan bijak dalam bertindak. Amin
.
London, 10 Januari 2021
.
#Kompaknulis
#OPEy2021bersamaRevowriter
#positifliterasi
#GoresanYumna
#COVID19
#Gemesda
Comments