Skip to main content

Stick To Your Gun

#OPEy2020Day26

#ParentingTips

.

Stick To Your Gun

.

Oleh: Yumna Umm Nusaybah

(Member Revowriter London)


.

“Mama, we will have residential trip in June. All year 5 children will spend the weekend away in a shared accommodation. Will you allow me to go?” Tanya Nusaybah minggu lalu. Dia ingin ikut trip sekolah dimana semua anak akan menginap di akomodasi yang sama. Siswa dan siswi memang akan terpisah. Tapi namanya orang tua. Rasa khawatir pasti ada. Apalagi tahun lalu, kami mendengar kabar yang tak sedap. Semua peserta terkena diare akibat keracunan makanan.

.

Aku tahu sendiri ada wali murid yang tidak memberi izin anaknya untuk menginap tanpa mereka. Walhasil, sekolah memberi ijin bagi orang tua yang ingin mendampingi anaknya. 

.

Apakah ortu yang begitu khawatir dan ‘attach’ dengan anaknya berarti keliru? Tidak juga! Karena setiap keluarga memiliki BATASAN alias BOUNDARY yang berbeda.

.

Yang terpenting adalah, anak mengerti dan tahu batasan dari orang tua. Mengkomunikasikan batasan kepada anak sungguh tidak gampang. Yang sering terjadi justru sebuah pertentangan. Butuh kesabaran untuk terus mensosialiasikan. Butuh negosiasi yang menakjubkan. Butuh kekuatan para orang tua untuk STICK TO THEIR GUNS.

.

Ada sebuah nasehat, Teaching the child to treat boundaries seriously teaches the child to respect the rights and needs of others. Thinking of another's needs, creates empathy.

.

Mengajari anak untuk serius memperhatikan batasan akan mengajari mereka menghargai hak dan kebutuhan orang lain. Mau mempertimbangkan kebutuhan orang lain akan mengajarkan mereka empati.

.

Yang justru mengkhawatirkan adalah ketika anak tidak tahu bahwa ada aturan main dalam menjalani kehidupan. Misalkan, cara berpakaian, aturan di meja makan, aturan bahwa mereka tidak boleh berkata kasar, memukul, mem-bully, meninggikan suara kepada orang tua, berbohong, ogah-ogahan membantu keluarga, malas-malasan solat, meninggalkan adab, berbuat se-enaknya di depan umum dan lain sebagainya. 

.

Berapa kali kita mendengar orang tua mengeluh, “Duh, anak saya kok nggak mau mendengarkan?” Atau “Nih anak, sudah berkali kali dikasih tahu tetap saja mengabaikan” atau “Gimana ya supaya anak saya tidak membuat malu di depan banyak orang?”

.

Sebelum menyalahkan anak, sebagai orang tua perlu lah kita mempertanyakan. Apa yang membuat si anak berbuat demikian? 

.

Ketika orang tua menyebut anaknya ‘nakal’ atau misbehave, yang sebenarnya terjadi adalah: sang anak TIDAK berperilaku sesuai dengan harapan orang tua. Padahal bisa jadi si anak belum tahu apa yang orang tua harapkan. Batasan seperti apa yang ortu inginkan. Bisa jadi ortu belum mengkomunikasikan harapan dan aturan main di dalam dan diluar rumah. 

.

Jadi apa yang perlu dilakukan?

.

.

1. Set the boundaries 

.

Jelaskan “house rule’ kepada anak-anak kita. Kalau perlu bikin daftar, taruh di frame, gantung di ruang keluarga. Ingatkan mereka dengan aturan dasar. Jangan bosan mengulang-ulangnya. Aturan ini harus masuk akal. Sebisa mungkin kurang dari 10. Setiap minggu bisa diubah dan ditambah. Yang penting jangan terlalu membebani. Misalkan, setelah makan harus meletakkan piring di tempat cucian. Jika menumpahkan sesuatu harus mau membersihkan. Setelah bermain harus bersedia merapikan. Berbicara dengan sopan. Tidak memukul. Dan lain sebagainya. Tentunya ada aturan yang kadang ikut budaya setempat. Dan ada aturan yang murni ajaran syariat. Keduanya perlu dikombinasikan. Jika berbenturan maka syariat yang dikedepankan. 

.

.

2. Beri konsekuensi jika tidak taat aturan. 

.

Saat anak melanggar house rule. Ingatkan mereka untuk berhenti melakukannya. Beri peringatan 3 kali. Jika tetap masih melakukan dalam jangka waktu singkat maka setelah peringatan ketiga, beri mereka konsekuensi. Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan ‘thinking corner’ alias Pojok Pikir. Disitu mereka di beri waktu untuk diam. Lamanya bergantung dari usia. Jika 3 tahun maka biarkan mereka memikirkan selama 3 menit apa yang sudah dilakukan. Nggak perlu teriak ketika mengingatkan. Usahakan untuk jongkok, sehingga mata mereka selevel dengan mata kita. Sampaikan kenapa dia harus ke thinking corner. Jelaskan, “Adek sudah tahu jika kita tidak boleh memukul. Tiga kali sudah Mama peringatkan untuk tidak memukul, tapi Adek tetap memukul. Sekarang silahkan ke thinking corner untuk memikirkan apa yang sudah Adek lakukan.”

.

Dengan adanya konsekuensi maka anak akan belajar bahwa batasan itu harus di taati dan di perhatikan. 

.

.

3. Tak perlu merasa bersalah dan takut di benci ananda.

.

Ibu yang ragu memberi anak konsekuensi atau ‘hukuman’ memilkki beberapa alasan. 

Diantaranya:

.

.

- Dalih,”Namanya juga anak-anak. Wajar kalau nakal.” Label nakal sebenarnya tidak perlu muncul dan tersampaikan ke anak. Karena ucapan ‘nakal’ jika diulang-ulang adalah doa dan bisa menjadi kenyataan. Anak tetaplah anak. Sebagai ortu, kita tidak boleh berharap mereka selalu benar. Berbuat kesalahan adalah bagian dari pembelajaran. Yang terpenting, jika ada perilaku tidak benar, luruskan! Tunjukkan mana hal yang tidak boleh dan tidak benar. Jika anak dibiarkan tanpa batasan maka mereka akan menganggap apapun boleh dilakukan. Jangan heran jika mereka besar, mereka tidak bisa ikut aturan. Bisa jadi saat mereka berkarier pun, melanggar banyak aturan.

.

.

- Alasan kedua yang umum, si ibu takut sang anak membencinya jika banyak melarang dan meluruskan mereka . Wahai ibunda. Tak perlu risau. Justru jika anak dibiarkan liar. Suatu saat akan menjadi bumerang. Mereka akan menuntut semua tersedia didepan mata. Tak bisa mentolerir kata ‘tidak’ karena memang tidak pernah ditolak. The world has to revolve around them. Tak masalah jika sekali-kali ibu menunjukkan tanduknya. Karena ada calon suami, calon isteri, calon bos, calon pekerja, calon menantu, calon pemimpin dan pengemban Islam yang sedang kita bina. Kita para ibu harus kuat mental. Tak perlu merasa ‘insecure’ dan merasa anak tidak akan sayang. Asal ada keseimbangan antara memuji hal baik dan mendisiplinkan. Jelaskan dan yakinkan pada anak bahwa yang kita tidak setujui adalah sikapnya dan bukan dirinya. Jangan pelit pujian saat mereka baik. Jangan pula hanya memberi komentar dan perhatian saat mereka misbehave. Sampaikan kepada si anak, “I love you but I don’t love the behaviour!”

.

.

4. Stick to your gun

.

Ada kalanya anak merengek supaya dibebaskan dari ‘hukuman’ setelah misbehave. Tetap lakukan apa yang menjadi standar di keseharian. Kondisi lain yang menyulitkan ortu mendisiplinkan adalah saat di luar rumah atau ditempat umum. Anak sangatlah pintar! Mereka bisa menangkap orang tua yang ‘grogi’ dan ‘takut’ mendisiplinkan mereka di depan banyak orang. Walhasil, ketika si anak misbehave, orang tua membiarkan karena malu sama sekitar. Akibatnya anak akan menangkap signal bahwa displin hanya ada di rumah. Yakni saat tak ada orang. Saat sendirian. Padahal aturan tetap aturan. Sampaikan dan ingatkan mereka, jika tidak taat pada perjanjian maka sampai rumah mereka akan mendapat apa yang seharusnya mereka terima (duduk di thinking corner). Awas loh ya..Sampai rumah jangan sampai lupa. Dengan begini maka otoritas orang tua akan terjaga. Bukan..ini bukan karena kita ingin anak takut pada ortunya. Tapi ini mengajari mereka bahwa setiap perbuatan akan membawa impact. Entah kepada dia atau orang di sekitarnya.

.

Selamat mencoba!

.

London, 26 Januari 2020

.

NB: ditulis pukul 6 sore waktu Inggris. Tapi sudah masuk tanggal 27 Januari di Indonesia. 

.

#OPEy2020bersamaRevowriter

#Revowriter

#KompakNulis

#GeMesDa

#OnePostEveryday

#MutiaraUmmat

#goresanyumna

Comments

Popular posts from this blog

my Special Student

Seneng...happy lega dan terharu...itulah yang aku rasakan ketika murid 'istimewaku' menyelesaikan Iqra jilid 6 minggu yang lalu...percaya atau nggak aku menitikkan airmata dan menangis sesenggukan dihadapan dia, ibu dan kakak perempuannya....yah...airmata bahagia karena dia yang setahun yang lalu tidak tahu sama sekali huruf hijaiyah kini bisa membaca Al Quran meski masih pelan dan terbata bata...tapi makhrojul hurufnya bagus, ghunnahnya ada, bacaan Mad-nya benar....dan aku bayangkan jika seterusnya dia membaca Quran dan mungkin mengajarkannya kepada orang lain maka inshaAllah akan banyak pahala berlipat ganda... Namanya Tasfiyah ...seorang gadis cilik bangladeshi berusia 6 tahun saat pertama kali aku bertemu dengannya....Ibunya sengaja mengundangku datang ke rumah nya karena memang tasfi tidak suka dan tidak mau pergi ke masjid kenapa? karena sangat melelahkan...bayangkan aja 2 jam di setiap hari sepulang sekolah, belum lagi belajar bersama dengan 30 orang murid didampingi 1

Tuk Semua Ibu-Ibu

At 05 July, 2006 , Mother of Abdullaah said… Whaa kalo aku pribadi, emaknya sendiri musti banyak belajar.. kira2 kalo ngimpi punya anak hafidzah 'layak' gak ya :D At 05 July, 2006 , Inaya Salisya said… Wah subhanalloh ya.. Ina juga pengen mbak, tapi ga ada do it hehe... ummu Aqilla terharuuu...terharu biru...jadi semangat nyiapin anak jd hafidz nhafidzah. jazakillahkhoir, ukh! Atas dasar 3 komen diatas akhirnya aku tertarik untuk ngasih komentar tentang cita cita punya anak hazidz/hafidzah...dimanapun seorang ibu pasti ingin anak2nya menjadi anak yang sholeh dan sholehah...hanya mungkin gambaran masing2 ibu berbeda dan derajat kesholehan yang mereka gambarkan dan inginkan juga pasti berbeda satu sama lain.....namun terlepas dari itu semua, setiap ibu muslimah pasti sangat bahagia dan bangga jika punya anak2 yang bisa menjadi penghapal Quran alias hafidz...kenapa ? karena sekian banyak pahala yang bakal dapat diraih dari sang Ortu dan juga sang anak..hanya saja cita2 y

Kisah sedih seorang dokter

Al kisah ada seorang teman laki laki yang pernah bersekolah dengan suami waktu jaman SMP dan SMA. Sebut saja namanya Amr, Amr datang dari keluarga miskin bahkan bisa dibilang sangat miskin, dia dirawat oleh bibinya yang juga kekurangan. Tidak jarang Amr harus menahan lapar ketika berangkat sekolah. Namun semangatnya yang tinggi mengalahkan rasa laparnya....hari berganti hari, Amr melanjutkan sekolah ke SMP, disitulah Amr bertemu dengan suamiku, hampir tiap hari mereka berbagi makanan bersama, subhanAllah...meski demikian, bisa dibilang Amr sangat cerdas dan pekerja keras, hal ini terbukti dengan prestasi sekolah yang patut bibnya banggakan. Di SMP itu ada sekitar 12 kelas dan masing masing kelas ada sekitar 70 siswa.....diantara ratusan siswa Amr selalu menjadi juara 1, sampai sampai dia diberi kebolehan naik kelas berikutnya hanya dalam waktu 6 bulan, walhasil dalam setahun dia naik kelas 2 kali dan setiap naik kelas dia selalu menjadi TOP STUDENT! Ketika masuk SMA, hal yang sam