#IslamBerjayaKembali
#ConquestofConstantinople
#GlobalCampaign1453
.
Pelajaran Dari Kisah Sapi Dan Serigala
.
Oleh: Yumna Umm Nusaybah
(Member Revowriter London).
.
Kisah ini aku dengar pertama kali dari sebuah kajian mp3. Seorang Sheikh keturunan Yaman yang besar di Amerika. Beliau menceritakan kisah ini karena sangat erat dengan kondisi ummat saat ini.
Aku berusaha mencari referensinya namun layaknya sebuah dongeng, tak begitu jelas asal muasalnya. Beberapa versi sedikit berbeda. Namun tak masalah. Karena pelajaran yang diambil sama.
.
Al kisah...
Di sebuah lembah ada 3 ekor sapi. 2 ekor berkulit hitam dan satu berkulit putih. Di lembah yang sama ada serigala. Siap memangsa siapa saja. Sang serigala tertarik dengan kumpulan sapi yang nampak lezat untuk di santap. Sayangnya. 3 sapi itu terus bersama. Sulit mencari kesempatan menerkam ketiganya. Siang malam ketiga sapi ini tak terpisakan. Hingga suatu saat, kedua banteng berwarna hitam berdiskusi.
“Sebenarnya keberadaan banteng putih justru membahayakan kita. Warna kulitnya putih. Jika malam tiba, keberadaannya sangat mudah terindentifikasi. Jika kita memisahkan diri darinya maka kita akan lebih selamat.”
Malam itu juga mereka meninggalkan sapi putih sendiri. Bisa diterka endingnya. Serigala berhasil memangsa sapi putih tanpa masalah. Kini tinggal dua sapi berwarna hitam. Dengan mudah serigala memangsa satu sapi di malam berikutnya. Karena pertahanan sudah lemah. Di malam ketiga, sapi hitam terakhir menjadi sasaran empuk sang serigala. Sebelum dia habis dimangsa dia berujar, “Sungguh aku sudah mati saat sapi putih mati.”
.
Apa pelajaran dari kisah ini? Bahwa kehancuran sebuah ummat diawali ketika tidak adanya persatuan. Satu kelompok mengorbankan kelompok lain untuk kepentingannya sendiri. Masing-masing ingin menunjukkan kekuatan mereka. Menunjukkan eksistensi mereka. Entah mau membuktikan kepada siapa. Paling-paling sekedar memenuhi ego yang butuh penyaluran.
Padahal yang mereka lakukan justru membuka peluang bagi musuh untuk menyerang. Jika saja 3 sapi itu tetap bersama. Ketiga tiganya akan lebih tangguh menghadapi sang serigala. Momen saat sapi hitam merasa sapi putih tidak lagi membawa manfaat. Saat itulah kehancuran melanda.
.
Demikian juga kehidupan ummat Islam. Kita terbagi dalam sekian banyak Qabilah. Negara. Sekat nasionalisme. Bangsa. Madzhab. Jamaah. Partai politik. Gerakan Islam. Sangat banyak sekali perbedaan yang bisa dijadikan dalih kemustahilan untuk bersatu. Padahal kenyataannya kita sama sama MUSLIM.
.
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
.
“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” [HR. Muslim]
.
Krisis di Kashmir, Turkistan Timur (etnis Uighur), Yaman, Suriah, Somalia, Rohingya, Libya, Sudan, Mesir, dan yang terbaru Iraq dan Iran. Semuanya memiliki kesamaan. Krisis ini terjadi pada tubuh yang sama. Yakni tubuh kaum Muslimin. Namun banyak yang melihatnya sebatas masalah teritori negara.
.
Belum lagi upaya dari gerakan Islam dan aktivis yang ingin mengembalikan Islam. Mereka saling sikut sana sini. Mengaku ingin kesatuan namun lupa siapa musuh sebenarnya. Musuh kita adalah serigala sekulerisme dan kapitalisme yang memangsa seluruh ummat. Mulai dari sumber daya alamnya. Kekuatan masanya. Merusak kerangka berfikirnya. Meracuni hawa nafsunya. Melepaskan keterikatannya pada syariat. Menghacurkan kesetiaannya kepada ajaran Rasulllah Muhammad ﷺ. Menakut nakuti mereka dengan berbagai label buruk.
.
Sang serigala kini sedang tangguh dan kuat. Karenanya, kesatuan seluruh ummat menjadi kebutuhan. Lebih-lebih ini juga sebuah kewajiban.
.
وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعً۬ا وَلَا تَفَرَّقُواْۚ وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ أَعۡدَآءً۬ فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦۤ إِخۡوَٲنً۬ا وَكُنتُمۡ عَلَىٰ شَفَا حُفۡرَةٍ۬ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنۡہَاۗ كَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَـٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَہۡتَدُونَ
Artinya: “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali Allah (agama Islam) dengan bersatu-padu dan janganlah kamu bercerai-berai dan kenanglah nikmat Allah kepada kamu ketika kamu bermusuh-musuhan (semasa jahiliah dahulu), lalu Allah menyatukan di antara hati kamu (sehingga kamu bersatu-padu dengan nikmat Islam), maka menjadilah kamu dengan nikmat Allah itu orang-orang Islam yang bersaudara dan kamu dahulu telah berada di tepi jurang Neraka (disebabkan kekufuran kamu semasa jahiliah), lalu Allah selamatkan kamu dari Neraka itu (disebabkan nikmat Islam juga). Demikianlah Allah menjelaskan kepada kamu ayat-ayat keterangan-Nya, supaya kamu mendapat petunjuk hidayah-Nya”. (Q.S. Ali Imran [3]: 103).
.
Sayangnya upaya menyatukan ini pun sering terhalang. Kebanyakan dihadang oleh orang yang belum sadar. Padahal jika satu bagian ummat terserang, dan mereka hanya diam. Tenang dan membiarkan. Cuek bebek tanpa efek. Maka sebenarnya mereka telah menandatangani surat kematian mereka sendiri.
.
Karenanya, rapatkan barisan. Jangan lagi berpecah belah. Hargai peran masing-masing orang. Memang tidak mungkin semua orang menjadi singa podium. Tidak harus semuanya menjadi ustadz/ustadzah. Tidak perlu menunggu semua hafal Quran. Tak harus menunggu semua solat berjama’ah di masjid. Tidak semua orang juga harus setuju dengan demokrasi. Tak perlu mencibir saudara yang hanya aktif di majlis taklim namun tak mau voting. Jangan pula mengecilkan para da’i di sosial media. Bahkan yang hanya membaca dan membantu like dan share. Tak perlu memandang sebelah mata orang yang menghabiskan waktunya mengumpulkan dana bagi kaum du’afa. Tak perlu mengerdilkan peran orang yang sibuk membangun masjid. Atau mereka yang membangun yayasan pendidikan. Atau mereka yang fokus membesarkan ekonomi berbasis Islam. Atau mereka yang konsen dengan remaja. Atau yang sibuk mendakwahi para artis. Atau mereka yang fokus mengajari orang lain baca Quran dan solat.
.
Hargai saja fakta bahwa mereka ingin berkontribusi untuk ummat. Rangkul mereka yang ingin menjadi pelayan ummat. Sebarkan benih ukhuwah agar saudara dan tetangga semakin taat. Jangan menjadi manusia yang justru menghambat.
.
Pertanyaan utama bagi kita pribadi.
Apa yang sudah kita berikan sebagai bekal menghadap Rabbul ‘Alamin?Jawaban apa yang akan kita berikan di hari penghisaban ketika tahu dan menyaksikan saudara-saudara kita di berbagai belahan dunia mengalami penindasan? Sudahkah kita menjadi cahaya bagi sekitar? Atau justru meredupkan pemilik cahaya lainnya?
Silahkan di renungkan menjelang tidur. Semoga esok hari kita bangun, akan ada semangat baru untuk berdiri di garda depan dalam sejarah perjuangan mengembalikan kejayaan Islam.
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS. Fushshilat: 33)
London, 16 Januari 2020
#OPEy2020bersamaRevowriter
#Revowriter
#KompakNulis
#KisahDariInggris
#GeMesDa
#OnePostEveryday
#MutiaraUmmat
#goresanyumna
Comments