Skip to main content

Gaya Bicara

#OPEy2020Day24

#ParentingTips

.

Gaya Bicara

.

Oleh: Yumna Umm Nusaybah

(Member Revowriter London)

.

Beberapa hari yang lalu anak sulungku curhat. 

.

“I love my teacher Ms Begum, Mama. She makes me looking forward to go to school everyday. She always smile. She looks happy all the time. I like that I sit right in front of her. I got time to chat with her in between the lessons. She likes to share her story with me. I feel very special.”

.

(Aku suka sama guruku Miss Begum, Mama. Dia membuatku ingin berangkat sekolah. Dia selalu senyum. Dia selalu nampak bahagia. Aku senang sekali karena bisa duduk di depan. Jadi aku punya waktu ngobrol dengannya di sela sela pelajaran. Dia berbagi banyak cerita. Aku merasa spesial).

.

Nyesssss!

Sebagai ibu, mendengar penuturan ini seperti mendapat siraman es dhawet saat buka puasa. Segar dan nikmat. Betapa tidak? Sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan di sekolah. Jam 8 pagi hingga jam 3 sore. Jika mereka mendapat contoh bagus dari sang guru. Merasa sangat dicintai dan merasa spesial. Maka tak ada yang perlu dikhawatirkan. Apa yang mereka pelajari disekolah bukan hanya akademis namun juga nilai-nilai Islam dan contoh karakter dari sang guru.

.

Dari apa yang dia sampaikan ada hal yang menohok dan menjadi pesan besar. I

I FEEL SPECIAL!

Ternyata hal-hal kecil yang dilakukan oleh Ms Begum lah yang membuat emosi dia membuncah. Nusaybah merasa di anak emaskan. Dan rasa itu muncul karena Ms Begum sering mengajak ngobrol Nusaybah tentang keseharian sang guru. Bukan obrolan pelajaran. Tapi obrolan kehidupan. Sang guru memposisikan dirinya seperti teman. Ms Begum tidak menganggap Nusaybah sebagai murid yang harus selalu mengikuti perintah. Tapi melihatnya sebagai orang yang bisa dipercaya. Oleh karenanya dia pun mau berbicara. 

.

Dalam sebuah Parenting Training oleh Parent Gym, pernah dijelaskan tentang bagaimana seorang anak akan merasa spesial jika mereka selalu di dengar. Ketika ortu memberi perhatian tanpa terbagi (undivided attention). Maka anak akan merasa istimewa. 

.

Ada beberapa gaya (style) orang tua berbicara dengan anaknya. Gaya ini mempengaruhi apakah anak nantinya mau berbagi atau tidak? Apakah anak merasa spesial? Karena semakin mereka merasa didengar semakin mereka terbuka dan berbagi perasaan. Berikut ‘talking style’ dari para orang tua:

.

.

1. The Shouter

.

Ini adalah tipe ortu yang gaya bicaranya cuma bisa teriak alias ‘mbengok’. Jika ditelusuri, bisa jadi ortu sendiri dibesarkan oleh orang tua yang juga demikian. Kultur budaya yang mendominasi. Dimana teriak adalah hal yang biasa. Atau ortu yang stress karena tuntutan kerja dan kesibukan. Jadilah pelarian dari rasa frustasi itu ke anak. Wajar jika anak semakin tertutup. Tak mau lagi berbicara. Tak lagi membagi rasa. Karena ada ketakutan dalam dirinya. Hal ini juga bisa membuat sang anak selalu merasa bersalah. Seolah-olah rasa marah ortu itu karena kesalahan mereka semata. Endingnya, si anak tidak merasa percaya diri. Lebih suka menutup diri. Grogi dalam berkomunikasi. 

.

.

2. Hot and cold 

.

Ini model kayak Kran air. Kadang dingin kadang panas. Kadang baik dan penuh cinta. Kadang garang tak terduga. Anak akan merasa seperti di ujung tanduk. Tak tahu kapan akan kena damprat dan tak tahu kapan akan di hujani ciuman. Secara emosi ortu seperti ini sudah tidak stabil. Bisa jadi sebenarnya ada unresolved underlying psychological issues dimasa kanak-kanak. Karena tidak terselesaikan akhinya terbawa hingga dewasa. Sebut saja Mega Mood Swings. Efek pada anak diantaranya membuat mereka kebingungan kapan harus siap mental. Mereka merasa tak aman karena sewaktu-waktu bisa ada ledakan. 

.

.

3. Best friends

.

Tipe ortu yang menjadikan anak-anaknya tempat curhat. Banyak terjadi di kalangan single parent (orang tua tunggal). Karena mereka tidak punya pasangan, anaknya lah yang menjadi tumpuan. Ortu menceritakan segalanya tanpa ada saringan. Bahkan kadang menjadi teman bergunjing. Jangan salahkan anak jika akhirnya mereka tidak lagi mau terbuka karena takut menambah beban. Mereka juga merasa harus selalu menjadi supporter orang tuanya. Padahal secara mental dan emosional, mereka belum siap mendengar penuturan tentang beban hidup yang tak ada habisnya. Ujung-ujungnya mereka bisa merasa tidak seperti anak-anak lainnya. 

.

.

4. Ice Queen

.

Dari namanya sudah sangat jelas. Ini tipe orang tua yang hanya meng-iyakan dan datar-datar saja. Apa yang dibicarakan anak tidaklah menarik perhatian. Ekspresi pun tak ada. Ketika anak mulai berbagi tentang sekolah dan teman-temannya, mereka hanya diam saja. Karena mereka kan cuma anak-anak. Paling kisahnya ya begitu-begitu saja. Sepetinya sering dilakukan oleh kaum bapak. Dengan alasan karena mereka sudah capek kerja. Kadang juga dilakukan oleh ibu yang sibuk dengan HP-nya atau dengan teman sosialita. Jika terus demikian. Jangan lagi salahkan anak jika mereka tidak mau mendengarkan. Karena kita ortu-nya pun mencontohkan demikian. 

.

.

5. Anchor Parent

.

Ini tipe ideal. Mereka adalah orang tua yang mau mendengarkan celotehan putera puterinya. Meski sangat sederhana dan hanya seputar teman dan rasa bahagianya. Mereka bisa menjadi teman namun juga tetap menjadi orang tua. Bisa mengarahkan anak namun juga menghargai pilihan (mubah) putera puterinya. Mereka menyaring obrolan untuk anak dan dewasa. Tak segan menunjukkan kasih lewat ucapan dan perbuatan. Tak takut pula memberi konsekuensi jika anak berbuat tidak pada tempatnya. Ada keseimbangan antara pujian dan hukuman. 

.

.

Tentu ini sebuah ketrampilan. Hanya bisa terlihat hasilnya setelah dilakukan terus menerus dalam jangka panjang. Ada kalanya memang kita menjadi The Shouter atau kadang Ice Queen. Yang penting dan perlu dipertanyakan, apa yang menjadi DEFAULT alias mode utama dalam keseharian? 

.

Jika kita ingin anak yang terus mau mengkomunikasikan rasa dan pikirannya. Buka Channel komunikasi itu dengan cara kita merespon mereka. Tak perlu merasa tak mampu. Jika Allah ï·» mengamanahkan tugas besar mencetak generasi mendatang. Itu tanda Allah ï·» melihat kita mampu. Tinggal kitanya, apakah mau?

.

London, 24 Januari 2020

.


#OPEy2020bersamaRevowriter

#Revowriter

#KompakNulis

#GeMesDa

#OnePostEveryday

#MutiaraUmmat

#goresanyumna

Comments

Popular posts from this blog

my Special Student

Seneng...happy lega dan terharu...itulah yang aku rasakan ketika murid 'istimewaku' menyelesaikan Iqra jilid 6 minggu yang lalu...percaya atau nggak aku menitikkan airmata dan menangis sesenggukan dihadapan dia, ibu dan kakak perempuannya....yah...airmata bahagia karena dia yang setahun yang lalu tidak tahu sama sekali huruf hijaiyah kini bisa membaca Al Quran meski masih pelan dan terbata bata...tapi makhrojul hurufnya bagus, ghunnahnya ada, bacaan Mad-nya benar....dan aku bayangkan jika seterusnya dia membaca Quran dan mungkin mengajarkannya kepada orang lain maka inshaAllah akan banyak pahala berlipat ganda... Namanya Tasfiyah ...seorang gadis cilik bangladeshi berusia 6 tahun saat pertama kali aku bertemu dengannya....Ibunya sengaja mengundangku datang ke rumah nya karena memang tasfi tidak suka dan tidak mau pergi ke masjid kenapa? karena sangat melelahkan...bayangkan aja 2 jam di setiap hari sepulang sekolah, belum lagi belajar bersama dengan 30 orang murid didampingi 1

Tuk Semua Ibu-Ibu

At 05 July, 2006 , Mother of Abdullaah said… Whaa kalo aku pribadi, emaknya sendiri musti banyak belajar.. kira2 kalo ngimpi punya anak hafidzah 'layak' gak ya :D At 05 July, 2006 , Inaya Salisya said… Wah subhanalloh ya.. Ina juga pengen mbak, tapi ga ada do it hehe... ummu Aqilla terharuuu...terharu biru...jadi semangat nyiapin anak jd hafidz nhafidzah. jazakillahkhoir, ukh! Atas dasar 3 komen diatas akhirnya aku tertarik untuk ngasih komentar tentang cita cita punya anak hazidz/hafidzah...dimanapun seorang ibu pasti ingin anak2nya menjadi anak yang sholeh dan sholehah...hanya mungkin gambaran masing2 ibu berbeda dan derajat kesholehan yang mereka gambarkan dan inginkan juga pasti berbeda satu sama lain.....namun terlepas dari itu semua, setiap ibu muslimah pasti sangat bahagia dan bangga jika punya anak2 yang bisa menjadi penghapal Quran alias hafidz...kenapa ? karena sekian banyak pahala yang bakal dapat diraih dari sang Ortu dan juga sang anak..hanya saja cita2 y

Kisah sedih seorang dokter

Al kisah ada seorang teman laki laki yang pernah bersekolah dengan suami waktu jaman SMP dan SMA. Sebut saja namanya Amr, Amr datang dari keluarga miskin bahkan bisa dibilang sangat miskin, dia dirawat oleh bibinya yang juga kekurangan. Tidak jarang Amr harus menahan lapar ketika berangkat sekolah. Namun semangatnya yang tinggi mengalahkan rasa laparnya....hari berganti hari, Amr melanjutkan sekolah ke SMP, disitulah Amr bertemu dengan suamiku, hampir tiap hari mereka berbagi makanan bersama, subhanAllah...meski demikian, bisa dibilang Amr sangat cerdas dan pekerja keras, hal ini terbukti dengan prestasi sekolah yang patut bibnya banggakan. Di SMP itu ada sekitar 12 kelas dan masing masing kelas ada sekitar 70 siswa.....diantara ratusan siswa Amr selalu menjadi juara 1, sampai sampai dia diberi kebolehan naik kelas berikutnya hanya dalam waktu 6 bulan, walhasil dalam setahun dia naik kelas 2 kali dan setiap naik kelas dia selalu menjadi TOP STUDENT! Ketika masuk SMA, hal yang sam