Skip to main content

Suka Duka Bersaudara Kembar Part 1

#OPEy2020Day07

#senyum_sikembar

.

Suka Duka Bersaudara Kembar Part 1

.

Oleh: Yumna Umm Nusaybah

(Member Revowriter London) 

.

“Mengko lek ngekos, lek arep tuku barang anyar, tuku sing podho loh yo! Ben ora iri-irian” 

.

Kurang lebih artinya, nanti kalau sudah nge-kos, kalau mau membeli barang baru, beli yang sama ya. Supaya nggak saling iri satu sama lain.

.

Demikian petuah Ibu yang lebih terbiasa aku panggil Mami (Allah Yarhamu) sebelum kami beranjak SMA dan ngekos sekamar berdua. 

.

“Nggih, Mi” jawabku dan saudara kembarku. 

.

Syeelaahlu Syamaaa! (Ngomongnya sambil mode dangdutan: On)

.

Itulah prinsip Mami. Karena kami kembar, maka semuanya harus sama. Supaya masing-masing tidak merasa lebih disayang apalagi dinomorduakan. Bahkan mami berharap kami bisa sama sama jadi dokter, menikah di hari yang sama. Lah padahal sekuat apapun kita inginkan, jika Allah tidak berkehendak, mana bisa? Namun doa Ibu memang mustajab. Semua harapan beliau pada akhirnya terwujud persis seperti impiannya. 

.

Sejak kecil, lemari kami penuh baju dengan warna, model, ukuran yang sama. Hanya saja dobel jumlahnya. Anehnya. Kami pun oke-oke dan setuju saja memakai baju yang sama. Bahkan persis dari atas sampai ujung bawah termasuk kaos kaki dan sepatu. 

.

Mami semakin meyakinkan kami karena setiap waktu mengulang kalimat bahwa kami berdua istimewa. Mengingat tidak banyak anak kembar yang bisa selalu bersama, rukun dan menjadi saudara sekaligus teman setia. Saat itu aku puas dengan arahan orang dua. Aku terima apa adanya. Toh nggak dilarang dan nggak ada mudaratnya. Ini berlangsung sejak kanak-kanak hingga kami berusia 21 tahun. Bahkan sampai kami lulus Sarjana.

.

Sampai suatu ketika...

Kami diterima di fakultas kedokteran yang sama. Di tahun yang sama. Di Universitas yang sama. Dengan Nomer induk mahasiswa berurutan. Nggak heran kalau koas pun kami senantiasa bersama. Di Laboratorium yang sama. Jaga malam hampir selalu bersamaan juga. Sampai teman-teman pun tidak lagi membedakan kami berdua. Mereka memanggil kami dengan sebutan si kembar. Saking capek dan puyeng jika harus memisahkan dan membedakan kali ya?

.

Pagi itu kami berdua bertugas di departemen Ilmu Kesehatan Anak (bangsal Pediatri). Para Dokter Muda diminta memilih satu pasien untuk dijadikan bahan studi kasus.

.

Aku putuskan mengambil kasus Kejang demam (kalau ga salah ingatan). Segera aku datangi ibu dari anak yang sakit. Aku anamnesis secukupnya. Aku catat dan ku ambil semua hasil lab dan data-data yang aku butuhkan. 

.

Beberapa menit berikutnya. Aku mendengar suara teriakan dan membentak. Aku lihat saudara kembarku ada di hadapan perempuan yang sama. 

.

Sambil menaikkan nada bicara si ibu bilang ke kembaranku, “Mbak DM (panggilan untuk Dokter Muda) ini gimana?! Tadi kan sudah kesini ketemu saya! Sudah nanya ini itu. Saya jawab sebisa dan selengkapnya. Nah, Sekarang balik lagi kesini!! Bertanya dengan pertanyaan yang sama. Lah emang tadi nggak di catat apa!? Buang buang waktu saya saja! Anak saya sakit, saya pusing mikirin anak. nggak bisa tidur semalaman eh malah Mba DMnya nambah pusing saya. Sudah sudah, saya nggak mau ditanya-tanya lagi.”


Ya Allah!

Si Ibu marah-marah sama saudara kembarku karena sang ibu berfikir kami adalah orang yang sama!

.

Duh kasihan juga Mba DM-nya. Jadi korban baju kembar. 🙂

.

Kami mengira berpakaian sama persis dan menunjukkan bahwa kami kembar itu istimewa tapi ternyata malah jadi malapetaka. 

.

Yang menarik, bukan aku yang menjadi korbannya. Selalunya Umm Adam yang kena getah dari kesalahan DM kembar satunya.

.

Semoga kisah nyata di atas bisa memberi seulas senyum kepada para pembaca yang sudah setia. 

.

London, 7 Januari 2020


#OPEy2020bersamaRevowriter

#Revowriter

#KompakNulis

#KisahDariInggris

#GeMesDa

#OnePostEveryday

#MutiaraUmmat

#GoresanYumna

Comments

Popular posts from this blog

my Special Student

Seneng...happy lega dan terharu...itulah yang aku rasakan ketika murid 'istimewaku' menyelesaikan Iqra jilid 6 minggu yang lalu...percaya atau nggak aku menitikkan airmata dan menangis sesenggukan dihadapan dia, ibu dan kakak perempuannya....yah...airmata bahagia karena dia yang setahun yang lalu tidak tahu sama sekali huruf hijaiyah kini bisa membaca Al Quran meski masih pelan dan terbata bata...tapi makhrojul hurufnya bagus, ghunnahnya ada, bacaan Mad-nya benar....dan aku bayangkan jika seterusnya dia membaca Quran dan mungkin mengajarkannya kepada orang lain maka inshaAllah akan banyak pahala berlipat ganda... Namanya Tasfiyah ...seorang gadis cilik bangladeshi berusia 6 tahun saat pertama kali aku bertemu dengannya....Ibunya sengaja mengundangku datang ke rumah nya karena memang tasfi tidak suka dan tidak mau pergi ke masjid kenapa? karena sangat melelahkan...bayangkan aja 2 jam di setiap hari sepulang sekolah, belum lagi belajar bersama dengan 30 orang murid didampingi 1 ...

Tuk Semua Ibu-Ibu

At 05 July, 2006 , Mother of Abdullaah said… Whaa kalo aku pribadi, emaknya sendiri musti banyak belajar.. kira2 kalo ngimpi punya anak hafidzah 'layak' gak ya :D At 05 July, 2006 , Inaya Salisya said… Wah subhanalloh ya.. Ina juga pengen mbak, tapi ga ada do it hehe... ummu Aqilla terharuuu...terharu biru...jadi semangat nyiapin anak jd hafidz nhafidzah. jazakillahkhoir, ukh! Atas dasar 3 komen diatas akhirnya aku tertarik untuk ngasih komentar tentang cita cita punya anak hazidz/hafidzah...dimanapun seorang ibu pasti ingin anak2nya menjadi anak yang sholeh dan sholehah...hanya mungkin gambaran masing2 ibu berbeda dan derajat kesholehan yang mereka gambarkan dan inginkan juga pasti berbeda satu sama lain.....namun terlepas dari itu semua, setiap ibu muslimah pasti sangat bahagia dan bangga jika punya anak2 yang bisa menjadi penghapal Quran alias hafidz...kenapa ? karena sekian banyak pahala yang bakal dapat diraih dari sang Ortu dan juga sang anak..hanya saja cita2 y...

Kisah sedih seorang dokter

Al kisah ada seorang teman laki laki yang pernah bersekolah dengan suami waktu jaman SMP dan SMA. Sebut saja namanya Amr, Amr datang dari keluarga miskin bahkan bisa dibilang sangat miskin, dia dirawat oleh bibinya yang juga kekurangan. Tidak jarang Amr harus menahan lapar ketika berangkat sekolah. Namun semangatnya yang tinggi mengalahkan rasa laparnya....hari berganti hari, Amr melanjutkan sekolah ke SMP, disitulah Amr bertemu dengan suamiku, hampir tiap hari mereka berbagi makanan bersama, subhanAllah...meski demikian, bisa dibilang Amr sangat cerdas dan pekerja keras, hal ini terbukti dengan prestasi sekolah yang patut bibnya banggakan. Di SMP itu ada sekitar 12 kelas dan masing masing kelas ada sekitar 70 siswa.....diantara ratusan siswa Amr selalu menjadi juara 1, sampai sampai dia diberi kebolehan naik kelas berikutnya hanya dalam waktu 6 bulan, walhasil dalam setahun dia naik kelas 2 kali dan setiap naik kelas dia selalu menjadi TOP STUDENT! Ketika masuk SMA, hal yang sam...