Skip to main content

Ramadan & Perubahan

#Milad8Revowriter

#RamadhanBersamaPelitaRevowriter

#PelitaRevowriter

#challengeday20

#Post13

#RamadanDay11

.


Ramadan dan Perubahan

.

Oleh: Yumna Umm Nusaybah

(Member of Revowriter London)

.

Beberapa hari yang lalu aku membaca status seorang teman. Dia menyampaikan sejak hari ketiga Ramadan, dia lebih memilih membeli makanan dari luar daripada masak sendiri di rumah. Bisa dibayangkan komentar yang muncul di lapaknya. Ada yang mendukung. Ada yang ingin ikut jejaknya tapi kondisi uang yang tak mengizinkan. Ada pula yang menasihati supaya tidak membeli dari luar karena tak terjamin higienisnya. Nggak ekonomis lah. Mungkin ada yang menyimpan dalam hati tapi nggak dituliskan. Bisa jadi dia dianggap pemalas karena nggak mau masak. Atau sok nggaya pake’ diumumkan di FB segala. Wis tah lah ... kalau dituruti bisa puyeng kepala. 

.

Setelah beberapa menit aku ikut komen (aku termasuk yang mendukung), Si penulis status nyamperin. Dia menjelaskan kepadaku niat sebenarnya dia beli buka puasa dari luar. Dia jelaskan bahwa teman-temannya sedang mengalami kesulitan ekonomi. Suami temannya kehilangan pekerjaan karena lockdown. Akhirnya isteri membantu dengan jualan makanan. Jadi si temanku ini berniat hanya ingin membantu mereka, meringankan beban mereka yang kesulitan tapi menjauhi sikap meminta minta. Karenanya dia membeli makanan mereka. Jika mau jujur, temanku ini pun merasa lebih irit memasak sendiri. Namun demi membantu saudara, dia rela merogoh kocek lebih dalam. SubhanAllah. Kadang apa yang terlihat kasat mata tidak seperti yang kita duga. Betapa banyak orang ‘merasa’ tahu kehidupan pribadi seseorang. Merasa tahu latar belakang yang mendasari pilihan seseorang. Merasa berhak menghakimi pilihan orang yang jelas-jelas halal. Kalau perkara haram mah memang jelas harus diluruskan. Namun kalau sebuah pilihan yang dibolehkan, kenapa juga diperdebatkan. 

.

Bagi kaum ibu, banyak materi diskusi yang masuk ranah pilihan. Misalkan ‘cara’ praktis membentuk karakter anak. Memang ada aturan dasar baku yang semua orang tahu. Namun praktik keseharian misalkan, cara memuji, bentuk pendisiplinan, bagaimana menanamkan keistiqomahan dan kepedulian terhadap lingkungan. Bagaimana menanamkan kecintaan kepada ilmu dan Al Quran. Jenis makanan yang harus dihidangkan, membuat anak mampu berdikari, membuat mereka percaya diri, membuat mereka tegap berdiri diatas kebenaran, berani tampil beda selama memegang Islam. Hal-hal di atas adalah end product dimana ada bermacam cara untuk meraihnya. Yang membedakan adalah ilmu dasar yang dipakai untuk meraihnya. Ada yang memakai ilmu ‘perasaan’. Ada yang memakai pengalaman diri sendiri dan ada yang memakai pengalaman orang dalam bentuk tulisan. Bisa juga dengan dasar psikologi yang disajikan oleh ilmuwan. 

.

Disini pentingnya kita sedikit ‘legowo’ jika ada orang yang melakukannya dengan cara yang berbeda. Kalaulah cara mereka tidak membuahkan hasil, tunggulah hingga mereka menyadarinya. Tak perlu memberikan nasehat tanpa diminta. Apalagi memakai dengan cara menyindir dan merendahkan kemampuan mereka. Bukannya mengarah kepada perubahan, yang ada malah sakit hati dan resistensi. 

.

Lah kalau semuanya dikembalikan ke pribadi masing-masing, berarti tak ada amar ma’ruf nahi munkar dong? Lah yang kita bicarakan kan hal-hal yang masuk dalam ranah kebolehan. Jadi semua pilihan adalah kebaikan. Level kebaikannya saja yang bisa jadi berbeda. Ada yang baik, sangat baik, dan super sangat baik. Namun semuanya baik dan bukan kemungkaran. Dan untuk mengajak orang baik menjadi lebih baik, tidak perlu membuat mereka merasa buruk terlebih dahulu. Hal ini justru tak membawa kebaikan. (Mbulet nggak sih?)

.

Karenanya, hal yang perlu diributkan bukanlah perbedaan cara menyajikan makanan, beli dirumah atau beli diluar. Bukan pula cara memuji anak, dengan kata-kata saja atau memakai chart. Tapi energi kita perlu diarahkan untuk hal yang memang benar benar munkar. 

.

Disinilah kita perlu melihat prioritas masalah. Ibarat sebuah rumah, jika rumah sedang kebakaran, lalu si pemiliknya malah ribut mempermasalahkan warna cat yang akan dipakai untuk ruang tamunya. Atau ribut dengan jumlah pintu dan jendela. Maka kita yang bisa melihat kebakaran itu akan mengelus dada. Mbokya diselamatkan dulu rumahnya, dimatikan dulu apinya, di selesaikan dulu kebakarannya, karena itulah masalah terbesar mereka. Baru nanti berfikir tentang design interior rumahnya.

.

Ketika kita melihat rumah tangga, diri kita, masyarakat Indonesia dan ummat muslim di dunia, di masing-masing lapisan akan ada masalah yang urgen untuk diselesaikan. Ada ‘kebakaran’ yang harus dipadamkan dan dikendalikan. Yang pertama kali dibutuhkan adalah mengidentifikasi apa masalah urgen itu? Adakah dalam lingkup keluarga? Kekurangan diri? Masyarakat disekitar kita dan ummat Islam? Setelah mendapatkan jawabannya, langkah selanjutnya adalah mencari solusinya lalu memulai action plan. Masalah di semua lapisan harus diselesaikan secara simultan dan berkesinambungan. Hingga bisa diperolah hasil yang memuaskan. 

.

Jika kita menginginkan sebuah perubahan. Menginginkan orang lain mengikuti cara kita bertindak, berfikir dan melihat masalah, maka mengajukan argumen yang kuat dan meyakinkan mereka adalah KOENTJINYA. Tidak dengan bahasa yang merendahkan. Tidak dengan tulisan yang terkesan menghakimi. Tidak dengan jargon dan pengulangan kata saja.

.

Kesimpulan

.

Semakin tua semakin aku sadar, bahwa tidak semua yang berbeda dari pendirian kita adalah hal yang patut dipermasalahkan. Tidak semua hal yang tak sesuai dengan standar kita berarti harus diselesaikan. Tidak semua hal yang tak senada dengan idealisme kita berarti salah jalan. Karena tak semua hal yang tak senada dengan kemauan kita adalah kemungkaran. Jika kita ingin orang selalu setuju dan mengelu-elukan cara kita, jangan jangan semangat merubah itu datang hanya untuk memuaskan ego semata. Jangan-jangan kita hanya ingin menyalurkan gharizah baqa’ dimana kitalah subyek dan pusatnya.

.

Siapapun yang menginginkan perubahan, harus mempertanyakan dahulu why people do what they do (kenapa seseorang berbuat sesuatu/ apa yang mendasarinya). Jika hal ini jelas maka apa yang harus diperbuat ke depannya pun akan jelas. Penampakan action boleh sama tapi apa yang melandasinya bisa berbeda. Memang kita menghukumi dhahir perbuatan saja, namun bertanya lebih jauh akan niat awal seseorang memilih sebuah perbuatan, sangat penting supaya kita bisa mengubah persepsi seseorang. 

.

Jika ingin membawa perubahan maka harus diawali dengan perubahan diri. Memilih dan memilah mana hal yang perlu dicermati dan ditawari solusi. Memberi ruang orang untuk berfikir dan mempertimbangkan. 

Karena tugas kita hanya menawarkan! 

Allah سبحانه Ùˆ تعالى lah yang mengkaruniakan perubahan. 

Semua upaya menawarkan kebaikan berakar dari keinginan kita mengumpulkan amal baik. 

Itulah mata uang yang akan bisa kita tukar di hari penghisaban dengan kasih sayang Allah سبحانه و تعالى yang diwujudkan dengan SurgaNya. Itu saja! Tidak kurang tidak lebih.

.

‎ÙˆَÙ…َا عَÙ„َÙŠْÙ†َا Ø¥ِÙ„َّا الْبَÙ„َاغُ الْÙ…ُبِينُ (17)

.

Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.” (QS. Yasin: 13-17)

.

London, 5 Mei 2020

Ditulis di hari ke-12 Ramadan

Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan.

.

#GoresanYumna

#Revowriter

#KompakNulis

#GeMesDa

#Covid19

Comments

Popular posts from this blog

my Special Student

Seneng...happy lega dan terharu...itulah yang aku rasakan ketika murid 'istimewaku' menyelesaikan Iqra jilid 6 minggu yang lalu...percaya atau nggak aku menitikkan airmata dan menangis sesenggukan dihadapan dia, ibu dan kakak perempuannya....yah...airmata bahagia karena dia yang setahun yang lalu tidak tahu sama sekali huruf hijaiyah kini bisa membaca Al Quran meski masih pelan dan terbata bata...tapi makhrojul hurufnya bagus, ghunnahnya ada, bacaan Mad-nya benar....dan aku bayangkan jika seterusnya dia membaca Quran dan mungkin mengajarkannya kepada orang lain maka inshaAllah akan banyak pahala berlipat ganda... Namanya Tasfiyah ...seorang gadis cilik bangladeshi berusia 6 tahun saat pertama kali aku bertemu dengannya....Ibunya sengaja mengundangku datang ke rumah nya karena memang tasfi tidak suka dan tidak mau pergi ke masjid kenapa? karena sangat melelahkan...bayangkan aja 2 jam di setiap hari sepulang sekolah, belum lagi belajar bersama dengan 30 orang murid didampingi 1

Tuk Semua Ibu-Ibu

At 05 July, 2006 , Mother of Abdullaah said… Whaa kalo aku pribadi, emaknya sendiri musti banyak belajar.. kira2 kalo ngimpi punya anak hafidzah 'layak' gak ya :D At 05 July, 2006 , Inaya Salisya said… Wah subhanalloh ya.. Ina juga pengen mbak, tapi ga ada do it hehe... ummu Aqilla terharuuu...terharu biru...jadi semangat nyiapin anak jd hafidz nhafidzah. jazakillahkhoir, ukh! Atas dasar 3 komen diatas akhirnya aku tertarik untuk ngasih komentar tentang cita cita punya anak hazidz/hafidzah...dimanapun seorang ibu pasti ingin anak2nya menjadi anak yang sholeh dan sholehah...hanya mungkin gambaran masing2 ibu berbeda dan derajat kesholehan yang mereka gambarkan dan inginkan juga pasti berbeda satu sama lain.....namun terlepas dari itu semua, setiap ibu muslimah pasti sangat bahagia dan bangga jika punya anak2 yang bisa menjadi penghapal Quran alias hafidz...kenapa ? karena sekian banyak pahala yang bakal dapat diraih dari sang Ortu dan juga sang anak..hanya saja cita2 y

Kisah sedih seorang dokter

Al kisah ada seorang teman laki laki yang pernah bersekolah dengan suami waktu jaman SMP dan SMA. Sebut saja namanya Amr, Amr datang dari keluarga miskin bahkan bisa dibilang sangat miskin, dia dirawat oleh bibinya yang juga kekurangan. Tidak jarang Amr harus menahan lapar ketika berangkat sekolah. Namun semangatnya yang tinggi mengalahkan rasa laparnya....hari berganti hari, Amr melanjutkan sekolah ke SMP, disitulah Amr bertemu dengan suamiku, hampir tiap hari mereka berbagi makanan bersama, subhanAllah...meski demikian, bisa dibilang Amr sangat cerdas dan pekerja keras, hal ini terbukti dengan prestasi sekolah yang patut bibnya banggakan. Di SMP itu ada sekitar 12 kelas dan masing masing kelas ada sekitar 70 siswa.....diantara ratusan siswa Amr selalu menjadi juara 1, sampai sampai dia diberi kebolehan naik kelas berikutnya hanya dalam waktu 6 bulan, walhasil dalam setahun dia naik kelas 2 kali dan setiap naik kelas dia selalu menjadi TOP STUDENT! Ketika masuk SMA, hal yang sam