.
Ramadan dan Kesempatan
.
Oleh: Yumna Umm Nusaybah
(Member of Revowriter London)
.
Baru saja menerima sebuah pesan di WAG. Seorang nenek bernama Maryam yang memutuskan masuk Islam di usianya ke-85. Dia menjadi muallaf bulan Desember 2019 di Redbridge Islamic Centre, London timur. Dari penuturan beberapa teman, beliau begitu antusias di hari bersejarah itu. Bahkan kalau melihat video yang diunggah di instagram, nampak sekali sumringah dan semangatnya sister Maryam belajar solat dan belajar doa terbaik di 10 malam terakhir bulan Ramadan.
.
Betapa kisah ini menentramkan jiwa. Setiap kali aku mendengar seorang manusia kembali ke fitrah mereka. Setiap kali aku mendengar manusia menyadari posisinya dan tujuan dia dilahirkan ke Dunia, ada rasa adem dan ayem membuncah di dada. Allah سبحانه و تعالى sungguh sayang kepada sister Maryam. Di usia senja dia mau mengubah total keyakinannya. Dia mengubah cara hidupnya. Dia mengubah prioritas dan pilihan-pilihannya. Bayangkan! Mengubah kebiasaan dan gaya hidup yang sudah dilakoni selama 84 tahun apalagi gaya hidup lamanya beda jauh dengan keyakinan barunya. Gimana sulitnya? Tentu butuh mental baja untuk menjalaninya. Alhamdulilah banyak akhwat yang membantu mengajari beliau Quran, solat, dan hukum-hukum syariat. Mengajari seorang muaallaf tidaklah mudah. Butuh ketelatenan. Butuh kesabaran. Butuh skills istimewa untuk menghancurkan bangunan lama (kufr) dan membangunnya dengan bangunan baru (Islam). Bandingkan ini dengan orang yang justru sebaliknya. Menganggap ringan nikmat iman. Menggap biasa nikmat Islam. Padahal ada banyak orang di luar sana yang masih ‘tersesat’ dan sekuat apapun mencoba, cahaya Islam itu belum masuk ke dalam dadanya.
.
Sungguh usia tidak menjadi penghalang untuk belajar. Justru akhir dari sebuah perjalan hidup seseorang, itulah yang Allah سبحانه و تعالى pertimbangkan. Kalau awalnya banyak dosa dan maksiyat, jangan berputus asa dengan rahmatNya karena selama nyawa masih ada dan nafas belum sampai di tenggorokan maka perubahan menjadi lebih baik itu masih MEMUNGKINKAN. Justru akhir dari sebuah perjalanan itu menjadi penting dan harus diperhatikan. Kondisi saat kita meninggal, itulah kondisi dimana kita akan dibangkitkan.
.
Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
.
يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ
“Setiap hamba akan dibangkitkan berdasarkan kondisi meninggalnya” (HR Muslim no 2878)
.
Karenanya jika ingin dibangkitkan sebagai pengikut Rasulullah ﷺ, kenali beliau. Ketahui contoh perbuatan beliau. Ikuti dan amalkan ilmu dari Sunnah-Sunnah beliau ﷺ
.
Sudah sering juga kita mendengar bagaimana Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk selalu aware dengan catatan amal dan kapan catatan amal itu disetorkan.
.
Ibarat sebuah laporan keuangan, kita ingin saat laporan keuangan diajukan maka akhir dari saldo kita dalam keadaan surplus atau positif. Meskipun ditengah perjalanan ada angka-angka negatif tapi di akhir pembukuan yang nampak adalah angka terakhir. Wajar jika banyak sekali hadis-hadis yang mengindikasikan bagaimana Rasulullah begitu peduli dengan kondisi amal saat ‘buku catatan’ dibawa malaikat dan dikumpulkan.
.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.
تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ
.
“Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa. (Hadis Riwayat imam Tirmidhi)
.
Karenanya, jangan sia siakan akhir dari Ramadan ini. Penuhilah masjid-masjid. Hidupkan malam-malamnya. Jangan sampai malah repot keluar masuk mall saat malam penuh barakah datang. Kita tak pernah tahu kapan tutup buku itu akan Allah سبحانه و تعالى putuskan.
.
Ada sebuah kisah menarik tentang seorang sahabat yang belum sempat solat tapi Allah سبحانه و تعالى jamin untuknya surga. Beliau adalah Al-Ushairim. Nama aslinya `Amru bin Tsabit bin Waqasy.
.
Beliau berasal dari Suku `Aus, dari Bani Asyhal. Ketika Sa`ad bin Muadz masuk Islam beserta Suku `Aus lainnya, Ushairim belum mau menerima Islam karena masih ragu. Hatinya belum bisa menerima petunjuk Islam. Namun Allah akan menunjuki siapa saja yang dikehendakinya.
.
Ketika terjadi Perang Uhud, ia bertanya pada Rasul dimanakah Sa`ad bin Mu`adz? Dimanakah teman satu sukuku? Nabi menjawab: Mereka menuju Uhud. Ketika itu ia sudah merasa mantap hatinya untuk menerima petunjuk Islam sehingga, seketika itu juga ia menyatakan keislamannya pada Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wasallam.
.
Setelah itu ia mengambil tombak, pedang miliknya dan menaiki kuda lalu bergabung dengan sahabat-sahabat yang lain. Ketika ia berada di sekeliling para sahabat, ia diusir: menjauhlah dari kami! Ushairimpun menimpali: Aku telah beriman. Kemudian ia turut berperang hingga mengalami luka parah.
.
Ketika teman-temannya dari Bani Asyhal, mencari korban dari para sahabat yang terbunuh di Perang Uhud, tiba-tiba mereka dikagetkan dengan jasad Ushairim yang terluka parah tapi masih hidup: Ini Ushairim, kenapa ia datang ke sini, bukankah sewaktu kita tinggal perang ia masih kafir? Lalu mereka menanyakan langsung pada Ushairim, apakah ia turut berpartisipasi perang karena fanatisme kesukuan atau karena senang terhadap Islam? Ushairim menjawab: Bahkan aku senang (masuk) Islam, aku beriman pada Allah dan Rasul-Nya, aku masuk Islam, kemudian aku bergabung dengan Rasulullah ikut perang, kemudian aku mengalami luka parah, jika aku meninggal maka semua hartaku untuk Muhammad, (silahkan) dipergunakan sekehendak hatinya”. Kemudian ia meninggal.
.
Ketika dilaporkan kepada Rasulullah, Rasul ﷺ berkomentar: “Innahu min ahlil jannah (ia termasuk dari penghuni surga). Padahal ia belum sempat shalat sama sekali. Di kesempatan lain Rasulullah ﷺ bersabda: `Amila qolilan wa ujiro (amalnya sedikit tapi mendapat ganjaran(yang besar).
.
Bahkan Abu Hurairah bertanya pada orang-orang, ceritakan padaku siapakah sahabat yang masuk Surga padahal belum pernah shalat? Ketika mereka tidak tahu, akhirnya meminta jawaban ke Abu Hurairah. Abu Hurairah menjawab: ia adalah Ushairim bin Abdil Asyhal.(hidayatullah.com)
.
Kisah Ushairim رضي الله عنه menjadi contoh jelas bahwa jumlah amal tidak menjadi patokan. Keikhlasan dan kesungguhan beramal itulah yang justru bernilai besar. Perjalanan awal Ushairim bisa jadi penuh dosa dan kemaksiatan tapi beliau mengubah arah kehidupannya 180 derajat menuju Islam. Selanjutnya mempersembahkan hidupnya untuk Diin-Nya. What a beautiful end.
.
Semoga Allah سبحانه و تعالى memberikan karunia husnul khatimah. Amin
Mumpung masih ada kesempatan, mari bulatkan tekad untuk berubah dan berhijrah. Pakai sisa waktu yang kita miliki untuk mengabdi kepada Rabbul Izzati.
.
London 19 Mei 2020 pukul 01:30
Ditulis di hari ke-26 Ramadan
.
#GoresanYumna
#Revowriter
#KompakNulis
#GeMesDa
#Covid19
Comments