.
Oleh Yumna Umm Nusaybah
(Member of Revowriter London)
.
Duhai cinta
Lelah rasanya jiwa ini terus menunggu
Untuk bisa menatap teduhnya wajahmu
untuk bisa mendengar suaramu
untuk bisa melihat senyummu
Untuk bisa sekedar memimpikan kehadiranmu
.
Setiap kenangan kisahmu
Makin menguatkan rasa cintaku
Setiap kudengar pesan dan nasehatmu
Semakin aku rindu padamu
.
Tak jarang pelupuk ini dipenuhi air mata
Membayangkan betapa indahnya jika kita bisa bersua
Tak bisa dipungkiri adanya debaran di dada
Membayangkan engkau menyebut namaku
Diantara jutaan manusia
Yang juga mencintaimu sepenuh jiwa
Yang mau mengorbankan nyawa demi kehormatanmu
Yang sabar dengan ujian hidup mereka
Karena harga kesabaran itulah yang akan mengantarkan mereka pada pertemuan denganmu
.
Sering asa bertanya tanya, betapa nikmatnya duduk melingkar mendengar petuahmu di dunia
Betapa beruntungnya jika bisa langsung bertanya atas kebingungan yang melanda
Betapa bahagianya bisa menjadi pengikut barisanmu di medan laga
.
Namun siapa yang bisa menjamin bahwa aku akan ada di belakangmu?
Toh tak semua manusia yang hidup di jamanmu bersedia menerima ajaranmu
Ajaran sederhana yang mengajak kepada penghambaan yang sesungguhnya.
.
Ah... memang tabiat manusia
Berandai andai sepanjang masa
karena memang hal itu lebih mudah dan tak perlu biaya
.
Sampai waktu itu tiba
Meski hanya melihatmu di alam mimpi...aku rela
Sayangnya nikmat mimpi pun belum juga ada
.
Duhai cinta
Kini ...
Penghinaan atas kesucianmu terjadi
Untuk kesekian kalinya
Pertanyaan yang sama di tiap tahunnya
.
Sampai kapan kehormatanmu seolah tak ada harganya?
Sampai kapan pengikut Abu Lahab berhenti mencerca?
Demo sudah ada dimana
Kecaman sudah membahana
Boikot sudah sedikit banyak membawa petaka bagi mereka
Airmata dan kemarahan kami bisa teraba
Namun tiap tahun hal sama terulang tanpa jeda
.
Banyak yang mengatakan kami terlalu sensitif
Karena tersinggung saat kecintaan kami dihina
Apakah mereka buta akan besarnya cinta kami pada baginda?
Sungguh melebihi cinta kami kepada ayah bunda
.
Tidakkah mereka tersinggung jika orang tua mereka dicaci dan dihina?
Negeri macam apa yang menjustifikasi penghinaan sebagai hal biasa?
.
Usul mereka, maafkan saja!
Toh Macron dan sejenisnya juga manusia
Mereka bisa jadi khilaf tak sengaja
Padahal...
Jelas jelas mereka tahu
Bahwa perbuatan mereka akan menuai kemarahan ummat Islam sedunia
Jangankan permintaan maaf
Pernyataan yang menunjukkan penyesalan pun tak ada
.
Karena memang dimata mereka ...
Penghinaan mereka bukanlah kesalahan
Apa yang mereka lakukan adalah aktualisasi dari ide kebebasan
Pandangan hidup yang mereka jual dan gemborkan mati-matian
.
Kebebasan yang menyesatkan
Bebas macam apa?
Bebas menghina?
Bebas berbuat meskipun membawa laknat?
Sayangnya ...
Meski sudah nyata bejat, masih saja ada manusia yang melihatnya sebagai nikmat
.
Duhai cinta...
Maafkan kami yang masih belum maksimal
Menghadirkan kekuatan negara
Yang tegas dan tak segan membela
Yang tak hanya mengecam namun juga membuat perhitungan
Dengan siapapun yang berani merendahkan dan menghinakan
Sosokmu dan risalahmu
Ya Rasul Sallallahu ‘alaihi wasallam
.
Allahumma salli’ala Muhammad wa’ala ali Muhammad
.
London, 1 November 2020 @21:30
.
Comments