#OPEy2021Day08
.
Simple is The Best
.
oleh Yumna Umm Nusaybah
(Member of Revowriter London dan Co-founder Dokter Kembar)
.
Ada nggak sih yang bertanya tanya kenapa design gambar untuk tulisanku #OPEY2021 ini sangat sederhana, dua warna saja dan ga neko-neko? Bagi yang sering mengikuti tulisanku beserta gambar yang menyertainya bisa melihat bahwa biasanya design grafisku rame atau bahkan terlalu rame dan nggak artistik.
.
Kali ini aku menganut filosofi baru. Filosofi ini aku coba untuk membuktikan beberapa teori. Salah satunya adalah teori yang sudah lama dikenal: “Less is more”
.
Beberapa quotes dari orang pintar dikatakan bahwa kecerdasan seseorang bisa dilihat dari cara dia menyederhanakan sebuah hal yang kompleks.
.
Albert Einstein bilang “The definition of genius is taking the complex and making it simple.” Sedangkan Leonardo da Vinci mengatakan, “Simplicity is the ultimate sophistication.”
.
Jika kita perhatikan Mark Zuckenberg (pendiri dan pemilik Facebook) dan Simon Cowell (seorang produser tajir dari Inggris), ada kesamaan dari cara mereka berpakaian. Keduanya selalu memakai baju yang sama. Mark memakai kaos oblong abu-abu sedang Simon memakai kaos oblong berwarna putih. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh The Independent tertanggal 26 Januari 2016, ketika dia ditanya kenapa memakai kaos yang sama setiap waktu? Dia menjawab bahwa dia tidak ingin menghabiskan waktu dan tenaganya yang sangat berharga untuk menentukan hal sepele seperti pakaian yang harus dia pakai hari itu, sarapan yang harus dia makan, dan seterusnya. Dia meyakini bahwa secara psikologi hal-hal seperti ini menghabiskan energi dan menurutnya, jika dia bisa gunakan energi tadi untuk hal yang bermanfaat bagi manusia lainnya, kenapa tidak?
.
Menurutku ini filsafat kehidupan yang bijak (bukan berarti aku penggemar Om Mark loh ya). Di jaman sekarang, kesederhanaan identik dengan kemiskinan. Sederhana diasosiasikan dengan rendahnya kepercayaan diri. Sederhana berarti juga udik alias ndeso. Tapi ternyata salah satu orang terkaya di dunia melihat sebaliknya.
.
Budaya konsumerisme yang dibawa oleh kapitalisme sudah menjerat dan membuat kita terbawa arus. Akhirnya kita simpulkan bahwa semakin banyak pilihan semakin enak. Semakin kompleks sebuah pilihan semakin canggih. Semakin kaya maka harus semakin sering tampil beda. Dan seterusnya.
.
Padahal secara psikologi, makin banyak pilihan maka makin sulit memutuskan. Satu contoh, jika kita masuk toko kue A yang menjual berbagai jenis kue (basah/kering) dengan pilihan 10 warna yang berbeda, 10 ukuran yang berbeda dan 10 rasa yang berbeda. Kemudian ada toko B yang menjual kue kering SAJA dengan 5 pilihan warna/ ukuran / rasa. Sejenak kita akan berfikir bahwa pergi ke toko A lebih menyenangkan karena banyak pilihan. Tapi sebenarnya waktu belanja di toko A akan lebih lama dari pada belanja di toko B. Ketika kita dihadapkan banyak pilihan akan terjadi dua hal:
.
1. kebingungan sehingga memakan waktu yang lebih panjang untuk menentukan
2. rasa tak yakin apakah kita sudah memilih dengan benar dan maksimal?
.
Kadang dua hal tersebut justru membuat kita tidak memilih sama sekali dan keluar toko tak jadi beli.
Contoh lain adalah proses pencarian jodoh. Jika seorang jomblowati diberi atau mendapat banyak pilihan ikhwan yang akan mengkhitbah, maka bisa dipastikan dia akan merasakan dua hal diatas. Kalau yang datang mengkhitbah hanya satu atau dua saja, maka pilihan akan cepat diambil. Energi tak terkuras banyak, selanjutnya justru bisa fokus dengan proses berikutnya.
.
Karenanya, kadang kitalah yang harus berani mengambil keputusan untuk membatasi jumlah pilihan. Menyederhanakan keinginan. Menentukan standar dasar. Dan sejatinya, ini semua untuk kemudahan dan kesehatan mental kita sendiri. Bagaimana menyederhanakannya? Wah butuh tulisan lain untuk membahasnya.
.
Orang yang memiliki kemampuan untuk menyederhanakan pilihan di berbagai aspek kehidupannya dengan suka rela (bukan karena lingkungan yang memaksa) maka dialah orang yang terbebas dari kungkungan tuntutan sosial.
.
Orang yang memiliki kemampuan untuk menyederhanakan ide-ide besar dan kompleks lalu menyampaikannya kepada banyak orang dari kalangan manapun tanpa membuat lawan bicara nampak bodoh, maka dialah orang cerdas yang sesungguhnya. Hal ini mengindikasikan bahwa dia faham sekali inti sebuah ide/konsep. Dia kelola sendiri ide itu kemudian dia sederhanakan untuk bisa dikonsumsi khalayak ramai. Jika kesederhanaan ide itu datang dari kesimpulan atas ide yang kompleks maka orang pun akan mengindera. Namun jika ide sederhana itu layaknya tulang tanpa daging, maka orang pun akan mengenalinya. Sama sama sederhana tapi berbeda dari mana sumber kesederhanaannya dan prosesnya menjadi sederhana (mbulet nggak sih?)
.
Dalam Islam, konsep sederhana namun sarat makna (simple yet concise) sudah banyak contohnya. Ayat-ayat Makkiyah di dalam Al Quran sangat bisa di indera. Ayatnya pendek, sangat menggugah, menarik perhatian pendengarnya, bermelodi dan bersajak. Namun meski pendek, ternyata tafsir dari ayat tersebut berlembar lembar dan tak akan habis pelajarannya diambil oleh siapapun sampai akhir zaman. Layaknya sebuah samudera, mau menyelami sedalam apapun akan tetap bisa. Karena semakin sederhana sebuah lafad semakin sarat maknanya.
.
Demikian juga hadis Rasulullah Muhammad ﷺ. Coba tengok beberapa hadis berikut.
.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” – Sunan Abi Dawud
.
تَهَادُوْا تَحَابُّوْا
.
“Berbagi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.” – Hadits Riwayat Al-Bukhari
. مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ اَمْرُناَ فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa yang melakukan sebuah amal perbuatan yang tidak ada contohnya dari kami maka amal perbuatan itu tertolak!’.” - Sahih Muslim
.
Hadis terakhir dan hadis pertama bisa diaplikasikan dalam banyak aspek perbuatan. Sederhana bukan lafadnya? Namun para fuqaha meng-istinbath (menarik) hukum untuk realitas baru dari hadis tersebut. Sederhana lafadnya namun makna dan implikasinya luar biasa.
.
Karenanya, jangan takut menjadi orang sederhana. Baik dalam perbuatan maupun dalam berkata-kata. Kenapa?
.
1. Karena sederhana itu indah.
.
Sesuatu yang disajikan dengan sederhana bisa langsung terlihat keindahanya. What You see is What you get. Orang tak tak perlu bertele tele melihat keindahannya. Tak perlu bedak tebal dan make up ratusan. Jadilah apa adanya, karena jika orang menghargai kita ketika kita menjadi apa adanya maka kita pun mudah untuk berkaca. Orang sederhana hanya menarik orang yang juga sederhana. Dengan apa adanya, akan mudah menyaring teman yang sejalan atau tidak sejalan dengan cara kita.
.
2. Karena memilih menjadi sederhana itu tidaklah mudah
.
Banyak godaan di luar sana untuk menjadi orang yang bukan diri kita sendiri. Entah itu karena tuntutan jaman sosial media. Jaman yang mengedepankan eksploitasi wanita. Saat kaum hawa terobsesi oleh make up dan Fashion-nya (catet: obsesi) tapi kita memilih menjauh dari gaya hidup ‘glamour’ yang ditawarkan, tidaklah mudah. Apalagi jika sebenarnya kita mampu (secara materiil) namun memilih tidak berjalan ke arah sana.
Ide pun demikian. Untuk menyederhanakan ide besar dan sangat kompleks, tidaklah gampang. Jika kita tidak menguasai dan memahami dengan jelas ide dasar yang kita sebarkan maka kita akan cenderung berputar putar atau hanya sekedar memakai jargon-jargon besar yang tak bisa dan tak biasa di fahami orang.
.
3. Karena sederhana itu menunjukkan kejelasan
.
ketika seseorang bisa menyederhanakan sebuah konsep maka itu menujukkan kita faham sekaligus memudahkan orang memperoleh kejelasan. Ketika sebuah ide itu jelas maka akan mudah ditangkap orang. Selanjutnya akan mudah untuk diadopsi oleh khalayak. Akhirnya bisa mengubah manusia dan dunia. Disinilah kekuatan sebuah lafad sederhana yang mudah di mengerti. Pernah nggak sih heran dengan kemampuan ulama terdahulu sepeti imam Syafi’i, Ibn Qayyim Al Jauziyah dalam menyampaikan idenya? Quote mereka hanya beberapa kata tapi mak Jleb! Mengena dan membuat benak berkelana.
.
4. Karena sederhana membuat energi kita terfokus pada hal yang penting saja
.
Seperti contohku di awal. Design grafis tulisan #OPEY2021 kali ini sengaja aku sederhanakan karena aku ingin fokus dengan isi tulisan saja. Ternyata ini cukup membantu. Karena design canva tak lagi memakan waktu lama. Waktuku bisa aku fokuskan untuk membaca, memahami dan mengolah kata yang akhirnya menjadi tulisan dengan harapan ini adalah tulisan sederhana (semoga).
.
Ketika kita hidup sederhana maka kita akan fokus pada tujuan utama kita dilahirkan di dunia. Tujuan itu pun termaktub dengan lafad pendek, jelas dan tak ada ambigu.
.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)
.
London, 8 Januari 2021
.
#Kompaknulis
#OPEy2021bersamaRevowriter
#positifliterasi
#GoresanYumna
#COVID19
#Gemesda
Comments