Skip to main content

Ramadan & Kesendirian

#Milad8Revowriter

#RamadhanBersamaPelitaRevowriter

#PelitaRevowriter

#challengeday12

#Post4

#RamadanDay2

.

Ramadan dan Kesendirian

.

Oleh: Yumna Umm Nusaybah

(Member of Revowriter London)

.

Ramadan kali ini sungguh berbeda. Aku dan anak-anak tak harus bangun pagi untuk berangkat sekolah. Kalau biasanya sekolahnya anak-anak mengundur jam

masuk dari yang semula pukul 8 menjadi pukul 9 pagi, kali ini kita bisa masuk ‘kelas’ semaunya. Deadline tugas sekolah pukul 8 malam. Jadi tak ada acara buru-buru. Tugasnya pun paling banyak 5 tugas sehari. Satu tugas mungkin hanya membutuhkan waktu 15-20 menit. Alhamdulillah berhubung Nusaybah sudah 10 tahun (kelas 5) dan Rumaysa 7 tahun (kelas 2), aku tak lagi harus duduk di sebelah mereka. Mereka sudah bisa sign in ke Google classroom sendiri. Selanjutnya mereka ‘get on with their work’. Instruksi dari guru sudah jelas. Video pembelajaran pun pendek dan informatif. Paling- paling aku dibutuhkan jika Rumaysa butuh untuk nge-print LKS. Ini minggu kelima mereka belajar di rumah. Ada asyiknya sih. Emak tak perlu lagi bingung menyiapkan snack, mengantar jemput ke sekolah, dan capek nyetir bolak balik. Nggak enaknya, anak-anak kangen sama guru dan teman-temannya. Tentu suasana belajar, resources dan tehnik menyampaikan sang guru sangat berperan besar. But It is what it is. Let’s make the most out of this situation. Yang penting anak-anak punya rutin, merasa bertanggung jawab dan masih enjoy belajar. Tak apalah meski emak kadang ‘spaneng’ karena 24/7 selama 30 hari lebih, terstimulasi aka nggak pernah ada ‘me’ time kecuali pas di kamar mandi 😂

.

Tapi jujur, kupikir aku tuh tulen extrovert yang enjoy bersosialisasi dan keluar mencari ‘gerombolan’ orang supaya ada interaksi. Tapi nyatanya, I really enjoyed my time during this lockdown. Beberapa kemungkinan:

.

1. Karena aktivitas sosial masih tetap berjalan. Yup media sosial. Masih ada WhatsApp, zoom, facebook, instagram, dan media lainnya. Walhasil rasa sendiri itu nggak terlalu berasa.

.

2. Karena mungkin ini waktuku unwind (relaksasi dan menurunkan kecepatan berlari) setelah sekian lama hidup dalam cengkeraman kehidupan yang serba cepat dan hectic. So it is kind of much needed unwind.

.

3. Karena bisa tetap melakukan aktivitas keseharian. Bedanya jadwal belanja keluar berkurang. 

.

4. Waktu bersama anak-anak jadi bertambah dan meaningful. Di hari hari biasa, anak-anak kembali dari sekolah pukul 3:30 sore. Setelahnya mengerjakan PR, kadang antar jemput mereka les, makan malam dan membereskan dapur, tidur. Waktu interaksi yang berarti mungkin saat berada di mobil, atau saat makan saja. Kadang jadi berfikir, jika kita diharuskan membentuk akhlak dan karakter tangguh anak, mana bisa dibentuk dengan interaksi yang sangat minim? Sepertinya Allah سبحانه و تعالى mengkaruniakan lockdown ini untuk membayar (make up) waktu yang sekian lama hilang. 

.

5. Karena tak banyak aktivitas diluar maka banyak tenaga yang bisa dipakai untuk fokus belajar dan merenung. Menelefon para handai tolan yang lama tak bersua. Otak-atik OBS dan bagaimana bisa broadcast facebook live. Meski belum maksimal tapi banyak hal baru yang berhasil aku pelajari dan nggak mungkin aku lakukan jika tak ada lockdown.

.

Kesimpulanku, ternyata orang extrovert bisa juga berubah sedikit intorvert. Apakah ini sebuah perubahan ke arah kebaikan? Kuharap demikian. Bagaimanapun juga, setiap manusia membutuhkan waktu sendiri dengan dirinya dan Rabbnya. Waktu ini dibutuhkan untuk konek dengan diri kita sendiri. Di waktu ini akan banyak terjadi self-talk. 

.

Dalam dunia psikologi, self-talk sangat dikenal dan dianjurkan (asal positif). Karena dari sanalah manusia bisa menyadari kesalahannya. Menganalisa keputusan-keputusannya. Memutar kembali cara kita merespon akan sebuah keadaan. Menghitung amal buruk yang sudah dilakukan dan merencanakan amal baik ke depan. 

.

Untuk melakukannya, dibutuhkan waktu MENYENDIRI baik secara fisik maupun mental. Dan lockdown adalah waktu paling tepat untuk melatih kebiasaan ini. Di kehidupan barat yang serba cepat, serba instan dan terus menerus terstimulasi dengan berita, social media, teman, pekerjaan, anak, keluarga dan lain sebagainya, membuat ‘kesendirian’ terasa hambar. Bahkan mungkin ada yang merasa kasihan. Ada perbedaan antara lonely dan being alone. Orang yang ‘lonely’ akan merasa selalu sendiri meskipun jutaan orang ada disekitar dia. Biasanya masalahnya ada pada persepsi akan realita. Sedang ‘being alone’ adalah kondisi fisik yang sengaja kita lakukan untuk menyendiri, untuk nge-charge bateri. Dan tak selalu merasa sendiri. 

.

Ada sebuah artikel yang ditulis oleh The Times bulan Juli 2014. Di sana disebutkan, “Dalam 11 penelitian, kami menemukan bahwa para peserta biasanya tidak menikmati menghabiskan 6 sampai 15 menit sendirian di dalam ruangan tanpa melakukan apa pun kecuali berpikir, mereka lebih menikmati melakukan kegiatan eksternal, dan banyak dari mereka lebih suka memberi eletric shock untuk diri mereka sendiri. Ya, orang lebih suka memasukkan jari mereka ke stopkontak listrik daripada duduk diam dan berpikir. tepatnya, 67% dari peserta laki-laki dalam satu studi "memberi diri mereka setidaknya satu shock selama masa berpikir," tulis psikolog Universitas Virginia Timothy Wilson dan rekan penulisnya. https://time.com/2950919/alone-with-thoughts/

.

Bayangkan! Mereka yang terbiasa sibuk justru lebih suka memasukkan jari ke colokan listrik daripada sendirian dengan ‘pikiran’ mereka sendiri. 

.

Ada pelajaran dari kisah Nabi Yunus عليه السلام yang berada dalam ‘kesendirian’ di perut ikan paus. Sungguh contoh yang disebutkan oleh Allah di dalam Quran ini membuat kita berfikir, betapa seorang rasul pun harus melalui sebuah proses ‘kesendirian’ untuk menyadari pilihan dan konsekuensi dari pilihan tadi. Dalam kegelapan yang berlapis-lapis (الظُّلُمَاتِ) yakni gelapnya malam, gelapnya dasar lautan dan gelapnya perut ikan akhirnya membuat beliau menyadari apa yang telah beliau perbuat dan kemudian berdoa. Doa itu Allah abadikan di dalam Al Quran:

 .

‎وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

‎فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ

.

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau. Maha suci Engkau, sesungguhnya aku adalah Termasuk orang-orang yang zalim.” Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS. Al Anbiya’: 87-88)

.

Baginda Rasulullah Muhammad ﷺ pun melalui proses menyendiri. Sebelum beliau diangkat sebagai seorang rasul, beliau sering menyendiri di gua Hira. Beliau lakukan berbulan bulan. Beliau memikirkan dan mempertanyakan kerusakan sosial, kedzoliman di sekitar beliau dan bertanya tanya apa yang bisa dilakukan. Kenapa demikian, siapa yang bisa menyelamatkan manusia dari kerendahan? Allah سبحانه و تعالى menjawab keresahan beliau dan memberikan jawaban atas kesendirian itu dengan sebuah hidayah Islam. Allah سبحانه و تعالى menjadikan beliau seorang Rasul setelah malaikat Jibril datang dengan membawa lima ayat dari surah Al Alaq. 

.

Dari sini kita bisa memahami bahwa kontemplasi dengan proses menyendiri, berdiskusi dengan diri sendiri dan menghadirkan Allah سبحانه و تعالى di dalamnya adalah sebuah kebutuhan bagi kita manusia untuk bisa mengkalibrasi kembali prioritas utama dalam kehidupan dan mencari kembali makna kehidupan. Tentunya kita sudah di ajarkan oleh baginda ﷺ bahwa saat terbaik untuk berkhalwat dengan Allah سبحانه و تعالى adalah sepertiga malam terakhir. Munajat meminta petunjuk, menyadari kekurangan dan kesalahan diri, berjanji memperbaiki dan bertekad mengumpulkan amunisi amal baik untuk menyambut esok hari.

.

Selamat mencoba sahabat semua. Walau hanya 15 -30 menit dalam sehari, asal rutin dan dibarengi kejujuran terhadap diri maka Allah سبحانه و تعالى akan tunjuki.

.

London, 26 April 2020

Ditulis di Ramadan hari ketiga namun postingan kedua


.

#GoresanYumna

#Revowriter

#KompakNulis

#GeMesDa

#Covid19

Comments

Popular posts from this blog

my Special Student

Seneng...happy lega dan terharu...itulah yang aku rasakan ketika murid 'istimewaku' menyelesaikan Iqra jilid 6 minggu yang lalu...percaya atau nggak aku menitikkan airmata dan menangis sesenggukan dihadapan dia, ibu dan kakak perempuannya....yah...airmata bahagia karena dia yang setahun yang lalu tidak tahu sama sekali huruf hijaiyah kini bisa membaca Al Quran meski masih pelan dan terbata bata...tapi makhrojul hurufnya bagus, ghunnahnya ada, bacaan Mad-nya benar....dan aku bayangkan jika seterusnya dia membaca Quran dan mungkin mengajarkannya kepada orang lain maka inshaAllah akan banyak pahala berlipat ganda... Namanya Tasfiyah ...seorang gadis cilik bangladeshi berusia 6 tahun saat pertama kali aku bertemu dengannya....Ibunya sengaja mengundangku datang ke rumah nya karena memang tasfi tidak suka dan tidak mau pergi ke masjid kenapa? karena sangat melelahkan...bayangkan aja 2 jam di setiap hari sepulang sekolah, belum lagi belajar bersama dengan 30 orang murid didampingi 1

Tuk Semua Ibu-Ibu

At 05 July, 2006 , Mother of Abdullaah said… Whaa kalo aku pribadi, emaknya sendiri musti banyak belajar.. kira2 kalo ngimpi punya anak hafidzah 'layak' gak ya :D At 05 July, 2006 , Inaya Salisya said… Wah subhanalloh ya.. Ina juga pengen mbak, tapi ga ada do it hehe... ummu Aqilla terharuuu...terharu biru...jadi semangat nyiapin anak jd hafidz nhafidzah. jazakillahkhoir, ukh! Atas dasar 3 komen diatas akhirnya aku tertarik untuk ngasih komentar tentang cita cita punya anak hazidz/hafidzah...dimanapun seorang ibu pasti ingin anak2nya menjadi anak yang sholeh dan sholehah...hanya mungkin gambaran masing2 ibu berbeda dan derajat kesholehan yang mereka gambarkan dan inginkan juga pasti berbeda satu sama lain.....namun terlepas dari itu semua, setiap ibu muslimah pasti sangat bahagia dan bangga jika punya anak2 yang bisa menjadi penghapal Quran alias hafidz...kenapa ? karena sekian banyak pahala yang bakal dapat diraih dari sang Ortu dan juga sang anak..hanya saja cita2 y

Kisah sedih seorang dokter

Al kisah ada seorang teman laki laki yang pernah bersekolah dengan suami waktu jaman SMP dan SMA. Sebut saja namanya Amr, Amr datang dari keluarga miskin bahkan bisa dibilang sangat miskin, dia dirawat oleh bibinya yang juga kekurangan. Tidak jarang Amr harus menahan lapar ketika berangkat sekolah. Namun semangatnya yang tinggi mengalahkan rasa laparnya....hari berganti hari, Amr melanjutkan sekolah ke SMP, disitulah Amr bertemu dengan suamiku, hampir tiap hari mereka berbagi makanan bersama, subhanAllah...meski demikian, bisa dibilang Amr sangat cerdas dan pekerja keras, hal ini terbukti dengan prestasi sekolah yang patut bibnya banggakan. Di SMP itu ada sekitar 12 kelas dan masing masing kelas ada sekitar 70 siswa.....diantara ratusan siswa Amr selalu menjadi juara 1, sampai sampai dia diberi kebolehan naik kelas berikutnya hanya dalam waktu 6 bulan, walhasil dalam setahun dia naik kelas 2 kali dan setiap naik kelas dia selalu menjadi TOP STUDENT! Ketika masuk SMA, hal yang sam