"Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka." (QS. Al-Baqarah : 2-3). Di dalam surat al-Baqarah, Allah SWT menggambarkan beberapa respon yang berbeda atas petunjuk Allah yang diberikan kepada Ummat manusia.
Ada tiga respon yang membawa pada perbedaan yang mendasar dalam memandang dan menjalani kehidupan ini.
Respon pertama, ialah mereka yang merespon positif atas setiap petunjuk Allah yang tertuang dalam al-Kitab (Al-Qur'an).
Kedua, ialah respon negative yang menolak atau mengingkari petunjuk yang diberikan Allah.
Dan ketiga, seburuk-buruknya respon ialah mereka yang berpura-pura menerima tetapi sesungguhnya ia menolak sekeras-kerasnya.
Mereka yang memberikan respon pertama, disebut sebagai orang-orang beriman (mu'minin).
Pada diri mereka tidak ada sedikit pun keraguan atas kebenaran petunjuk yang diberikan Allah, dan menjadikan setiap petunjuk tersebut sebagai rambu dan arah dalam menjalani hidupnya. Setiap ayat yang mereka terima, menjadi petunjuk jalan hidupnya sehingga tidak ada kebimbangan dalam menempuh setiap jalan, baik itu berupa kesulitan yang menghadang, maupun keleluasaan yang diberikan. Semuanya mengarah pada satu tujuan yang pasti, yakni keridhaan Allah. Keridhaan dalam hidupnya di dunia, dimana ketenangan dan ketentraman ia rasakan, maupun keridhaan di akhirat dimana kebahagiaan abadi menanti di surga (al-jannah).
Golongan kedua, mereka yang merespon negative setiap petunjuk Allah disebut para pengingkar (al-kafirin). Bagi mereka, ayat-ayat Allah yang tertuang dalam Al-Qur'an, tidaklah bermakna apa-apa selain menumbuhkan sikap pembangkangan dan pengingkaran. Mereka hidup tanpa arah dan petunjuk, semata-mata mengandalkan apa yang mereka lihat dan bayangkan. Di dalam Al-Qur'an, mereka menjalani hidup bagai di tengah kegelapan, yang kadangkala kilat menyambar, dan saat itulah mereka mengerjap-ngerjap melihat jalan. Adakalanya, dalam hidup tanpa petunjuk itu, mereka merasakan kekosongan, namun ia tidak tahu bagaimana cara mengisinya.
Adakalanya pula, tumbuh kesadaran atas kematian yang pasti menjemputnya, namun tidak tahu cara menghadapinya. Hidup pun menyeret mereka, tanpa arah dan tujuan, kecuali apa yang bisa dirasakan dan dilihatnya. Sebatas itulah tujuan hidup kaum materialistis, dengan gaya hidupnya yang hedonis.
Golongan terakhir, adalah respon terburuk daripada golongan kafir, yakni berpura-pura seolah menerima petunjuk Allah padahal ia menolaknya dengan keras. Mereka disebut kaum hipokrit (al-munafiqun). Kaum munafik tidak merasakan ketenangan dan ketentraman sebagaimana dirasakan orang-orang beriman yang menjadikan ayat-ayat Allah sebagai petunjuk hidupnya, namun ia pun tidak pula merasakan kebebasan sebagaimana orang-orang kafir yang menolak dan mengingkari ayat-ayat Allah. Mereka bermain-main diantara keduanya, padahal tidak ada yang dipermainkannya, kecuali dirinya sendiri dan kehidupannya. Setiap golongan, sesuai dengan responnya terhadap ayat-ayat Allah, akan melahirkan sikap dan cara hidupnya yang khas. Menjadi akhlaq (perilaku) yang didasari oleh keyakinan dan keimanannya.
Demikian pula halnya dengan orang beriman, yang menjadikan petunjuk Allah dalam Al-Qur'an sebagai pedoman hidupnya, memiliki karakteristik, ciri dan keistimewaan. Pada ayat ke-3 surat al-Baqarah di atas, Allah menggambarkan ciri-ciri orang beriman, yang tiada keraguan dalam mengimani kebenaran ayat Allah, dan menjadikannya sebagai petunjuk dalam hidupnya.
Ciri pertamanya, mengimani hal yang ghaib, sesuatu yang diluar kemampuan indera yang dimilikinya. Ia meyakini keberadaan para malaikat, percaya pada adanya hari akhir, dan sebagainya. Semua keyakinan itu pun, pada akhirnya akan membawa dampak pada sikap dan cara hidupnya. Iman kepada malaikat misalnya, bisa menumbuhkan kewaspadaan atas terjerumusnya pada kemaksiatan. Iman pada kehidupan setelah kematian, pun membawa dampak positif dimana dunia menjadi ladang amal untuk menyemai benih kebaikan dan manfaat sebagai bekal yang akan dipanennya kelak.
Ciri yang kedua, adalah menegakkan shalat. Ini adalah simbol dari ketundukan dan kepatuhan seorang beriman, dimana ia senantiasa menghubungkan diri kepada Allah dan menjadikan perintah-perintah Allah sebagai rujukan dalam menjalani hidupnya. Shalat, bukan semata ritual tanpa makna, bukan pula ibadah individual yang hampa dari kehidupan sosial. Dalam ayat lain, bahkan Allah SWT menegaskan, mereka yang menegakkan shalatnya dengan benar, akan mampu menjadikannya sebagai sarana yang mencegah dirinya dari perbuatan yang keji dan munkar. Pada ayat lain pun, Allah SWT memerintahkan kaum muslimin agar menjadikan shalat sebagai penolongnya, dalam hidupnya yang sibuk dengan da'wah dan jihad. Da'wah dan jihad dalam pengertiannya yang luas.
Sedangkan ciri ketiga, adalah menafkahkan sebagian rezekinya di jalan Allah. Menafkahkan harta, bukan sekedar menunaikan kewajiban zakat semata, dimana zakat adalah mengeluarkan hak fakir miskin yang ada pada harta yang dimiliki semata, tetapi melalui infaq shadaqah maupun mewaqafkan hartanya, yang semua itu bertujuan untuk mendekatkan dirinya kepada Allah, dan menjalankan seluruh petunjuk Allah dalam hidupnya. Itulah tiga ciri orang yang merespon petunjuk Allah dengan benar, tanpa ada keraguan sedikit pun, sehingga menjadikan ayat-ayat Allah itu petunjuk dalam hidupnya… (KH. Hilman Rosyad Syihab, Lc.)[BKS]
diambil dari kotasantri.com
Comments