#Day6
.
Salah Kaprah Tentang Hijab
.
Oleh: Yumna Umm Nusaybah
(Member Revowriter London)
.
"Hey D, I have this niggling question about hijab. I hope you don’t get offended." Tanya kolegaku, Katherine saat kami dinas malam. (FYI dia memang memanggilku dengan inisial nama depan. Entah kenapa? Aku sih asyik asyik aja. Dan kaget juga saat dia menyebut kerudungku dengan bahasa Arab: HIJAB)
.
(Hey D, aku punya pertanyaan yang menggelitik tentang hijab. Semoga kamu tidak tersinggung)
.
"Yes, sure, fire away...I am more than happy to answer it" jawabku sok PeDe.
.
(Ya silahkan, tanya saja, aku seneng-seneng saja menjawabnya)
.
"I am always wondering, Errmmm... are you sleeping with that on (hijab)?"
.
(Aku selalu penasaran, apa kamu tidur dengan memakainya -hijab?)
.
.
Glodhak! Pingin ngakak tapi yo nggak sopan lah. Wong dia nanya baik-baik dan pingin tahu aja. Kalau ditertawakan, bisa-bisa dia merasa sudah mengajukan pertanyaan yang konyol.
.
Dengan senyum aku jawab, "No... I sleep in my PJ without hijab. I don’t shower with it. I don’t wear it at home as there is only my husband and my kids at home. I don’t wear it while I am cooking either"
(Ya nggak lah...aku tidur memakai piyama tanpa hijab. Aku juga tidak mandi sambil memakai hijab. Aku juga tidak memakainya dirumah karena hanya ada suami dan anak-anakku. Aku juga tidak memakainya saat memasak).
.
"Aaah...that is interesting. For some reasons I am thinking you have to wear that all the time even in your sleep. So when are you exactly wearing it?"
.
Akhirnya diskusi berlanjut tentang mahram, pernikahan, dan segala hal berkaitan dengan isu perempuan. Seingatku, Katherine memang gadis bule yang open minded. Dia mau mendengarkan. Tidak judgemental. Kami cocok kerja bareng. Dia sering teriak gembira kalau tahu aku ditugaskan bersamanya. Dia yang menyematkan panggilan istimewa untukku, "Speedy Gonzalez". Menurutnya meski aku berpakaian super tertutup (versi mereka), aku masih bisa gesit dan cepat dalam menyelesaikan pekerjaan. Walhasil, kita punya waktu istirahat yang lebih panjang.
.
Siapapun yang tinggal di negeri Barat. Memiliki jalinan dekat dengan pribumi setempat. Pasti pernah mendapat pertanyaan yang mirip atau bahkan sama. Pertanyaan Katherine bukanlah hal yang aneh. Sedikit lucu memang tapi aku malah suka jika mereka mau bertanya. Karena itu menunjukkan bahwa mereka mau terbuka dan mendengar penjelasan kita. Bagi yang tinggal di Eropa, Amerika, Australia, cobalah sekali sekali membuat survei kecil-kecilan. Tanyakan kepada masyarakat di luar sana, saat mendengar atau melihat perempuan berhijab apa kesan pertama mereka? Banyak tentunya.
.
Ada pertanyaan dan miskonsepsi yang lucu. Ada juga yang serius. Paling sering biasanya anggapan bahwa perempuan berhijab itu tidak berpendidikan. Mereka tidak fasih berbahasa Inggris. Bisanya hanya macak, manak, masak. Berikut yang umum dan sering disampaikan oleh mereka yang penasaran
.
.
1. Perempuan berhijab itu tertindas karena mereka tidak punya pilihan untuk bebas memilih berpakaian apa saja sekehendak hatinya.
.
Respon: Sebebas-bebasnya manusia di barat, mereka masih punya batasan. Dan ini sangat alami. Batasan kebebasan itu adalah kebebasan orang lain. Tidak ada kebebasan yang sifatnya mutlak. Satu contoh saja, jika ada orang berjalan sambil telanjang bulat di jalanan London, kemungkinan besar mereka akan diamankan oleh pihak kepolisian. Karena dianggap melanggar "public decency" dan "breach of the peace." Itu artinya setiap orang tidak ‘bebas’ semaunya. Ada ‘dress code’ dalam berbagai suasana. Ketika ada acara pesta, ke pasar, ke pertemuan resmi, ke kolam renang, masuk ke tempat ibadah dan lain sebagainya. Mengatakan bahwa perempuan berhijab tidak bebas, sungguh aneh. Kenyataanya para hijaber sendiri yang memilih berpakaian demikian. Jadi sebenarnya mereka sedang memakai ‘kebebasannya’ dengan memilih menutup auratnya. Toh mereka masih bisa memilih warna. Model kerudung (asal sesuai syariat). Jenis kain. Dan lain sebagainya. Tak ada hijaber yang keluar karena ada orang yang memaksa mereka dengan menaruh kain dikepalanya kemudian dia tak bisa melepasnya. Anehnya, meski para hijaber sudah berulang kali mengatakan bahwa mereka justru merasa bebas dari mata-mata liar dan hawa nafsu membara. Mereka merasa bebas menentukan siapa yang bisa melihat auratnya. Merasa bebas menyembunyikan lekukan tubuhnya. Eh tetap saja argumen bahwa hijaber itu tertindas tidak pernah habis dijajakan. Seolah para perempuan muslimah harus menerima tuduhan ini dan membenarkannya.
.
.
2. Mereka berhijab karena di paksa oleh Ayah, paman, Kakak lelaki atau suami.
.
Respon: Jika bertanya langsung kepada hijaber, mayoritas dari hijaber akan menjawab bahwa mereka berhijab tanpa paksaan, ancaman ataupun penindasan. Kalaulah ada, prosentasenya sangat kecil. Di website worldhijabday.com ada sebuah statistik. Diambil dari poling online melalui media instagram mereka dengan follower 40,000 dan FB dengan follower 790,000. Pertanyaan yang diajukan adalah "Were you forced to wear the hijab?" (Apakah kamu dipaksa memakai hijab?) 93% menjawab TIDAK dan 7% menjawab IYA.
Anehnya, meskipun para hijaber sudah ‘berteriak-teriak’ membuat video, press release, membuat pengakuan dan segala bentuk pemberitahuan kepada publik bahwa mereka memilih berhijab karena keinginan mereka sendiri. Karena mereka ingin mendekatkan diri kepada Tuhan. Karena mereka ingin diidentifikasi sebagai seorang Muslim. Karena mereka ingin menjalankan perintah agama. Karena mereka ingin dinilai dari ketinggian dan kecerdasan aqalnya dan bukan dari molek tubuh dan cantik parasnya. Dan berbagai alasan lainnya. Ah tetap saja miskonsepsi ‘hijab adalah paksaan’ ada di daftar pertama. Nah loh, siapa sebenarnya yang tidak mau mendengarkan uraian para hijaber? Apalagi yang musti hijaber lakukan supaya di dengar. Supaya gagal faham dan salah kaprah ini bisa di babat habis?
.
.
3. Hijab adalah penghalang kemajuan perempuan. Karena hijab lah perempuan muslimah tidak bisa berkarya. Karena hijab, mereka harus memendam mimpinya. Karena hijab, mereka harus merelakan peran muslimah dikebiri dan dibatasi.
.
Respon: Tak susah membuktikan kesalahan miskonsepsi ini. Jelas-jelas hal ini bertentangan dengan fakta yang ada. Berapa banyak dokter yang berhijab. Insinyur, interior designer, guru, personal trainer, broadcaster, jurnalis, penulis, peneliti, motivational speaker, dan segala bentuk profesi yang memakai hijab? Jika tuduhan diatas benar, mana mungkin ada muslimah berhijab dengan profesi tersebut diatas? Butuh pendidikan yang tinggi untuk bisa mencapai profesi-profesi tadi. Yang menarik, sekolah selevel SMP/SMA TERBAIK di Inggris justru diraih oleh Tauheedul Islam Girls' High School di Blackburn. Sekolah Islam khusus perempuan. Jika hijab memang menajdi penghalang, bagaimana mereka bisa menjustifikasi kenyataan diatas? Islam jelas mengharuskan seorang muslim cerdas, tangkas, berwawasan luas dan bijak. Perempuan dan laki-laki. Hijab bukan penghalang. Justru dengan hijab, menutup aurat dengan benar, tata pergaulan yang syar’i maka interaksi laki-laki dan perempuan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat MURNI hanya untuk kepentingan sosial. Bukan untuk meluapkan godaan syaitan. Atau memenuhi syahwat semata. Profesionalitas akan terjaga. Saling menghormati dan menghargai akan selalu ada.
.
Pesan moral
.
Yang terpenting! Apapun profesi, kedudukan, aktivitas dan kesibukan kita sebagai muslimah berhijab, tak perlulah bersusah payah membuktikan mereka (para pemegang prejudice) SALAH!
.
Kenapa? Karena jika niat awalnya hanya demikian maka tak akan ada ujungnya. Akan selalu ada tuduhan baru. Akan membutuhkan pembuktian baru. Semakin kita mengejar keinginan untuk di akui oleh orang yang tidak memahami cara pandang kita. Semakin kita ingin divalidasi oleh mereka yang tidak bisa melihat hukum Islam dengan lensa yang sebenarnya, maka semakin jauh kita dari tujuan awal mempertahankan kemuliaan Islam.
.
Satu contoh, karena ingin membuktikan perempuan berhijab bisa segala macam, akhirnya ada atlit berhijab. Ajang putri-putrian berhijab. Penyanyi berhijab. Penari berhijab. Komedian berhijab. Rapper berhijab. Entah sampai dimana batasannya? Pernahkah terpikir, cara merespon kesalah fahaman tentang image hijaber seperti ini justru kontraproduktif? Oke lah kalau masih dalam koridor syara’. Bagaimana kalau justru kita terperangkap di dalam maksiyat yang berbungkus hijab. Kan menambah masalah? Bukannya meluruskan kesalah fahaman dan miskonsepsi. Yang ada justru menambah daftar miskonsepsi baru tentang pengertian hijab dan peran hijab yang sebenarnya.
.
Aku yakin banyak yang setuju dan tidak setuju dengan pandangan di atas. Saya persilahkan diskusi dan berdebat dengan cara yang ahsan.
.
Wallahu ‘Alam
.
London, 7 Februari 2020 pukul 21:31 GMT
.
Keterangan gambar: Diambil saat berkunjung ke Weesp, Belanda bulan Desember 2018.
#HijabEveryDay
#HijabSampaiMati
#HijabPerintahAllah
#goresanyumna
#KisahDariInggris
Comments