#Day1
.
Pro Kontra World Hijab Day
.
Oleh: Yumna Umm Nusaybah
(Member Revowriter London)
.
#WorldHijabDay (WHD) jatuh pada tanggal 1 Februari. Tahun 2013 adalah tahun pertama inisiatif ini di lakukan. Gerakan ini dipelopori oleh seorang muslimah keturunan Bangladesh yang pindah dari negara kelahirannya dan kemudian besar di New York sejak berusia 11 tahun. Namanya Nazma Khan.
.
Nazma menjadi satu-satunya anak yang memakai kerudung di sekolah menengah. Dia memiliki pengalaman pahit di sekolahnya sebagai seorang hijaber (pemakai kerudung/khimar). Berikut penuturannya di ambil dari website official worldhijabday.com
.
"Tumbuh di Bronx, NYC, saya mengalami banyak diskriminasi karena kerudung saya," katanya. Di sekolah menengah, saya dikata-katai dengan sebutan 'Batman 'atau' ninja '. Semasa kuliah pasca 9/11, saya dipanggil Osama bin laden atau teroris. Mengerikan. Saya pikir satu-satunya cara untuk mengakhiri diskriminasi adalah jika kami meminta para perempuan memakainya sendiri dan merasakan perlakuan orang terhadap pemakai hijab.“
.
Tujuan awal dari Nazia adalah mengundang para perempuan memakai hijab selama sehari (1 Februari) dan melihat sendiri perubahan sikap orang disekitar kita dalam memperlakukan seseorang dengan selembar kain di kepalanya. Secara personal, mereka tetaplah orang yang sama. Namun tak dipungkiri banyak perubahan drastis dari cara orang memandang dan memperlakuan pemakai hijab (kerudung).
.
Di negeri Barat sendiri sudah banyak sekali survei yang membuktikan bahwa ada perlakukan diskrimansi, penyerangan secara fisik dan verbal kepada perempuan berhijab. Meski belum pernah mengalami secara langsung. Tapi aku pernah menuliskan kisahku di sebuah tulisan dengan judul ‘Menjadi minoritas setelah 14 tahun di Inggris’ silahkan di baca di http://ameeratuljannah.blogspot.com/2018/12/menjadi-minoritas-setelah-14-tahun.html
“Women 'attacked for wearing hijabs' in London suffer possible broken ribs and internal bleeding” (The Independent 3/11/2019)
.
Shocking moment hijab-wearing pregnant woman is viciously punched in ‘Islamophobic’ attack (The Sun 23/11/2019)
.
Muslim ‘has hijab ripped off and pelted with eggs’ in savage attack (Metro News 20/08/2019)
.
Man attacked the woman and spat in her friend's face while they waited for a Tube at Baker Street. (News.sky 17/07/2017)
.
Demikianlah beranda berita Inggris. Wanita berhijab di serang secara fisik dan verbal hampir setiap bulan. Boleh di cek di website yang mendokumentasikan tindakan diskriminasi dan islamophobia di www.tellmamauk.org.
.
Tak heran jika Nazma dan banyak wanita diseluruh jagat raya merasa perlu menunjukkan kepada dunia bahwa tidak gampang menjadi wanita muslimah dengan identitas keislamannya. Sehingga perlu ada toleransi agama dari orang-orang di luar sana.
.
Ini adalah sebuah cara membuka wacana dan dialog dengan orang orang yang belum mengerti tentang alasan perempuan memakai hijab. Satu cara saja. Sekarang yang terpenting adalah isi dari diskusinya. Karena percuma jika kita meminta orang memakai hijab sehari saja namun tidak diIringi dengan diskusi tentang kenapa wanita muslimah memakainya, kenapa hanya selembar kain tapi mengundang banyak masalah? Siapa yang berperan mendorong perlakuan islamophobia? Kenapa kerudung telah membuat banyak orang marah? InsyaAllah akan ada di tulisan berikutnya.
.
Inisiatif Nazma bukan tanpa cibiran dan tantangan. Banyak sekali artikel yang ditulis oleh beberapa muslim liberal yang menunjukkan keberatan mereka dengan meminta wanita (muslim/non muslim) mencoba memakai hijab di tanggal 1 Februari. Salah satu yang sangat menentang adalah Yasmine Mohammed. Dia besar di keluarga muslim taat di Kanada namun merasa dipaksa untuk taat pada syariat. Dia merasa tidak punya pilihan. Dan mendorong para wanita untuk melepas hijabnya di tanggal yang sama. Menurut Yasmine dan bala jaer-nya, ada sebuah hipokrasi alias kemunafikan dari cara Nazma meminta orang memakai hijab sehari saja. Nazma tumbuh, besar dan tinggal di Amerika. Negara yang ‘dikenal’ memberikan kebebasan bagi siapa saja dari cara mereka berpakaian, berperilaku, beragama dan berpendapat. Justru yang tidak memberikan kebebasan untuk memilih berkerudung atau tidak adalah negeri-negeri Islam di timur tengah. Seharusnya merekalah yang harus belajar toleransi dalam beragama dan memberikan pilihan kepada penganutnya. Masalahnya, negara yang mereka sebutkan bukanlah perwakilan Islam. Mereka adalah negara yang mengklaim Islam sebagai dasar negara namun banyak praktek yang didasarkan pada budaya. Bukan syariat agama. Jadi menurut Yasmine dan kawan kawannya, adalah salah jika Nazma yang tinggal di barat malah meminta penduduknya bertoleransi.
.
Tentu debat yang berkaitan dengan syariat tidak akan ada ujungnya jika dasar atau lensa yang dipakai untuk melihat masalah ini tidak sama. Bagi orang yang tidak beriman, kerudung hanya selembar pakaian. Namun bagi seorang muslimah, kerudung/hijab dan jilbab adalah simbol ketaatan. Memang tidak ada jaminan orang yang berhijab lebih ‘baik’ dan lebih kuat imannya. Karena hanya Allah ï·» yang bisa mengukur kadar keimanan seseorang. Namun bagi mereka yang mengenakan kerudung dengan niatan mengikuti perintah Allah ï·» (bukan sekedar ikut-ikutan trend/fashion/teman) maka mereka sudah selangkah menunjukkan ketaatan. Perilaku lainnya adalah urusan baru lagi.
.
Kami, para hijaber pun tidak pernah meng-klaim bahwa kami berada dipuncak keimanan hanya karena selembar kain dikepala. Jadi tak perlu merasa dihakimi jika kami mengajak mereka yang belum berhijab untuk kembali taat kepada Rabbnya.
.
London, 1 Februari 2020
#HijabEveryDay
#HijabSampaiMati
#HijabPerintahAllah
#goresanyumna
#KisahDariInggris
Comments