Pagi yang bikin hati sumringah...
.
“Mama, this morning I woke Nusaybah up for Salatul Fajr and I asked her to pray together.” (Mama, pagi tadi aku yang membangunkan Nusayabh untuk solat dan aku minta kita solat bersama), Ujar sang Adek Rumaysa.
.
Meski usianya baru saja genap tujuh tahun tapi Rumaysa yang paling disiplin dan rajin solat. Allahumma Bariklaha.
“Well done, ماشاء الله girls. I am super proud of you Rumaysa, you will earn the reward for encouraging others to do good deeds and well done to Nusaybah to respond well and accept the advise even though it comes from your younger sister” (Bagus Nak, aku bangga banget padamu Rumaysa, kamu akan dapat pahala karena mendorong orang lain untuk melakukan amal baik dan juga padamu Nusaybah sudah mau dan menerima ajakan baik meski itu datang dari adikmu). Seperti biasa...emak mulai ngoceh.
.
“And all the rewards will go to you Mama, as we are not baligh yet” jelas Rumaysa. (Dan semua pahala akan engkau peroleh Mama, karena kami kan belum baligh).
.
“Amin, that’s true...but I am sure you will be rewarded too whenever you make your parents pleased. I am so pleased with your actions this morning. And remember, when parents please with their children, then Allah will please with them. If Allah ﷻ pleases with us then we will have a happy and content life, full of blessings and we will find Allah ﷻ always there to help us. If you keep doing what you’re doing this morning, then it will become your good habit and eventually praying will become a second nature” Jelasku panjang lebar. (Amin, ya benar juga, tapi aku yakin kamu juga akan mendapat pahala -kebaikan- setiap kali kamu. membuat orangtuamu ridha. Aku ridha banget dengan perbuatanmu pagi tadi. Dan Ingat, jika orang tua kita Ridha kepada kita, maka Allah ﷻ juga akan Ridha. Dan jika Allah ﷻ Ridha maka kita akan mendapatkan keberkahan hidup, bahagia dan qana’ah. Kita akan menjumpai Allah ﷻ senantiasa ada bersama dan menolong kita. Jika kamu terus melakukan apa yang kamu lakukan seperti pagi tadi maka suatu saat itu akan menjadi kebiasaan dan solat akan menjadi bagian yang mudah dilakukan)”
.
Bahagia itu sederhana. Anak mau solat dan ngaji tanpa diaba-aba. Anak mau berjamaah tanpa di perintah. Anak mau belajar keras untuk ujian tanpa di paksa. Terlepas hasilnya seperti apa. Anak menghafal Quran dengan suka rela. Anak peduli dengan kondisi temannya. Anak berani tampil beda dengan identitas muslimnya. Anak yang masih mau di cium meski mereka sudah tinggi besar melebihi ibu bapaknya. (Curhat teman pagi ini)
.
Disitulah bahagia...
Jika memang kita mau mensyukurinya.
Kadang kita menuntut ekstra dari mereka (anak-anak kita). Apa yang tidak bisa kita raih saat masih muda. Apa yang tidak bisa kita praktikan saat masih belia. Kita “make sure” hal itu ada pada anak kita.
Kadang justru anaklah yang menjadi korbannya. Kita menuntut mereka menjadi 1000x lebih baik dari kita. Dengan dalih, “Kan boleh bercita-cita!”. Atau “Katanya harus punya visi dan mimpi yang tinggi”.
Pernahkan kita bertanya, apakah mereka bahagia? Apa makna bahagia di benak mereka? Apakah mereka memiliki pilihan? Dan apakah kita mengajarkan bagaimana mengambil keputusan dan berani dengan konsekuensinya?
.
Jangan jangan mereka hanya korban kegagalan masa muda kita. Karena kita gagal, kita tidak ingin mereka mengulangnya. Walhasil yang muncul adalah mendidik anak bukan karena ingin menjadikan mereka manusia yang nantinya setia kepada Rabb dan tuntunanNya. Namun mendidik mereka sebagai ajang “balas dendam” atas ketidak mampuan kita mencapai apa yang kita inginkan saat muda. Pendek kata, aktualisasi diri melalui anak-anak yang berprestasi.
.
Bukan...Ini bukan untuk menghakimi orang tua yang mendorong anak-anaknya sekuat tenaga. Atau orang tua yang memfasilitasi mereka dengan berbagai kegiatan dan kesibukan. Bukan pula ingin mencoba meluluh lantakkan impian hebat yang susah payah di ajarkan. Hanya sekedar renungan. Mari kita teliti kembali, apa yang sebenarnya yang menjadi acuan. Apa yang mendasari semua impian? Kalau sekedar gharizah Baqa’ (naluri mempertahankan diri) maka sangatlah di sayangkan.
.
Apalagi tumbuh kembang anak tidak akan terulang. Karakter yang terbangun di awal
masa akan terpatri selamanya.
.
Sayangnya...Menjadi orang tua tidak pernah ada kursusnya. Apalagi jenjang pendidikan. Semua orang tua terjun payung seketika bayi lahir ke dunia. Buku parenting memang sudah di baca. Filosofi pendidikan juga sudah di pelajari sampai tuntas. Namun percayalah, setiap orang tua pasti pernah merasa kelabakan, kebingungan dan merasa kehilangan arah saat membersamai tumbuh kembang anak-anak mereka. Belum lagi saat anak mulai sekolah apalagi menjelang kuliah.
.
Setelah 10 tahun menjadi orang tua. Menelaah berbagai macam cara orang tua mendidik anak-anaknya. Melihat perjuangan orang tua menyekolahkan anak-anaknya. Atau memilih home schooling karena keraguan mereka terhadap sistem pendidikan di negaranya. Aku berkesimpulan bahwa mendidik dan mengasuh anak itu kombinasi. Kombinasi apa saja?
.
1. Pengalam hidup masing masing orang tua.
2. Kejadian penting yang memunculkan rasa sedih sekaligus bahagia.
3. Ilmu, teori dan pengetahuan tentang bagaimana mendidik anak.
4. Kebiasaan harian orang tua.
5. Karakter dasar mereka.
6. Visi dan misi hidup yang sesungguhnya. (Bukan sekedar teori).
7. Baggage alias sampah dari masa lalu. Hal buruk yang belum bisa kita lepas dan masih berpengaruh besar ketika kita mengambil keputusan.
8. Dinamika pernikahan (apakah dia LDR atau punya keluarga besar).
9. Latar belakang keluarga.
10. Cara orang tua membesarkan kita.
11. Kondisi fisik, psikis, mental, finansial, Spiritual dan Al Al lainnya 🙂
.
Dan masih banyak faktor lainnya. Loh apa dong kesimpulannya?
.
Sederhana: nggak perlu menghakimi cara orang mendidik anak-anaknya. Bantu dan ajari jika kita punya ilmunya. Itupun jika mereka meminta. Jangan ‘ujug-ujug’ ngasih solusi tanpa basa basi. Karena setiap orang tua dan anak adalah istimewa!
.
Karenanya, tak perlu rendah diri dengan kemampuan kita sebagai orang tua. Asal kita mau terus belajar dan selalu mencoba. Pasti ada hasilnya. Yang keliru adalah merasa pintar dan sok tahu. Hingga berhenti mencari ilmu.
.
Allah memberi kita amanah berupa anak. Itu adalah investasi terbesar. Layaknya Rezeqi lain yang Allah ﷻ berikan. Mau kita apakan dan bagimana kita menjaganya. Akan ada pertanggung jawaban.
.
Selamat berjuang wahai para orang tua. Semoga Allah ﷻ selalu membersamai langkah kita.
اللهمّ امين يا ربّ العالمين
London, 16 Desember 2019
#Revowriter
#UnekUnek
#RenunganDiri
Comments