Skip to main content

#AgnezMo: Krisis Identitas Kaum Minoritas?

Oleh: Yumna Umm Nusaybah 

(Member Revowriter London)

.

Hayyah! Judulnya serius banget mak?! 

Ember...Eh Emang...karena itu adalah kesimpulanku setelah melihat sendiri wawancara Agnez Mo bersama dengan Kevan Kenney di acara Yahoo’s BUILD Series. 

Netijen murka karena pernyataan Agnez yang di anggap lupa asal usulnya. Lupa siapa yang membesarkan namanya. Bagai kacang lupa kulitnya. 

.

Dalam wawancara berdurasi hampir 30 menit itu, Agnez Mo menyatakan, 

.

"I actually don’t have Indonesian blood whatsoever. I’m actually German, Japanese, Chinese -- I was just born in Indonesia. And I’m also Christian, which is in Indonesia the majority there are Muslims. So I’ve always been kind of, you know, like, I’m not gonna say that I’ve felt that I don’t belong there, because I always felt like the people accepted me for who I was. But there’s always that sense of, ‘ugh… I’m not like everybody else’,

.

Terjemahan bebasnya, "Sebenarnya saya tidak punya darah (keturunan) Indonesia sama sekali. Saya keturunan Jerman, Cina dan Jepang. Dan saya juga seorang pemeluk agama Kristen sedangkan Indonesia mayoritas beragama Islam. Jadi selalu ada rasa berbeda. Saya tidak akan mengatakan bahwa saya tidak merasa memiliki (Indonesia). Masyarakat (Indonesia) menerima saya apa adanya tapi selalu ada rasa bahwa saya berbeda dari orang kebanyakan. 

.

Secara pribadi, menurutku ini adalah perasaan yang wajar dimiliki oleh orang yang berdarah campuran seperti Agnez. 

.

Belum lagi dia memeluk agama minoritas dan berupaya keras untuk mempertahankan dan mempraktikannya (aktif ke gereja dll). Bisa jadi kepindahan Agnez ke Amerika telah membuatnya merasa diterima dan akhirnya bertemu dengan lingkungan yang senada dengan identitasnya. Terlepas dari evolusi dari diri Agnez sendiri secara fisik dan mental karena industri musik yang di gelutinya menuntutnya demikian, sebenarnya bisa dimengerti dari mana perasaan ‘berbeda’ itu muncul. 

.

Kasus seperti ini banyak terjadi untuk

Kaum muda di Inggris. Mungkin tidak sama persis namun ada kemiripan. 

.

Skenario pertama: bapak ibu asli keturunan Indonesia, taat agama, anak-anaknya dibesarkan dengan nilai2 Islam, adab Islam namun agama sekedar solat puasa zakat dan etika etika baik lainnya. Saat mereka berbenturan dengan nilai kebebasan di jantungnya negara kapitalis (Inggris) ini maka banyak dari pemuda pemudi ini tidak tahu kemana mencari jawaban tentang siapa mereka sebenarnya? 

.

Apakah mereka orang Indonesia? Inggris? Atau Indonesia yang numpang hidup di Inggris? Atau muslim berwarga negara Inggris? Kalaulah mereka orang Indonesia, nyatanya mereka tidak pernah tumbuh dengan budaya masyarakat Indonesia. Kalaulah ada, hanya dalam lingkup kecil di Keluarga. Saat mereka pergi sekolah, kuliah dan bekerja, cara mereka ‘treat others’ haruslah senada dengan kultur lokal (kultur kebaratan bukan ketimuran)

.

Skenario kedua: suami/ isteri Indonesia yang kawin campur. Seperti kasusku sendiri. Ini lebih ruwet lagi. Karena mereka biasanya campuran dua negara, bahasa dan budaya. Misalkan ibu Indonesia dan bapak muslim keturunan India yang tumbuh besar di Inggris maka si anak akan kebingungan juga untuk mendefinisikan siapa mereka sebenarnya. Apa iya Indonesia, kenyataannya mereka tidak fasih berbahasa Indonesia. Pun berbahasa India. Bahasa mereka bahasa Inggris. Namun kulit mereka tidak putih, nilai kebebasan barat tidak sepenuhnya bisa di ambil karena ada tradisi Indonesia dan India yang sedikit banyak akan membuat mereka malu atau ‘sungkan’.

.

Jika seorang anak/ individu sudah merasa bingung dengan siapa sejatinya mereka, maka ini saatnya intervensi. Jelaskan apa yang sebenarnya membentuk identitas seseorang. 

.

Sering aku mendapat curhatan kaum ibu yang merasa ‘kehilangan’ anaknya. Mereka tidak lagi mengindahkan unggah ungguh tradisi ketimuran yang notabene harapan ortu. Yang ada, si anak merasa tidak relevan, tidak fit in dengan lingkungan pergaulan. Akhirnya, anak lebih memilih gaya hidup bebas yang mengagungkan hawa nafsu, hedonisme, individualisme, kebebasan berperilaku, berpendapat, beragama. Ketika orang tua tidak bisa menjawab dan ‘keep up’ dengan perang batin si anak, maka wajar jika anak mencari jawaban identitas dirinya dari luar. Mereka mengikuti bagaimana masyarakat mengidentifikasi dirinya. Mengikuti teman temannya. Mengikuti yang enak enak saja. Mengikuti yang mereka anggap ‘cool’ alias keren! 

.

Bagaimana anak anak kita mengidentifikasi dan mendefinisikan diri sendiri akan menentukan sikap dan pilihan pilihan hidup selanjutnya.

.

Selagi mereka masih kecil, selagi mereka

masih muda, selagi kepercayaan anak kepada orang tuanya masih 100%, selagi mereka yakin bahwa kita selaku ortu ‘selalu’ benar. Selagi semua kepercayaan itu masih ada, manfaatkan dan bimbing mereka sebaik-baiknya untuk mencari jati diri yang sebenarnya.

.

Siapakah kita jika embel-embel anak, ortu, sodara, pelajar, pekerja, etnis jawa, Cina, Indonesia, India, paspor Inggris atau Indonesia di lepas semua? 

.

Jawabnya kita hanya seorang HAMBA dari SANG MAHA PENCIPTA. Inilah identitas kita yang sesungguhnya. Sekuat apapun orang ingin mengingkari, maka sesungguhnya predikat hamba ini akan selalu melekat! 

.

Dalam sebuah penjelasan tafsir surat Al Fatihah oleh Ustad Nouman Ali Khan, beliau menjelaskan lawan dari Rabb/Master/Tuan adalah Hamba. 

.

Allah ﷻ adalah Tuan kita dan kita adalah hambaNya.

.

Tuan memiliki semuanya. Sedang hamba tidak memiliki apa-apa termasuk didalamnya tidak memiliki keinginan dan kebebasan. Mereka hanya bisa bergerak, memilih dan memutuskan berdasar pada arahan Tuannya. Di sinilah ketaatan pada syariat menjadi mutlak. Syariat diberikan untuk kebaikan kita sendiri sebagai seorang hamba. Mungkin ada kesan berat, mengekang bahkan butuh pengorbanan untuk menjalankannya.

Namun semua diberikan oleh Rabb kita karena Dia Maha Tahu apa yang baik dan yang buruk untuk kita. 

.

Hamba tidaklah memiliki apa-apa. Yang kita miliki hanya transfer kepemilikan. Allah ﷻ lah pemilik mutlak segala galanya hatta nyawa kita! 

.

Karenanya, jika ada yang mengingkarinya maka sebenarnya mereka hanya hidup dalam ilusi dan berhalusinasi. 

.

Tujuan kita di adakan di dunia ini sudah di sebutkan oleh Sang Pencipta Kehidupan.

.

Surat adz-Dzariyat Ayat 56 Allah ﷻ berfirman:


‎وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ 


Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

.

Jika ide ini sudah solid dalam diri orang tua. Menjadikannya misi hidup. Tak ada keraguan lalu fokus membangunnya. Maka akan mudah dan penuh percaya diri, ortu akan mampu menularkannya kepada putera puterinya.

.

Jika ortu masih bingung dengan visi dan misi hidupnya atau hanya sekedar ingin anak soleh tanpa ada kejelasan makna soleh yang di inginkan maka jangan salahkan jika anak menjadi korban kebingungan kita. 

.

Sekarang bayangkan, kita meminta anak anak tunduk pada budaya ketimuran, lalu ditambah dengan tuntutan untuk tunduk pada syariat Islam di tengah hujatan dan olok-olok dari berbagai media akan buruknya wajah Islam. Betapa tidak bertambah kebingungan dan ketakutan anak-anak kita.

.

Jika mereka memilih identitas utamanya sebagai muslim maka mereka harus siap menjadi ‘the odd one out’ diantara teman temannya. Aneh sendiri lah pokoknya. Jika mereka melepas identitas muslimnya maka murka Allah dan ortu taruhannya. 

.

Huge pressure! 

.

Sebelum masa itu tiba, perlu ada proses menyiapkan. Ini beberapa hal yang bisa kita lakukan

1. Menghembuskan ide ide ke benak mereka bahwa berbeda bukan berarti tercela. Berbeda bukan berarti rendah. Berbeda tidak seharusnya membuat kita rendah diri.

2. Bangun kepercayaan diri mereka dengan banyak memuji kebaikan dan kelebihan mereka. 

3. Kenalkan mereka dengan kehebatan panutan kita. Rasulullah ﷺ dan para Sahabatnya.

4. Dekatkan mereka dengan kisah kisah nabi terdahulu. Tunjukkan pelajaran dari kisah anbiya’ bahwa kebenaran akan selalu berhadapan dengan kebatilan. Siapa yang teguh memegang kebenaran maka dia akan selalu dimenangkan oleh Allah ﷻ 

5. Pikirkan langkah praktis dan exit plan jika kondisi tidak lagi kondusif untuk iman anak anak kita yang masih lemah

6. Senantiasa memohon kepada Allah ﷻ agar di tunjuki dan di beri kemudahan 

7. Bagi para ortu, Siapkan amunisi ilmu sebanyak banyaknya dan praktikan di kehidupan keseharian sebagus bagusnya

8. Islam bukan hanya membaca Quran, solat dan puasa. Islam adalah jalan hidup. Jawaban atas semua pertanyaan. Solusi dari setiap permasalahan. Sebagai pendidik, kita harus mampu menujukkan kelebihan dan kehebatan Islam kepada anak anak kita. Jangan sampai mereka justru melihat Islam sebagai hambatan atau bahkan ide kuno yang tidak layak lagi di perhitungkan. 

9. Ajak mereka diskusi setiap harinya. Lontarkan pertanyaan hipotesa yang mungkin akan mereka hadapi saat mereka besar. Pertanyaan seputar tantangan menjadi pelajar, teenager, teman, aktivis, dll. 

10. Beri kesan bahwa Islam itu menyenangkan. Beban itu akan selalu ada dalam setiap fase kehidupan. Namun fokus kita bukan dunia tapi Ridha Allah ﷻ dan surgaNya.

11. Perkaya tsaqofah dengan update tantangan tantangan baru yang sedang dihadapi pemuda/di Muslim. Semacam online bullying, pressure untuk punya instagram, cantik dengan make up, dan lain sebagainya. Gali dan cari jawaban paling tepat untuk pertanyaan pertanyaan yang sengaja dilontarkan untuk menyudutkan Islam dan membuat mereka ragu. 

.

Kalau ada yang bertanya: apakah Yumna siap? Jelas belum! Rasanya tidak banyak ortu yang PD dan siap menghadapi tantangan mendidik anak-anaknya supaya hebat di masa depan. Namun jangan khawatir! Ada Allah ﷻ yang akan selalu mengiringi, menemani, memberi jalan, kemudahan serta kekuatan untuk orang yang bersandar hanya kepadaNya dan bukan pada kekuatan diri mereka semata.

.

London, 29 November 2019


#RenunganJumat

#Revowriter

#NasehatDiri

#Islam

#KisahDariInggris

#GeMesda

Comments

Popular posts from this blog

my Special Student

Seneng...happy lega dan terharu...itulah yang aku rasakan ketika murid 'istimewaku' menyelesaikan Iqra jilid 6 minggu yang lalu...percaya atau nggak aku menitikkan airmata dan menangis sesenggukan dihadapan dia, ibu dan kakak perempuannya....yah...airmata bahagia karena dia yang setahun yang lalu tidak tahu sama sekali huruf hijaiyah kini bisa membaca Al Quran meski masih pelan dan terbata bata...tapi makhrojul hurufnya bagus, ghunnahnya ada, bacaan Mad-nya benar....dan aku bayangkan jika seterusnya dia membaca Quran dan mungkin mengajarkannya kepada orang lain maka inshaAllah akan banyak pahala berlipat ganda... Namanya Tasfiyah ...seorang gadis cilik bangladeshi berusia 6 tahun saat pertama kali aku bertemu dengannya....Ibunya sengaja mengundangku datang ke rumah nya karena memang tasfi tidak suka dan tidak mau pergi ke masjid kenapa? karena sangat melelahkan...bayangkan aja 2 jam di setiap hari sepulang sekolah, belum lagi belajar bersama dengan 30 orang murid didampingi 1

Tuk Semua Ibu-Ibu

At 05 July, 2006 , Mother of Abdullaah said… Whaa kalo aku pribadi, emaknya sendiri musti banyak belajar.. kira2 kalo ngimpi punya anak hafidzah 'layak' gak ya :D At 05 July, 2006 , Inaya Salisya said… Wah subhanalloh ya.. Ina juga pengen mbak, tapi ga ada do it hehe... ummu Aqilla terharuuu...terharu biru...jadi semangat nyiapin anak jd hafidz nhafidzah. jazakillahkhoir, ukh! Atas dasar 3 komen diatas akhirnya aku tertarik untuk ngasih komentar tentang cita cita punya anak hazidz/hafidzah...dimanapun seorang ibu pasti ingin anak2nya menjadi anak yang sholeh dan sholehah...hanya mungkin gambaran masing2 ibu berbeda dan derajat kesholehan yang mereka gambarkan dan inginkan juga pasti berbeda satu sama lain.....namun terlepas dari itu semua, setiap ibu muslimah pasti sangat bahagia dan bangga jika punya anak2 yang bisa menjadi penghapal Quran alias hafidz...kenapa ? karena sekian banyak pahala yang bakal dapat diraih dari sang Ortu dan juga sang anak..hanya saja cita2 y

Kisah sedih seorang dokter

Al kisah ada seorang teman laki laki yang pernah bersekolah dengan suami waktu jaman SMP dan SMA. Sebut saja namanya Amr, Amr datang dari keluarga miskin bahkan bisa dibilang sangat miskin, dia dirawat oleh bibinya yang juga kekurangan. Tidak jarang Amr harus menahan lapar ketika berangkat sekolah. Namun semangatnya yang tinggi mengalahkan rasa laparnya....hari berganti hari, Amr melanjutkan sekolah ke SMP, disitulah Amr bertemu dengan suamiku, hampir tiap hari mereka berbagi makanan bersama, subhanAllah...meski demikian, bisa dibilang Amr sangat cerdas dan pekerja keras, hal ini terbukti dengan prestasi sekolah yang patut bibnya banggakan. Di SMP itu ada sekitar 12 kelas dan masing masing kelas ada sekitar 70 siswa.....diantara ratusan siswa Amr selalu menjadi juara 1, sampai sampai dia diberi kebolehan naik kelas berikutnya hanya dalam waktu 6 bulan, walhasil dalam setahun dia naik kelas 2 kali dan setiap naik kelas dia selalu menjadi TOP STUDENT! Ketika masuk SMA, hal yang sam