#RevowriterWritingChallenge
#Day1
#1Dari10Tulisan
.
Tulisan ini untuk #RevowriterWritingChallenge. Saya akan menantang salah satu dari teman saya untuk menulis tema serupa di akhir tulisan
.
Lamaran Setiap Minggu
Oleh: Yumna Umm Nusaybah
.
Judulnya bikin baper nggak sih? Percaya nggak percaya, kejadian ini nyata adanya. Seorang lelaki melamar seorang perempuan SETIAP MINGGU. Ini bukan prank dan juga bukan mainan. Bukan sulap dan bukan pula sihir (hayyah). Terus?
.
Begini ... sebenarnya lelaki dan perempuan ini sudan menikah selama 45 tahun! Tapi sayangnya di usianya yang sudan senja, sang isteri menderita Alzheimer. Sebuah penyakit degeneratif yang mempengaruhi sel-sel otak. Salah satu ciri khasnya adalah penurunan daya ingat, penurunan kemampuan berpikir dan bicara, serta perubahan perilaku secara bertahap. Penyebab pasti penyakit Alzheimer belum diketahui. Akan tetapi diduga Alzheimer terjadi karena pengendapan protein di dalam otak, sehingga menghalangi asupan nutrisi ke sel-sel otak (google).
.
Jadi sang isteri ini tidak ingat sama sekali bahwa dia sudah menikah 45 tahun lamanya!
Namun demikain, sang Suami tidak lantas meninggalkan isterinya begitu saja atau malah mencari penggantinya. Sebaliknya, sang Suami dengan setia menemani isterinya, merawatnya dan tak sedikitpun marah atau kecewa karena sang isteri kini lupa akan statusnya. Lupa akan suaminya. Lupa akan masa masa indah pernikahan mereka. Rajutan cinta puluhan tahun lamanya, tak tersisa di benaknya.
.
Bayangkan saja rasanya! Jika kita berada pada posisi sang suami. Mari tanya diri kita sendiri, akankah kita masih setia? Atau kita move on karena banyak hal yang bisa kita lakukan tanpa harus menanggung beban merawat isteri yang sakit dan pelupa? Akankah kita bertahan dalam pernikahan sedemikian rup?
Kalaulah kita tetap setia, apa faktor pendorongnya? Karena cintakah? Karena kasihankah? Atau karena tak ada lagi pilihan terbaik selain bertahan menjaga isteri yang sudah setia mendampingi sekian dekade lamanya?
.
Menariknya, Sang Suami ini memilih setia. Tak hanya itu, dia ingin selalu memberikan kebahagiaan kepada isterinya dengan memberikan kejutan setiap minggunya. Dengan cara apa? Melamar sang isteri. Tak hanya sekali tapi setiap minggu. Kenapa? karena sang Suami melihat kembali luapan kebahagiaan di wajah sang isteri seperti saat dulu pertama dia melamarnya. Seorang penderita Alzheimer masih memiliki rasa. Dia juga mampu memroses rangsangan rasa bahagia. Bermodal ini, sang suami ingin selalu menghadirkan senyum bahagia di wajah isteri tercintanya.
.
Entah apa lagi kalau bukan cinta yang melandasinya. Tentunya bagi sang suami sangatlah menyakitkan karena dia tahu ini bukanlah kejadian yang sebenarnya. Ini adalah sandiwara manis demi tetap membahagiakan isterinya. Bagi sang suami, senyum dan kebahagiaan sang isteri saat dilamar menjadi obat yang luar biasa. Meninggalkan memori manis di masa tua mereka. Pilu karena dilupakan tak menjadi penghalang untuk memberikan kebahagiaan kepada kekasihnya.
.
Video yang aku peroleh dari instagram ini mampu meluberkan airmata. Aku kagum akan kesetiaan sang suami. Mungkin memang bukan agama yang mendasari kesetiaan mereka. Bukan pula impian surga yang abadi selamanya. Namun rasa sayang dan cinta yang menghujam ke dalam dada. Cinta yang mengakar kuat karena kebersamaan sekian lama didalam suka dan duka.
.
Di hari yang sama aku mendengar kisah tentang pernikahan pasangan muda yang berakhir dengan perceraian. Hasil pernikahan yang membuahkan 1 anak menjadi perang bratayuda. Sang suami menyalahkan isteri dan sebaliknya. Anak menjadi rebutan dan dijadikan senjata untuk saling menyakiti dan mencari pembenaran.
.
Sang lelaki berusia 29 tahun sedang perempuannya kurang lebih 26 tahun! Pernikahan seumur jagung seolah menjadi tren bagi banyak kaum muda. Kawin cerai dalam tempo bulanan. Pernikahan bukan lagi ikatan sakral. Suami/isteri seolah seperti kaos kaki yang dengan mudah dilepas dan diganti.
Tentunya kita tidak membicarakan tentang pernikahan yang memang bermasalah sejak awal. Bukan pula pernikahan yang dipenuhi dengan visi misi yang tak sejalan. Atau pernikahan yang diwarnai penindasan (abuse) baik itu fisik maupun emosional.
.
Kita membahas tentang pernikahan pada umumnya. Dimana ada intrik dan bumbu-bumbu pedasnya. Sayangnya, di zaman yang serba instan ini sadar atau tidak telah membentuk jiwa kita instant juga. Susah sedikit, menyerah. Lama sedikit prosesnya, menyerah. Berat sedikit, melemah! Padahal salah satu alasan kenapa menikah itu berpahala besar adalah karena besarnya ujian dan banyaknya gelombang di dalamnya.
.
Menikah seharusnya dikawal dengan visi ingin merubah diri menjadi lebih baik. Saling mengisi atas kekurangan masing-masing. Bersabar atas kekurangan pasangan. Bersyukur atas kelebihan mereka. Memaafkan atas kesalahan mereka. Memberi ruang untuk mereka tumbuh bersama waktu. Memberi kesempatan kepada diri sendiri untuk mengakui kekurangan dan memperbaikinya. Kupikir itulah kuncinya. Mudah ditulis dan diucapkan namun memang butuh perjuangan untuk menerapkan.
Semoga kita diberi kemudahan untuk tumbuh besar bersama dalam ikatan sakral pernikahan.
Bagi para jofisa, siapkan kesabaran seluas samudera dan open minded atas proses l percepatan pendewasaan.
"Bagaimana denganmu Umm adam, apakah kamu setuju dengan pandanganku? Aku menantangmu untuk menuliskan tema serupa”.
London, 21 Agustus 2021.
#RevowriterWritingChalleng
#BeraniMenulisBeraniBerbagi
#RWCDay1
#goresanyumna
Comments