"I don't know what to do!! I moved to a new house and then now the baby. Everything comes at the same time...Honestly I don't really know what to do...." keluh Priya (bukan nama asli)
yup..dia adalah kolegaku, seorang nurse keturunan India. pendidikan keperawatan (nursing) dia tempuh di tanah kelahirannya Nepal. aku kenal dia waktu induction day awal awal aku kerja di Rumah sakit. kami sama sama diterima di area yang sama, waktu yang sama bahkan interviewpun juga di hari yang sama. hanya saja dia bekerja di ward(bangsal) yang berbeda.
hampir hampir nasib Priya sama denganku, pindah dari nepal untuk ikut suaminya yang bekerja di sebuah restaurant besar di London. karena kepindahannya itulah akhirnya dia harus menempuh proses standarisasi untuk bisa bekerja sebagai nurse di Inggris. dan dia berhasil...akhirnya dia apply sana sini dan diterimalah dia sebagai nursing assistant. tidak berapa lama kemudian dia diterima sebagai qualified nurse dan bekerja di ward yang sama dimana dia bekerja sebelumnya.
Setelah mulai dengan posisi baru, mulailah dia menata kehidupannya...kalau semula hanya suaminya yang bekerja padahal banyak sekali tagihan yang harus dibayar maka sekarang saat uang tidak jadi masalah mulailah dia dan suami hunting rumah untuk dibeli! at last, dia membeli sebuah flat di pinggiran London. menurutnya flat yang dia beli sangat nyaman, meski harus direnovasi sedikit disana sini...kini uang yang semula cukup untuk menopang kehidupan mulai terasa kurang. Jumlah tagihan meningkat karena dia harus membayar tagihan bulanan rumah (di-istilahkan mortgage) dengan bunganya sekalian, on top of that harus bayar listrik, gas, bill telpon, HP, tax, dll....
Dia merasa banyak sekali beban yang harus dia tanggung, pekerjaan di RS pun bukan pekerjaan ringan. Tiap hari dia mengeluh capek dan pusing. Hingga suatu hari koleganya menyuruh Priya tes kehamilan. ternyata: dia hamil...Bisa dibayangkan betapa stress dia semakin bertambah...
well..bagiku hamil itu wajar karena toh dia sudah menikah, masih muda dan hampir 3 tahun dia menikah...tapi ternyata kehamilan ini bukan kehamilan yang dia rencanakan.....sekarang dia bingung bagaimana dia akan mengatur kehidupannya....
*Apakah dia harus berhenti bekerja setelah anak pertamanya lahir? gak mungkin! karena rumah sudah kadung dibeli dan tagihan itu akan datang tiap bulan, jika tagihan itu tidak dibayar maka rumah bisa diambil kembali oleh bank dan dia harus kembali menyewa dengan harga sewa yang mencekik
*Apakah dia harus terus bekerja? kalau iya lalu siapa yang menjaga anaknya? Haruskah dia membawa ibunya untuk mengurus anaknya? susah juga! karena ibunya juga punya anak dan suami yang harus dia urusi.
*Haruskah dia bekerja trus menyewa pembantu tuk merawat anaknya? well..gaji pembantu hampri hampir sama dengan gaji dia....bisa bisa dia bekerja untuk pembantu saja...mending dia urusi sendiri anaknya
*Haruskah dia bekerja dan meninggalkan anaknya ke child minder atau nursery? well....biaya untuk itu dibutuhkan separo lebih dari gajinya perbulan!
YUP! ini adalah dilema yang dihadapi oleh banyak kaum wanita yang bekerja (career woman) di negeri barat...jangan heran kalau pada akhirnya banyak wanita yang give up anaknya untuk diurusi oleh orang lain, atau dia lebih memilih menangguhkan atau bahkan meninggalkan karirnya sama sekali atau yang paling sedih mereka menunda pernikahan dan menghindari kehidupan berkeluarga.
Kenapa aku sengaja menulis ini? karena kadang sadar atau tidak sadar, kehidupan barat yang disandarkan pada materialisme, sekulerisme, dan juga feminisme ini telah meracuni banyak wanita wanita muslim. Banyak dari kita yang merasa belum berkontribusi apa apa, merasa useless dan sangat tidak produktif jika kita hanya mengurus anak dan keluarga dan dakwah di jalan Allah. tak heran jika akhirnya kita juga masuk ke dalam dilema yang dihadapi kolegaku diatas.
Bagi seorang ibu muslimah, sudah selayaknya kita bertanya kembali untuk apa kita hidup didunia ini? siapapun tidak bisa membodohi dan membohongi Allah, hanya orang orang yang bodoh saja yang tidak menghiraukan maksud Allah menciptakan kita dikehidupan dunia ini. mereka tidak membodohi siapapun kecuali diri mereka sendiri. dan sungguh jika seluruh pertanyaan kita kembalikan kepada pertanyaan mendasar tersebut maka semua masalah akan beres. Masalah pekerjaan, masalah Rumah tangga, masalah anak, masalah rezeqi, dll
Banyak sekali pelajaran yang bisa kita petik dari kisah diatas. Lafadz I don't know what to do sebenarnya wajar diucapkan oleh bani adam yang belum tahu cara menyelesaikan masalah dan karena itulah Islam dan syariat-NYA datang untuk menjawab semua kebingungan dan kebimbangan kita (jika kita memang peduli kepada syariat Allah) dan pada saat yang sama Islam mengajarkan prioritas yang harus kita pilih. satu hal yang aku ingin angkat dari kasus diatas adalah konsep rezeqi...karena kalau dilihat ujung2 dari permasalahan diatas adalah bagaimana priya maintain kehidupan 'nyaman'nya tanpa harus mengorbankan apapun. titik masalahnya ada pada pemahaman rezeqi..once we understand it then we won't be worry anymore.
Orang beranggapan dengan bertambahnya anak maka secara matematika rezeqi suami yang fix dengan gaji bulananannya harus dibagi untuk orang banyak. semula hanya untuk suami isteri, kemudian menjadi 1/3 karena harus dibagi dengan anak, kemudian 1/4 karena ada anak kedua, dst.....Sungguh ini konsep yang salah! rezeqi tidak seperti matematika. Allah menjanjikan rezeqi kepada hamba-NYA yang terlahir kedunia, DIA yang menjamin rezeqi itu dan bukan orang tuanya. Jika boleh dikiaskan, rezeqi itu Ibarat sebuah bejana air yang di tetapkan oleh Allah berapa jumlah yang bisa seorang hamba peroleh dalam keseluruhan hidupnya. Katakan Allah menetapkan 1000ml rezeqi selama kehidupan seorang hamba. Jika dia kehilangan sesuatu maka sesungguhnya itu tidak hilang melainkan Allah akan menggantinya hingga 1000ml yang berkurang itu akan tetap menjadi 1000ml. Demikian juga dengan sadaqah yang kita berikan...untuk sadaqah lebih special lagi karena Allah sendiri telah menjanjikan akan melipat gandakan segala sesuatu yang dibelanjakan di Jalan-NYA
Perhatikanlah firman Allah subhanahu wata'ala artinya,
"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (yaitu menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipatgandakan pembayaran kepadanya dengan kelipatan yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) serta kepada-Nya kamu dikembalikan." (QS. Al-Baqarah: 245)
So now, kalaulah harus mengurus anak dan tidak 'menghasilkan' uang maka yakin saja bahwa rezeqi yang sudah menjadi hak kita dan anak kita tidak akan lari dari kita, dia pasti akan datang dalam bentuk lain, mungkin suami mendapat pekerjaan baru yang lebih baik (kasus paling umum), atau sesorang datang dengan tawaran hadiah bermacam macam hingga kita tidak perlu membeli perlengkapan bayi, atau yang lainnya. Yang penting kita Yakin bahwa apa yang menjadi hak kita tidak akan lari dari kita dan apa yang bukan menjadi hak kita tidak akan jatuh kepada kita meski sekuat dan sehebat apapun kita berusaha mengejarnya...One more thing, yang terpenting dari rezeqi itu adalah BARAKAH-nya bukan jumlahnya, Tak heran jika Rasulullah SAW tidak berdoa agar Allah menambah rezeqi beliau akan tetapi memohon Barakah atas rezeqi yang dianugerahkan oleh Allah untuk Beliau SAW.
apa itu barakah? barakah adalah berasa cukup meski sedikit, berasa banyak yang bisa dilakukan meski secara matematis jumlahnya hanya sedikit. Barakah itu sendiri hanya bisa diperoleh jika rezeqi itu didapat dengan cara yang halal dan dibelanjakan dengan cara yang halal pula. So now...Know what you have to do!
Comments