Oleh: Yumna Umm Nusaybah
#KisahDariInggris
"I am so excited to attend this seminar. I am looking forward to the topic that will be discussed" ujarku ke suami sambil pakai pelembap wajah yang sudah hampir habis. Setelah pamit ke suami dan si kecil, aku keluar rumah menuju halte bis.
Pagi itu adalah salah satu pagi yang aku tunggu tunggu. Training gratis yang di sediakan oleh Parent Gym ini akan menghadirkan Dr Nihara Krause (Award winning Consultant Clinical Psychologist) dengan tema "Supporting the mental health of children and young people’.
Kenapa aku tunggu-tunggu?
Pertama karena topiknya berkaitan dengan human behaviour dan mental well being. Topik ini selalu bikin mataku ‘melek’ dan otakku bekerja.
Kedua, karena trainingnya di London Barat. Butuh waktu satu jam dengan kereta bawah tanah untuk menempuh perjalanan dari rumahku ke Notting Hill. Sambil jalan jalan lah, hitung-hitung jadi turis lokal dadakan (sssst masih ndeso Emang). Kapan lagi emak-emak dengan anak usia 2 tahun bisa jalan jaan sendiri tanpa stroller? Sambil menyelam minum air. Dapat ilmu, dapat photo, tangan bebas stroller.
Sampailah aku di stasiun Ladbroke Grove, setelah lima menit berjalan, aku bisa melihat museum of Brand yang menjadi tempat seminar. Setelah mendapat name tag di pintu masuk, mereka memintaku naik ke lantai satu. Ruangan tertutup di sebelah kanan tangga adalah ruang seminar. Saat aku buka pintu, aku lihat ruangan sudah hampir penuh, acara sudah di mulai beberapa menit yang lalu. Aku mencoba masuk pelan-pelan dan memilih duduk di belakang tapi akhirnya aku putuskan untuk pindah duduk di depan sebelah kiri pembicara supaya bisa lebih konsentrasi.
Sekilas aku layangkan pandangan ke seluruh ruangan. Yang hadir mayoritas kaum perempuan, hanya ada dua laki-laki. Salah satunya panitia dan satunya lagi peserta. Rata-rata mereka adalah guru atau Family Support Worker dari berbagi SD di berbagai penjuru London dan luar London (Slough dan Luton). Yang menarik, hanya ada 3 muslimah (aku salah satunya) dan beberapa peserta dari kaum minoritas (tidak berkulit putih). Pemandangan yang tidak biasa bagiku karena biasanya kami (muslim) menjadi mayoritas di London timur.
Meski 14 tahun di London, semua aktivitasku (sekolahnya anak-anak, tempatku dulu bekerja, dll) ada di area London timur yang notabene area dengan jumlah muslim terbesar di London.
Bahkan ketika bekerja di RS, lebih dari separuh tim adalah kaum minoritas. Baru kali ini aku di hadapkan dengan situasi dimana aku harus aktif berpartisipasi dan menjadi minoritas dalam realitas yang sebenarnya. Boleh di bilang, biasanya aku super cuek terhadap cara orang memandang dan melihat penampilanku. PD aja gitu loh!
Kalau hanya berjalan dan bertegur sapa dengan non muslim, bukan masalah. Hampir tiap hari aku lakukan karena tetangga sebelah rumahku sendiri orang Nasrani asli Ghana.
Tapi kali ini, di depan para pekerja profesional ini, harapanku besar sekali untuk tidak merasa aneh dan terkucilkan. Pada kenyataannya mereka adalah orang yang berpendidikan, mereka bisa menyaring berita berita hoax dan berita berita provokasi dan prasangka tak berdasar semacam: perempuan berkerudung itu bodoh, tidak berpendidikan, tidak fasih berbahasa Inggris, bisanya cuma 3M (Manak, Macak, Masak), dan prasangka-prasangka lain. Idealnya sih begitu. Tapi ternyata aku keliru, banyak sekali tatapan aneh yang tidak pernah aku rasakan. Entah mengapa. Apakah karena area yang aku datangi memang area yang isinya kaum tajir. Yang pernah nonton film Notting Hill (Julia Roberts dan Hugh Grant) pasti tahu. Ya area ini bagian dari kecamatan Kensington and Chelsea, meski ga semua yang tinggal di sini kaya raya, tapi area ini terkenal sebagai area mahal yang isinya para selebriti. Atau karena aku saja yang lagi sensitif menjadi ‘The odd one out’?
Ternyata prasangka yang disebarkan oleh media-media Inggris berimbas dan terbukti saat momen diskusi di sesi kedua.
BERSAMBUNG...
London, 4 Desember 2018
#revowritermutiaraummat
#KisahDariInggris
Comments