Skip to main content

Kerja Keras

Image result for great things comes from comfort zone

'I can't do it, Mama.... I can't memorise this long ayah!...This is toooooo hard' lanjut dengan tetesan airmata dan kadang dengan tangisan.

Skenario seperti ini hampir terjadi seminggu sekali. Kadang Nusaybah dan lain waktu Rumaysa. Sebisa mungkin aku berusahan untuk tetap memberikan dorongan positif bahwa susah itu hanya di langkah pertama, kedua atau ketiga. Sekali kita mencoba maka langkah ke-4 akan semakin mudah dan ringan. Aku juga ingatkan ke mereka bahwa semakin banyak membaca semakin banyak pahala karena satu huruf setara dengan 10 pahala. Meski tetap cemberut tapi sedikit banyak, dorongan itu meringankan beban mereka.

Setiap orang entah itu anak-anak ataukah emak-emak tahu bahwa untuk meraih sesuatu, dibutuhkan sebuah perjuangan. Kadang kita melihat keberhasilan orang di depan mata dan menginginkan keberhasilan yang sama tapi ogah-ogahan menempuh kerja keras yang mengiringinya. 

Sebagai orangtua, sangatlah gampang bagi kita untuk mendorong dan menyampaikan kepada anak2 kita bahwa kesuskesan dan keberhasilan itu bisa di raih dengan kerja keras (tentu atas ijin Allah), akan tetapi kadang kita sendiri (aku dalam hal ini) bertanya tanya, apakah aku sudah contohkan kerja keras itu dalam kehidupan? atau aku hanya memilih dan memilah kegiatan yang aku sukai saja tanpa melihat apakah ini berkontribusi untuk perbaikanku sendiri dan anak2? Setiap orang tua ingin anak2nya 1000x lebih baik dari mereka namun tidak siap dengan zona tidak nyaman yang harus mereka hadapi.

Beberapa hari yang lalu, aku ikut kegiatan Parenting course. Di pertemuan pertama, intruktor nya hanya ingin memberikan tester apa saja nanti yang akan di cover dalam waktu 8 kali pertemuan. Sebelum masuk ke breakdown dari topik per minggu, salah satu intruktor bertanya kepada para peserta: 'What do you enjoy/like about parenting?' banyak sekali jawaban yang mirip. Ada yang menjawab bahwa dia suka saat bisa menghabiskan waktu dengan anak2, ada yang suka saat mereka merasa 'dibutuhkan' oleh anak anak mereka, ada juga yang mereka senang saat melihat anak2 mereka beranjak dewasa, independen dan bisa menjadi kebanggaan ortunya. Jujur...jawaban itu juga jawaban yang sama yang aku berikan, namun aku tambahi sedikit.....aku sampaikan kepada mereka: 'Yang aku nikmati adalah proses mendidik mereka (nurturing and moulding process), mendidik, membina, mengasuh, membentuk karakter, pola pikir, kebiasaan dan kecenderungan dari anak2ku...itulah yang aku sukai. Karena dalam proses ini, aku tahu bahwa aku sedang membentuk generasi masa depan, aku sedang mengasuh calon2 anggota masyarakat yang ke depannya aku berharap menjadi agent of change. Aku juga enjoy dan bahagia karena aku tahu setiap upaya yang aku lakukan akan meninggalkan sebuah legacy (warisan) berupa anak2 yang aku harap ketika nantinya aku sudah di kubur di bawah tanah, mereka masih bisa menularkan dan meneruskan kebaikan yang sudah aku tanam'. Berhubung pesertanya datang dari banyak background agama (meski intruktornya muslim) aku jelaskan dengan hati2 bahwa di dalam Islam aku yakin dan percaya bahwa jika anak2ku menjadi anak2 yang baik (soleh/ah) maka mereka bisa mendoakan aku dan bisa menjadi wasilah untukku meraih surga.

Sepertinya, sang intruktor tidak menyangka dengan jawaban panjangku.....Dia sempat terhenti sejenak dan kemudian berkomentar :'it's a very inspiring answer and well put. You also have a long vision for what you are doing'

Aku jelaskan jawabanku di postingan ini bukan untuk 'show off' tapi aku ingin mengingatkan diriku sendiri (ketika nanti aku baca lagi) dan semua ibu di luar sana bahwa kerja keras kita sebagai ibu memang kelihatan susah dan memakan waktu, tapi ingatlah bahwa itu karena kita punya visi dan misi yang besar. Misi yang ketika Allah berikan ke gunungpun mereka tidak sanggup! visi dan misi itu adalah menjadikan anak2 kita generasi Qurani. 

Jujur....aku pun kadang lose the plot. Tak jarang I am on pilot-mode. artinya aku mendidik anak dan mengurus mereka karena memang aku adalah ibu mereka, kalau bukan aku, siapa lagi yang akan mendidik dan mengurus mereka? karena ini adalah kewajiban! Karenanya, pertanyaan instruktor tadi sangat menyentil dan sangat perlu sehingga aku bisa refresh kembali alasan mendasarku kenapa aku ingin punya anak dan mendidik mereka sebaik2 baiknya. Wajarlah sebagai ibu, kadang visi itu kelihatan jauh dan susah untuk di sentuh. Bahkan kadang ada juga yang lupa dengan visi awal mereka membina Rumah Tangga dan memiliki anak. 

Tak jarang, ada yang beralasan bahwa keinginan mereka untuk menikah dan memiliki anak karena tuntutan biologis atau tuntutan sosial masyarakat atau tuntutan keluarga bahkan tuntutan negara atau dunia (Hayyah....mosok seeeh!). Padahal menurutku, misi seorang untuk membina rumah tangga haruslah lebih dari itu, sehingga ketika memilih calon pasanganpun akan di arahkan oleh misi besar itu. Tak jarang pula, yang sudah punya visi dan misi. eh malah lupa atau bahkan tidak lagi terbersit dalam benaknya,eh tapi nggak tahu lagi kalau sejak awal misi dan visi itu memang belum ada. ga perlu khawatir sodara2, tidak ada kata terlambat untuk memulai dan memilikiya. 

Harapanku, postingan ini akan menjadi pengingat diriku sendiri dan siapapun yang membacanya bahwa setiap visi/ keinginan/ mimpi dan misi(pilihan sekarang/ tindakan yang kita ambil dalam rangka meraih visi) kadang terjal dan sulit wabilkhusus dalam hal membina dan mendidik anak2. Dibutuhkan kesabaran, ketelatenan, pasokan energi, pasokan ilmu dan pasokan Iman yang kuat supaya tahan banting dan bisa menjadi sumber kekuatan bagi anak2 kita sendiri. 

Seperti kata2 di ilutrasi di atas: Hal yang hebat tidak pernah datang dari zona aman. Artinya, kalau kita ingin hasil yang spektakuler, maka upaya kita juga tidak bisa ecek2 alias seadanya atau sebisanya, namun harus ada upaya keras, berkorban banyak (waktu, energi, uang, kenyamanan, waktu luang, dll). Rasulullah Muhammad SAW sudah mencontohkan pengorbanan, dedikasi, kesabaran, ketelatenan yang luar biasa untuk bisa menunjuki Ummat manusia kepada Cahaya Allah. Betapa banyak kisah2 pilu di masa hidup Rasulullah (terutama di Makkah), padahal beliau adalah manusia pilihan, utusan Allah. Kalau Rasulullah saja harus menghadapi hal demikian, maka kita pun juga harus siap dengan kerja keras dalam banyak hal. 

Kerja keras belajar Islam, kerja keras mendidik anak, kerja keras menjadi ortu yang 'presence'. kerja keras menjadi anak yang berbakti, kerja keras menjadi tetangga yang baik hati, kerja keras menjadi da'i, kerja keras menjadi hamba Allah. 

Karena sesungguhnya yang Allah lihat adalah kerja dan upaya kita......bukan hasilnya!

Allah berfirman, "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan". Surat at Taubah ayat 105

Comments

Popular posts from this blog

my Special Student

Seneng...happy lega dan terharu...itulah yang aku rasakan ketika murid 'istimewaku' menyelesaikan Iqra jilid 6 minggu yang lalu...percaya atau nggak aku menitikkan airmata dan menangis sesenggukan dihadapan dia, ibu dan kakak perempuannya....yah...airmata bahagia karena dia yang setahun yang lalu tidak tahu sama sekali huruf hijaiyah kini bisa membaca Al Quran meski masih pelan dan terbata bata...tapi makhrojul hurufnya bagus, ghunnahnya ada, bacaan Mad-nya benar....dan aku bayangkan jika seterusnya dia membaca Quran dan mungkin mengajarkannya kepada orang lain maka inshaAllah akan banyak pahala berlipat ganda... Namanya Tasfiyah ...seorang gadis cilik bangladeshi berusia 6 tahun saat pertama kali aku bertemu dengannya....Ibunya sengaja mengundangku datang ke rumah nya karena memang tasfi tidak suka dan tidak mau pergi ke masjid kenapa? karena sangat melelahkan...bayangkan aja 2 jam di setiap hari sepulang sekolah, belum lagi belajar bersama dengan 30 orang murid didampingi 1 ...

Tuk Semua Ibu-Ibu

At 05 July, 2006 , Mother of Abdullaah said… Whaa kalo aku pribadi, emaknya sendiri musti banyak belajar.. kira2 kalo ngimpi punya anak hafidzah 'layak' gak ya :D At 05 July, 2006 , Inaya Salisya said… Wah subhanalloh ya.. Ina juga pengen mbak, tapi ga ada do it hehe... ummu Aqilla terharuuu...terharu biru...jadi semangat nyiapin anak jd hafidz nhafidzah. jazakillahkhoir, ukh! Atas dasar 3 komen diatas akhirnya aku tertarik untuk ngasih komentar tentang cita cita punya anak hazidz/hafidzah...dimanapun seorang ibu pasti ingin anak2nya menjadi anak yang sholeh dan sholehah...hanya mungkin gambaran masing2 ibu berbeda dan derajat kesholehan yang mereka gambarkan dan inginkan juga pasti berbeda satu sama lain.....namun terlepas dari itu semua, setiap ibu muslimah pasti sangat bahagia dan bangga jika punya anak2 yang bisa menjadi penghapal Quran alias hafidz...kenapa ? karena sekian banyak pahala yang bakal dapat diraih dari sang Ortu dan juga sang anak..hanya saja cita2 y...

Kisah sedih seorang dokter

Al kisah ada seorang teman laki laki yang pernah bersekolah dengan suami waktu jaman SMP dan SMA. Sebut saja namanya Amr, Amr datang dari keluarga miskin bahkan bisa dibilang sangat miskin, dia dirawat oleh bibinya yang juga kekurangan. Tidak jarang Amr harus menahan lapar ketika berangkat sekolah. Namun semangatnya yang tinggi mengalahkan rasa laparnya....hari berganti hari, Amr melanjutkan sekolah ke SMP, disitulah Amr bertemu dengan suamiku, hampir tiap hari mereka berbagi makanan bersama, subhanAllah...meski demikian, bisa dibilang Amr sangat cerdas dan pekerja keras, hal ini terbukti dengan prestasi sekolah yang patut bibnya banggakan. Di SMP itu ada sekitar 12 kelas dan masing masing kelas ada sekitar 70 siswa.....diantara ratusan siswa Amr selalu menjadi juara 1, sampai sampai dia diberi kebolehan naik kelas berikutnya hanya dalam waktu 6 bulan, walhasil dalam setahun dia naik kelas 2 kali dan setiap naik kelas dia selalu menjadi TOP STUDENT! Ketika masuk SMA, hal yang sam...