Sore tadi sambil cuci piring aku iseng2 bertanya ke Nusaybah: "If 10 being the best mother and 1 being a NOT very good mother, how much would you rate Mama?".
Pertama kali dia dengar pertanyaan ini, dia ga ngerti maksudku, akhirnya harus aku ulang 2 kali untuk menjelaskan maksud pertanyaanku. akhirnya dia jawab:
"Hmm... I think I will rate you 9.5". Aku tanya dia balik:"why?"...Nusaybah menjawab:"Karena kadang Mama marah tanpa sebab dan meninggikan nada bicara (scream and shout), just sometimes....so If you can control that part, I would rate you 10!"...Aku jawab sambil sumringah:"ooooh...Thank you Nusaybah, that's very sweet of you, I will try my best from now on to control my emotion and do less screaming and shouting" (sambil mikir: ah ini bisa menjadi target Bulan Ramadan nih....hehe)
Tak selang beberapa lama dia tiba tiba berkata: "I think I would rate Adek: 9, Baba: 9.5, Hudayfah: 8 and myself: 5!"
Jleb!!!! aku sedikit kaget mendengarnya......aku tahu kalau Nusaybah perlu banyak suntikan untuk bisa percaya kepada dirinya sendiri....dan lafad ini benar benar membuka mataku bagaimana dia melihat dirinya sendiri....dan saat inilah aku merasa perlu meluruskan dan menanamkan benih2 pemikiran yang tepat.
Akhirnya aku bertanya lagi ke Nusaybah: "why do you rate yourself lower than anyone else?"
"Because I know I am not good enough yet, I have a lot of things to improve and be better at" jawabnya.
"Okay, let me ask you a question, If I tell you that the slipper I am wearing at the moment is worth £10, how much would you like to buy it? less of more?" (Okay, coba sekarang aku tanya, kalau aku bilang bahwa sandal yang aku pakai ini senilai £10, dengan harga berapa kamu mau membelinya? kurang dari £10 atau lebih dari £10?)
Dengan tegas dia menjawab: "£10 or less of course!"
"Nah sekarang kamu bayangkan, jika kamu menilai dirimu sendiri dengan harga 5, kira2 orang mau menghargaimu dengan harga 8 9 10 atau 5 4 3?
Dengan sedikit menunduk dia menjawab: "5 4 3.....What are you actually trying to say, Mama?" tanya dia penasaran.
Dimulailah acara berdalil ria.....
Akhirnya aku jelaskan bahwa jika kita tidak berani menghargai diri kita sendiri dengan harga yang tinggi, maka jangan harap orang akan menghargai kita dengan harga yang tinggi pula.
Mereka menghormati kita karena kita telah mampu menghormati diri kita sendiri dengan melakukan hal2 yang baik dan pantas, mereka menilai kita sebesar nilai yang kita sematkan dalam benak dan keyakinan kita. Oleh karenanya, sangat perlu bagi kita untuk memiliki rasa percaya diri yang tinggi, menyematkan nilai yang layak untuk diri kita sendiri jika kita ingin orang lain juga menghargai kita setinggi kita menaruh harga itu kepada diri kita.
Nusaybah kelihatan mengangguk angguk tanda percaya tapi keluar lagi pertanyaan yang lain,:"Tapi Allah kan melarang kita membanggakan diri dan merasa diri kita hebat, Mama?"
"Iya Betul...tapi ada perbedaan yang besar antara percaya diri dan menyombongkan diri, orang yang percaya diri itu karena memang mereka percaya akan kemampuan dia sendiri sehingga mereka tidak perlu validasi dari orang lain. Orang mau berkata apapun, mereka tetap maju terus, pantang mundur, tidak akan mengubah cara pandang mereka terhadapa diri mereka sendiri....sedang orang yang menyombongkan diri biasanya karena mereka ingin di anggap "percaya diri atau malah ingin di anggap hebat" di hadapan orang lain, padahal kenyataanya mereka tidak percaya diri, they just pretend to be confident and actually they don't fool anyone else apart from themselves!...ada peribahasa: tong kosong nyaring bunyinya (Empty vessels make the most noise), artinya orang yang ilmunya kurang, orang yang PD nya kurang malah biasanya banyak ngomong, they are usually bossy, want to be heard all the time, and want to take control of others and usually they only feel good when people say they are good and they constantly need people to say that they are good."
Ternyata konsep ini makin bikin dia penasaran. Nusaybah lanjut bertanya :"How about Allah, how would Allah value us?"
Aku jawab bahwa Allah sesuai dengan persangkaan hamba-NYA. Jika kita yakin bahwa Allah Maha Baik dan akan selalu menolong kita, maka Dia akan menolong. Tapi jika kita beranggapan bahwa Allah jauh dan tidak peduli dengan kita, maka hal demikian akan terjadi.
Intinya....jika kita ingin kebaikan dan respect dari orang lain maka kita harus terlebih dahulu me-respect diri kita....
Nusaybah manggut manggut dan diskusi di interupsi oleh pertanyaan Rumaysa:"How did all this started?" kita bertiga ngakak......karena ternyata diam diam Rumaysa mendengarkan dan ingin juga mengerti.
Jujur....pembahasan ini memang sedikit filosofis menurutku tapi bisa juga di bilang ini bagian dimana kita reprogramming their brain. Buktinya setelah diskusi panjang itu Nusaybah dengan semangat bilang :"Now I rate myself 10"
"That's good! well done for starting to believe more in yourself, next step is when you find a hardship, never think that you are not capable, you have to believe that you can achieve it but you just need a little bit of push and a little struggle, but that doesn't mean you are not good enough or even incapable."
"Okay Mama....I understand now" sambutnya berbinar binar seperti mendapat suntikan baru.
Momen2 seperti inilah yang aku sukai dan aku nantikan di proses panjang nggedein anak
Meski diskusinya ada di sela sela cuci piring, tapi aku yakin justru saat seperti ini yang harus kita manfaatkan sebaik baikya karena anak sedang antusias ingin mengerti dan ingin memahami sebuah konsep abstrak yang nantinya membentuk karakter unik hingga mereka bisa menghandle pressure besar di dunia yang keras ini.
Bagiku, momen ini seperti meletakkan batu bata dan pondasi awal saat kita membangun rumah, sama halnya...ini adalah batu bata yang akan define who they are in the future.
Ayo kita biasakan berdialog dan digs deeper the real feeling that our children have.
InshaAllah jika mereka terbiasa mendefinisikan dan melabeli perasaan, emosi dan segala hal yang tidak terindra atau teraba tapi hanya terasa, maka kedepannya mereka akan bisa di ajari untuk mengelola perasaan itu. Sebelum mereka di ajari untuk mengolah dan mengontrol rasa marah dan frustasi, mereka harus terlebih dahulu mengerti seperti apa rasa marah itu dan kenapa seseorang marah. Dengan begitu mereka akan terbiasa untuk mencari definisi, akar masalah dan solusi jitu untuk mengatasi berbagai persoalan di kehidupan mereka yang akan datang.
Umm Nusaybah
London
15 Mei 2018
*Di tulis sambil ngantuk di sela sela menyiapkan kajian untuk Ramadan*
Comments