Skip to main content

Menjadi minoritas setelah 14 tahun di Inggris (Part 1)



Oleh: Yumna Umm Nusaybah

#KisahDariInggris


"I am so excited to attend this seminar. I am looking forward to the topic that will be discussed" ujarku ke suami sambil pakai pelembap wajah yang sudah hampir habis. Setelah pamit ke suami dan si kecil, aku keluar rumah menuju halte bis.


Pagi itu adalah salah satu pagi yang aku tunggu tunggu. Training gratis yang di sediakan oleh Parent Gym ini akan menghadirkan Dr Nihara Krause (Award winning Consultant Clinical Psychologist) dengan tema "Supporting the mental health of children and young people’.  


Kenapa aku tunggu-tunggu? 

Pertama karena topiknya berkaitan dengan human behaviour dan mental well being. Topik ini selalu bikin mataku ‘melek’ dan otakku bekerja. 


Kedua, karena trainingnya di London Barat. Butuh waktu satu jam dengan kereta bawah tanah untuk menempuh perjalanan dari rumahku ke Notting Hill. Sambil jalan jalan lah, hitung-hitung jadi turis lokal dadakan (sssst masih ndeso Emang). Kapan lagi emak-emak dengan anak usia 2 tahun bisa jalan jaan sendiri tanpa stroller? Sambil menyelam minum air. Dapat ilmu, dapat photo, tangan bebas stroller. 


Sampailah aku di stasiun Ladbroke Grove, setelah lima menit berjalan, aku bisa melihat museum of Brand yang menjadi tempat seminar. Setelah mendapat name tag di pintu masuk, mereka memintaku naik ke lantai satu. Ruangan tertutup di sebelah kanan tangga adalah ruang seminar. Saat aku buka pintu, aku lihat ruangan sudah hampir penuh, acara sudah di mulai beberapa menit yang lalu. Aku mencoba masuk pelan-pelan dan memilih duduk di belakang tapi akhirnya aku putuskan untuk pindah duduk di depan sebelah kiri pembicara supaya bisa lebih konsentrasi.


Sekilas aku layangkan pandangan ke seluruh ruangan. Yang hadir mayoritas kaum perempuan, hanya ada dua laki-laki. Salah satunya panitia dan satunya lagi peserta. Rata-rata mereka adalah guru atau Family Support Worker dari berbagi SD di berbagai penjuru London dan luar London (Slough dan Luton). Yang menarik, hanya ada 3 muslimah (aku salah satunya) dan beberapa peserta dari kaum minoritas (tidak berkulit putih). Pemandangan yang tidak biasa bagiku karena biasanya kami (muslim) menjadi mayoritas di London timur. 


Meski 14 tahun di London, semua aktivitasku (sekolahnya anak-anak, tempatku dulu bekerja, dll) ada di area London timur yang notabene area dengan jumlah muslim terbesar di London. 


Bahkan ketika bekerja di RS, lebih dari separuh tim adalah kaum minoritas. Baru kali ini aku di hadapkan dengan situasi dimana aku harus aktif berpartisipasi dan menjadi minoritas dalam realitas yang sebenarnya. Boleh di bilang, biasanya aku super cuek terhadap cara orang memandang dan melihat penampilanku. PD aja gitu loh! 


Kalau hanya berjalan dan bertegur sapa dengan non muslim, bukan masalah. Hampir tiap hari aku lakukan karena tetangga sebelah rumahku sendiri orang Nasrani asli Ghana. 


Tapi kali ini, di depan para pekerja profesional ini, harapanku besar sekali untuk tidak merasa aneh dan terkucilkan. Pada kenyataannya mereka adalah orang yang berpendidikan, mereka bisa menyaring berita berita hoax dan berita berita provokasi dan prasangka tak berdasar semacam: perempuan berkerudung itu bodoh, tidak berpendidikan, tidak fasih berbahasa Inggris, bisanya cuma 3M (Manak, Macak, Masak), dan prasangka-prasangka lain. Idealnya sih begitu. Tapi ternyata aku keliru, banyak sekali tatapan aneh yang tidak pernah aku rasakan. Entah mengapa. Apakah karena area yang aku datangi memang area yang isinya kaum tajir. Yang pernah nonton film Notting Hill (Julia Roberts dan Hugh Grant) pasti tahu. Ya area ini bagian dari kecamatan Kensington and Chelsea, meski ga semua yang tinggal di sini kaya raya, tapi area ini terkenal sebagai area mahal yang isinya para selebriti. Atau karena aku saja yang lagi sensitif menjadi ‘The odd one out’?


Ternyata prasangka yang disebarkan oleh media-media Inggris berimbas dan terbukti saat momen diskusi di sesi kedua. 


BERSAMBUNG...


London, 4 Desember 2018

#revowritermutiaraummat

#KisahDariInggris

Comments

Popular posts from this blog

my Special Student

Seneng...happy lega dan terharu...itulah yang aku rasakan ketika murid 'istimewaku' menyelesaikan Iqra jilid 6 minggu yang lalu...percaya atau nggak aku menitikkan airmata dan menangis sesenggukan dihadapan dia, ibu dan kakak perempuannya....yah...airmata bahagia karena dia yang setahun yang lalu tidak tahu sama sekali huruf hijaiyah kini bisa membaca Al Quran meski masih pelan dan terbata bata...tapi makhrojul hurufnya bagus, ghunnahnya ada, bacaan Mad-nya benar....dan aku bayangkan jika seterusnya dia membaca Quran dan mungkin mengajarkannya kepada orang lain maka inshaAllah akan banyak pahala berlipat ganda... Namanya Tasfiyah ...seorang gadis cilik bangladeshi berusia 6 tahun saat pertama kali aku bertemu dengannya....Ibunya sengaja mengundangku datang ke rumah nya karena memang tasfi tidak suka dan tidak mau pergi ke masjid kenapa? karena sangat melelahkan...bayangkan aja 2 jam di setiap hari sepulang sekolah, belum lagi belajar bersama dengan 30 orang murid didampingi 1

Tuk Semua Ibu-Ibu

At 05 July, 2006 , Mother of Abdullaah said… Whaa kalo aku pribadi, emaknya sendiri musti banyak belajar.. kira2 kalo ngimpi punya anak hafidzah 'layak' gak ya :D At 05 July, 2006 , Inaya Salisya said… Wah subhanalloh ya.. Ina juga pengen mbak, tapi ga ada do it hehe... ummu Aqilla terharuuu...terharu biru...jadi semangat nyiapin anak jd hafidz nhafidzah. jazakillahkhoir, ukh! Atas dasar 3 komen diatas akhirnya aku tertarik untuk ngasih komentar tentang cita cita punya anak hazidz/hafidzah...dimanapun seorang ibu pasti ingin anak2nya menjadi anak yang sholeh dan sholehah...hanya mungkin gambaran masing2 ibu berbeda dan derajat kesholehan yang mereka gambarkan dan inginkan juga pasti berbeda satu sama lain.....namun terlepas dari itu semua, setiap ibu muslimah pasti sangat bahagia dan bangga jika punya anak2 yang bisa menjadi penghapal Quran alias hafidz...kenapa ? karena sekian banyak pahala yang bakal dapat diraih dari sang Ortu dan juga sang anak..hanya saja cita2 y

Kisah sedih seorang dokter

Al kisah ada seorang teman laki laki yang pernah bersekolah dengan suami waktu jaman SMP dan SMA. Sebut saja namanya Amr, Amr datang dari keluarga miskin bahkan bisa dibilang sangat miskin, dia dirawat oleh bibinya yang juga kekurangan. Tidak jarang Amr harus menahan lapar ketika berangkat sekolah. Namun semangatnya yang tinggi mengalahkan rasa laparnya....hari berganti hari, Amr melanjutkan sekolah ke SMP, disitulah Amr bertemu dengan suamiku, hampir tiap hari mereka berbagi makanan bersama, subhanAllah...meski demikian, bisa dibilang Amr sangat cerdas dan pekerja keras, hal ini terbukti dengan prestasi sekolah yang patut bibnya banggakan. Di SMP itu ada sekitar 12 kelas dan masing masing kelas ada sekitar 70 siswa.....diantara ratusan siswa Amr selalu menjadi juara 1, sampai sampai dia diberi kebolehan naik kelas berikutnya hanya dalam waktu 6 bulan, walhasil dalam setahun dia naik kelas 2 kali dan setiap naik kelas dia selalu menjadi TOP STUDENT! Ketika masuk SMA, hal yang sam