.
Suara Sumbang (Part 1)
.
Oleh: Yumna Umm Nusaybah
(Member of Revowriter London)
.
“Duh lebay amat sih Yum... dikirimi makanan aja pake’ difoto. Di indo mah tiap hari ada ‘berkat’ (nasi kotak lengkap) yang dikirim ke rumah dan nggak ada tuh yang update status? Kamu aja yang lebay ... Mau pamer apa sih? Pamer kalau kamu punya teman banyak? Kalau kamu disayang banyak orang? Duh ... males deh!”
Yup ... kaget nggak sih baca curhatan di atas? Aku juga kaget!!! Sedih juga SEANDAINYA ada orang yang komen dengan isi demikian. Untungnya kata-kata itu belum pernah aku dengar atau baca. Kalau ada pembaca yang sebenarnya menyimpan dalam hati, Yah nggak tahu lagi. Untungnya pembaca setia kita manis, baik hati, tidak sombong dan suka menabung (frase andalan).
.
Santai aja Sis! Namanya juga manusia, masing-masing memiliki cara berfikir yang berbeda. Kita tak bisa mengontrol cara orang berfikir dan berpendapat. Kita hanya bisa mempengaruhi dan memantiknya. Tapi perubahan nyata terjadi jika si empunya memang ingin berubah.
.
Jadi sodara, ungkapan itu HOAX semata! Alhamdulillah belum ada orang judes yang pernah menyampaikannya. Semua hanya suara-suara yang ada di dalam benakku. Yang hilang timbul. Alhamdulillah, lebih sering hilangnya daripada timbulnya. Kenapa? Karena sudah kena timpuk pikiran positif yang berusaha dimunculkan.
.
Pertanyaannya sahabat, berapa kali kita mendengar kata-kata sumbang muncul dari dalam kita sendiri? Komen negatif yang tidak datang dari luar tapi justru dari dalam benak kita. Kata-kata yang menegaskan bahwa kita TAK bisa. Kita hanya biasa saja. Kita TAK istimewa. Kita mah belum ada apa-apanya. Kita yang selalu merasa kurang. Kita yang belum sempurna!
.
Tak masalah jika kata-kata diatas kita pelihara demi menjadi pribadi yang rendah hati BUKAN rendah diri. Tapi jika lafad lafad itu membuat kita terjerembab dalam pikiran negatif dan menghentikan kita berbuat kebaikan, maka perlu ditilik ulang. If those thoughts paralysed you, maka justru berbahaya. Memang bagus jika kita terus mempertanyakan kesucian dan kemurnian amal. Itu pertanda kita ingin meluruskan niat dan beramal lilahi ta’ala. Tapi sebelum beramal pun, semestinya kita bertanya tentang hukumnya, baik buruknya dan efek yang muncul nantinya. Jadi pikiran negatif itu bisa dinetralkan dengan alasan awal/mendasar mengapa kita melakukannya.
.
Bersosialisasi dengan beragam jenis manusia memang tidaklah gampang. Ada intrik-intriknya. Bisa menghacurkan kita. Bisa juga menguatkan kita. Bisa menyemangati kita bisa juga menyeret kita ke jurang keputus asaan sekaligus insecurity (tak pede). Banyak sekali kasus remaja berpenyakit mental karena dunia sosial (online dan offine). Dunia yang sangat judgemental. Orang begitu cepat menghakimi. Mereka juga cepat menyimpulkan. Namun sayangnya, si pelaku pun terkesan nggak mikir sebelum berbuat. Wajar kalau kesalahannya begitu fatal dan sulit untuk dimaafkan.
.
Namun sekuat apapun seseorang, dia tak akan mampu mengontrol apa yang orang pikirkan tentang kita. Lah terus bagaimana?
.
Sebelum berlanjut harus diluruskan dulu ya. Bahwa tulisan ini tidak untuk mendorong orang berbuat semaunya. Bukan! Tapi perbuatan yang dibicarakan di sini adalah perbuatan yang jelas masuk ranah mubah (boleh) dalam koridor syariah. Atau bahkan kewajiban tapi masih juga di nyinyir oleh orang sekitar. Contoh, ada orang yang hijrah. Mulai ingin berdakwah. Eh sama teman atau orang sekitar di anggap sok suci, sok alim. Atau dalam diri si empunya ada suara-suara yang mengatakan, ah kamu mah belum apa apa. Kamu belum layak. Kamu belum bisa. Dan lain sebagainya. Mau nulis? Halah ... ga usah! Toh pasti nanti hasilnya jelek. Hasilnya akan menjadi bahan tertawa orang di luar sana!
.
Jadi tulisan ini TIDAK untuk orang yang mau melepas kerudungnya lalu memakai dalih “ga usah peduli kata orang”. Atau yang ingin pacaran dengan dalih “ah orang akan selalu punya pendapat, ngapain di dengerin”
.
Nah bagaimana kita mengatasi suara sumbang yang dalam ilmu psikologi sering disebut “critical inner voice” itu?
.
Sebelumnya perlu di ketahui beberapa hal penting.
.
1. Apa itu critical inner voice alias suara hati yang sifatnya mengkritisi kita dan datang dari dalam benak kita sendiri.
.
Suara ini adalah pola pemikiran destruktif yang sudah mendarah daging dalam diri kita tentang diri kita sendiri atau orang lain. Suara-suara ini bukan halusinasi. Ini muncul dalam bentuk omelan atau pemikiran negatif yang sering menjadi akar dari banyak perilaku yang sifatnya merusak dan tidak adaptif terhadap keadaan. Pada akhirnya, suara ini akan bisa menghambat seorang individu untuk bertindak demi menuju keberhasilan atau kebaikan dirinya sendiri. (https://www.psychalive.org/critical-inner-voice/)
.
2. Darimana asal muasal suara ini?
.
Ahli psikologi menyatakan suara ini didapat dari proses tumbuh kembang. Bagaimana dulu orang tua, keluarga, lingkungan memperlakukan kita. Sebagai orang tua akhirnya kita mesti berhati hati dalam berbicara dan memberi kritisi kepada anak anak. Cara kita membentuk masa depan mereka. Sebagai individu yang telah dewasa, tak perlu juga kita menyalahkan orang tua. Toh mereka berusaha sebaik mungkin mendidik kita. Yang penting sekarang bagaimana mengupayakan supaya ada perubahan pelan pelan menjadi lebih baik. Dan bagaimana kita bisa mengubur serta tak lagi menggubris suara- suara sumbang itu.
.
3. Apa contoh suara sumbang itu?
.
Yang paling umum adalah lafad lafad yang sifatnya meragukan kemampuan diri sendiri. Semacam, “ah aku mah bodoh, aku nggak akan bisa, aku nggak akan sanggup, aku bukan siapa siapa.” Atau lafad yang berisi persepsi orang lain tentang kita. Misalnya, kalimat semacam ‘ah dia tidak peduli denganku, dia tak sayang padaku, dia tak akan suka dengan segala kekuranganku. Dia tak akan suka dengan pilihanku’. Atau bagi para jofisa, ah apa iya ada ikhwan yang mau sama aku? Wajah rata-rata. Kekayaan tak seberapa. Pendidikan tak tinggi juga. Sepertinya menikah hanya impian dunia’. Atau untuk kaum emak seperti diriku yang paling sering adalah merasa kurang sebagai seorang ibu atau seorang isteri. ‘Jadi ibu kok ya kurang sabar. Jadi isteri kok ya kurang cekatan. Jadi anak kok ya kurang berbakti.’
.
4. Akibat apa yang ditimbulkan dari suara sumbang yang tak berhasil di takhlukkan?
.
Banyak sekali. Mulai dari rasa tidak percaya diri. Frustrasi terhadap diri sendiri, takut dan khawatir dengan hal-hal baru. Tak yakin mampu menghadapi masa depan. Tak mau lagi bersusah payah meraih cita-cita atau menggapai mimpinya. Hingga yang terparah adalah depresi yang kronis dan berkepanjangan.
.
5. Bagaimana cara menakhlukkan critical inner voice ini?
.
InsyaAllah akan ada di tulisan berikutnya.
.
London 17 Juni 2020
.
#GoresanYumna
#Revowriter
#KompakNulis
#GeMesDa
#Covid19
Comments