Skip to main content

Keikhlasan Tanpa Merasa Ikhlas

Oleh: Yumna Umm Nusaybah

Member Revowriter, London - UK


Seminggu yang lalu...


Pagi pagi pukul 8:00 ada ketukan di pintu depan. Aku intip lewat jendela. Tukang yang sedang merenovasi rumah tetangga. 


Tetanggaku ini adalah seorang wanita lansia asli Ghana. Beliau meninggal saat pulang kampung ke Ghana. Rencananya, saat beliau balik ke London, rumah yang sedang di renovasi siap untuk di huni. Ternyata, Allah ﷻ berkehendak lain. Beliau meninggal mendadak seminggu sebelum kembali ke Inggris. 


Memang beliau sudah keluar masuk RS karena usia yang lansia. Tiap tahun beliau pulang ke Ghana. Disana ada rumah besar yang telah beliau bangun dari hasil kerjanya menjadi Health visitor di Inggris. 


Maret tahun lalu, kabar aku dapat dari anak angkatnya. Beliau tidak punya anak kandung, yang ada hanya God Daughters. Mereka hanya berkunjung sebulan satu atau dua kali. Hari hari wanita lansia ini di isi dengan menonton TV, baca koran dan online shopping. Beginilah kebanyakan para lansia di Inggris menghabiskan waktunya. 


Jadi...para tukang ini dipekerjakan oleh anak angkatnya. Sering sang tukang meminta kami membelikan ijin parkir. Ijin ini harus di beli oleh residen yang tinggal di area dengan zona yang sama. Harga 1 tiket £1.20 alias Rp 21.000 per 6 jam. Semasa tetanggaku yang lansia ini masih hidup, beliau sering meminta bantuan untuk pasang kabel-kabel internet, pesan tiket parkir spesial (disabled badge) dan hal hal tehnis lainnya. Kami cukup dekat meski kami berbeda keyakinan. Beliau sangat faham tentang tradisi muslim termasuk apa itu makanan halal, Ramadan, perayaan Idul fitri, dan lain sebagainya. Sering beliau belikan hadiah dan bingkisan untuk anak anakku. 


Demi menghormati mendiang tetangga dan itung-itung cari pahala, aku setujui permintaan si tukang.


Namun pagi itu, si tukang meminta tiket parkir sementara dan nanti kolega nya yang akan menggantinya. 


Tanpa pikir panjang, aku iya kan. Kebetulan ada tiket parkir seharian untuk semua zona (aku dapat gratis dari council). Tapi jatah tiket ini hanya 10 tiket per tahun. Aku usahakan untuk irit dan ‘di-eman eman’. 


Tapi aku relakan untuk di pakai pak tukang pagi itu. Si tukang senang dapat tiket seharian dan gratisan. Setelah dia berterima kasih, aku tutup pintu. Selang beberapa detik, ada ketukan lagi. Aku pikir orang yang sama. Tanpa aku intip lewat jendela, aku buka pintu. 


Ternyata...tetangga baru depan rumah. Seorang laki laki keturunan Afrika bertanya apakah boleh dia meminta satu tiket parkir juga. Dia tetangga yang baru pindah beberapa bulan, tidak pernah mengenalkan dirinya saat menjadi tetangga baru. Tidak pernah mengucapkan selamat pagi saat ketemu. Suka parkir asal asalan di depan rumah. Dia menyampaikan bahwa karena dia baru pindah, pihak council belum memberi ijin parkir sampai besok. Dan ijin sementara dia sudah habis. Belum pesan dan beli lagi. 


Bisa di bayangkan dong reaksiku! 


Respon pertama: "ih...enak aja! emang aku distributor kartu parkir?! Pesan sendiri gih sana!" (untung dalam hati aja) tapi yang keluar "Yes sure, let me get one for you."

Lalu aku jelaskan: "you can get this kind of permit for free, 10 permits every year and you can use it for all zone. Just visit the website and you can get it from there"


Dia berterima kasih. Dan aku langsung tutup pintu. Niatan untuk irit kartu parkir ga kesampean. Itu pikiranku. Sampai sore harinya...


Ada ketukan pintu...tetangga yang sama. Dia menyampaikan bahwa dia melihat pintu bagasi belakang mobilku terbuka lebar!


Terakhir aku pakai mobil, satu setengah jam yang lalu. Itu artinya, selama itu pula mobil yang aku parkir di pinggir jalan, pintu bagasinya terbuka lebar. Kalau ada pencuri, ini adalah sasaran empuk!


Qadha Allah ﷻ, mobil itu masih menjadi Rezeqi kami. Jadi aman aman saja. Jika tidak ada warning dari tetangga baruku, maka mobilku pasti semalaman dalam kondisi seperti itu. 


Serasa Allah ﷻ menamparku dengan kejadian ini. 


Kebaikan yang kita tanam akan kembali kepada kita. Entah itu di dunia atau di akherat. Dalam hati aku beristighfar berkali kali dan berterima kasih sekali kepada tetangga baruku yang repot repot memberi tahu. 


Terkadang kebaikan itu harus dilakukan tanpa pikir panjang karena Allah ﷻ tahu kita juga akan membutuhkan kebaikan mereka. 


Memang benar, membantu harus tanpa pamrih. Membantu harus tanpa berharap timbal balik. Kalau ada harapan untuk dikembalikan maka artinya kita berbuat baik karena asas manfaat. Kebaikan yang benar benar karena Allah ﷻ adalah kebaikan tanpa pamrih.


Kalau ada orang baik kepada kita, kita balas dengan kebaikan maka itu sudah biasa. Namun jika kita baik tanpa pamrih itu luar biasa. Apalagi baik kepada orang yang telah menyakiti kita, maka itu tanda kita benar benar ingin pahala saja. Asal tahu beda antara berbuat baik dan memaafkan dengan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.


Ikhlas...itulah lawan dari pamrih. Kita sering mendengar orang berkata dengan mudahnya:"kalau beramal itu harus ikhlas, agar amalnya diterima oleh Allah". Padahal orang yang mengatakan demikian belum tentu ia masuk ke dalam kategori orang-orang yang ikhlas. Memang betul, kata "Ikhlas" mudah diucapkan, namun susah dipraktikkan. Apa sebetulnya hakikat dari ikhlas itu sendiri? Lalu apa ciri orang ikhlas dalam beramal?


Dalam kitab Mu’jam al-Wasith, kata ikhlas berasal dari kata خلص يخلص خلوصا yang berarti jernih atau murni. 


Sementara itu, menurut Al-Jurjani dalam al-Ta’rifat menjelaskan bahwa ikhlas adalah tidak mencari pujian dalam beramal.


Imam Qusyairi dalam kitab Arrisalah Al Qusyairiyah mengutip penjelasan gurunya. Ia menyatakan bahwa ikhlas adalah mengesakan Allah dalam ketaatan dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. 


Perilaku ini tanpa ada embel-embel kepentingan lain yang berkaitan dengan manusia, atau ingin mencari pujian dan popularitas.


Menurut Dzun Nun Al Misri, ada tiga ciri orang ikhlas dalam beramal, yaitu:


Pertama, ketika dipuji atau dihina, sikapnya sama saja, tak ada perbedaan dalam perilakunya.


Kedua, melupakan amalan yang telah ia lakukan. Ia tak mau mengingatnya lagi. Seperti ketika telah memberi shadaqah atau bantuan kepada orang lain, maka ia tak mengungkitnya lagi. Agar amalnya tak sirna gara-gara al mannu (menyebut kembali amalan yang telah dikerjakan atau diberikan).


Ketiga, melupakan pahala amal akhirat, sehingga ia berusaha beramal sebanyak-banyaknya, karena selalu merasa kurang, serta tak pernah membanggakan amalnya.

Menurut pendapat Imam Fudhail bin Iyadh: meninggalkan amalan karena manusia maka itu riya’ (pamer) namanya, sedangkan beramal dengan tujuan agar dipuji manusia, maka itu masuk kategori syirik. Adapun ikhlas yaitu ketika Allah menyelamatkanmu dari keduanya.


Hudzaifah Al Mura’syi, yang menyatakan bahwa ketika perilaku, perbuatan seorang hamba sudah sama lahir dan batinnya, baik di kala sendirian atau dalam suasana keramaian, maka kondisi seperti ini dinamakan ikhlas. (https://bincangsyariah.com/khazanah/ciri-orang-yang-ikhlas/)


Suka banget sama quote berikut


"Whoever sees sincerity in his sincerity, his sincerity is itself in need of sincerity. The destruction of every sincere person lies in his sincerity, (he is destroyed) to the extent that he sees sincerity in himself. When he abandons seeing sincerity in himself he will be sincere and purified."


"Siapa saja yang bisa melihat keikhlasan ketika dia berbuat ikhlas maka dia perlu keikhlasan dalam ikhlasnya (mempertanyakan keikhlasannya). Kerusakan dari setiap orang yang ikhlas ada pada keikhlasan (yang mereka rasakan). Saat dia tidak lagi melihat/ merasa bahwa dia ikhlas maka saat itulah sebenarnya dia benar benar ikhlas dan tersucikan (dari beramal selain karena Allah)"


London, 16 Juni 2019

13 Syawal 1440H


PS: tulisan ini tidak untuk mengatakan bahwa saya sudah ikhlas. Justru menjadi pengingat diri supaya terhindar dari membantu karena ingin dibantu.


#KisahDariInggris

#Revowriter

#CatatanRingan

#Renungan

#TazkiyatunNafs

Comments

Popular posts from this blog

my Special Student

Seneng...happy lega dan terharu...itulah yang aku rasakan ketika murid 'istimewaku' menyelesaikan Iqra jilid 6 minggu yang lalu...percaya atau nggak aku menitikkan airmata dan menangis sesenggukan dihadapan dia, ibu dan kakak perempuannya....yah...airmata bahagia karena dia yang setahun yang lalu tidak tahu sama sekali huruf hijaiyah kini bisa membaca Al Quran meski masih pelan dan terbata bata...tapi makhrojul hurufnya bagus, ghunnahnya ada, bacaan Mad-nya benar....dan aku bayangkan jika seterusnya dia membaca Quran dan mungkin mengajarkannya kepada orang lain maka inshaAllah akan banyak pahala berlipat ganda... Namanya Tasfiyah ...seorang gadis cilik bangladeshi berusia 6 tahun saat pertama kali aku bertemu dengannya....Ibunya sengaja mengundangku datang ke rumah nya karena memang tasfi tidak suka dan tidak mau pergi ke masjid kenapa? karena sangat melelahkan...bayangkan aja 2 jam di setiap hari sepulang sekolah, belum lagi belajar bersama dengan 30 orang murid didampingi 1

Tuk Semua Ibu-Ibu

At 05 July, 2006 , Mother of Abdullaah said… Whaa kalo aku pribadi, emaknya sendiri musti banyak belajar.. kira2 kalo ngimpi punya anak hafidzah 'layak' gak ya :D At 05 July, 2006 , Inaya Salisya said… Wah subhanalloh ya.. Ina juga pengen mbak, tapi ga ada do it hehe... ummu Aqilla terharuuu...terharu biru...jadi semangat nyiapin anak jd hafidz nhafidzah. jazakillahkhoir, ukh! Atas dasar 3 komen diatas akhirnya aku tertarik untuk ngasih komentar tentang cita cita punya anak hazidz/hafidzah...dimanapun seorang ibu pasti ingin anak2nya menjadi anak yang sholeh dan sholehah...hanya mungkin gambaran masing2 ibu berbeda dan derajat kesholehan yang mereka gambarkan dan inginkan juga pasti berbeda satu sama lain.....namun terlepas dari itu semua, setiap ibu muslimah pasti sangat bahagia dan bangga jika punya anak2 yang bisa menjadi penghapal Quran alias hafidz...kenapa ? karena sekian banyak pahala yang bakal dapat diraih dari sang Ortu dan juga sang anak..hanya saja cita2 y

Kisah sedih seorang dokter

Al kisah ada seorang teman laki laki yang pernah bersekolah dengan suami waktu jaman SMP dan SMA. Sebut saja namanya Amr, Amr datang dari keluarga miskin bahkan bisa dibilang sangat miskin, dia dirawat oleh bibinya yang juga kekurangan. Tidak jarang Amr harus menahan lapar ketika berangkat sekolah. Namun semangatnya yang tinggi mengalahkan rasa laparnya....hari berganti hari, Amr melanjutkan sekolah ke SMP, disitulah Amr bertemu dengan suamiku, hampir tiap hari mereka berbagi makanan bersama, subhanAllah...meski demikian, bisa dibilang Amr sangat cerdas dan pekerja keras, hal ini terbukti dengan prestasi sekolah yang patut bibnya banggakan. Di SMP itu ada sekitar 12 kelas dan masing masing kelas ada sekitar 70 siswa.....diantara ratusan siswa Amr selalu menjadi juara 1, sampai sampai dia diberi kebolehan naik kelas berikutnya hanya dalam waktu 6 bulan, walhasil dalam setahun dia naik kelas 2 kali dan setiap naik kelas dia selalu menjadi TOP STUDENT! Ketika masuk SMA, hal yang sam