Skip to main content

Menjadi minoritas setelah 14 tahun di Inggris (part 3-END)



Perbedaan yang terakhir yang Bianca sampaikan: "I am a university graduate..." dan dia tidak melanjutkan kalimatnya.


Aku sendiri yang harus mengisi titik titik itu...


Sejenak aku diam terpaku karena bagiku itu bukanlah perbedaan karena aku juga "University graduate" alias lulusan Univeritas gitu loh!!!

.

.


Tapi kenapa yang muncul dalam benak Bianca pernyataan yang seperti itu? 

.

.

Karena konteks diskusi kami adalah perbedaan di antara kami berdua, maka konsekuensi logis dari kalimat itu sudah tersirat meski tidak tersurat, bahwa: "Bianca adalah lulusan universitas sedang aku bukan!"


Beda lagi jika Bianca bilang:"I have my PhD degree" maka masih ada kemungkinan aku mengisi titik titiknya dengan jawaban :"I have my bachelor degree or Master Degree" 


Tapi dengan kalimat Bianca itu sudah nampak BIAS dan quick judgement yang menyimpulkan bahwa: perempuan berkerudung di hadapannya (dalam hal ini aku) adalah wanita yang tidak pernah mengecam pendidikan tinggi (Univeritas). Itu bedanya aku dan dia (paling gak berdasar pada ungkapan dia yang aku pahami)

.

.

Aku sengaja tidak beraksi dengan kalimat Bianca karena pasti kalimat tadi tidak sama sekali dia niatkan untuk merendahkanku. 

.

.

Bianca hanya menerka saja berdasar pada praduga yang selama ini mungkin dia tahu dan yang selama ini beredar dan di jual bebas oleh media2 koran ataupun TV di Inggris bahwa 

.

.

1. Wanita berkerudung itu identik dengan tidak berpendidikan tinggi. (Kalaulah ada itu hanya kasus pengecualian) 

2. Wanita berkerudung itu tidak fasih berbicara bahasa Inggris.

3. Wanita berkerudung itu di tindas oleh laki2 di komunitas mereka sendiri

4. Wanita berkerudung itu tidak punya pilihan (dipaksa untuk berkerudung dl) serta tidak punya banyak pilihan.

.

.

Kalau itu yang selalu di jual oleh headline2 media masa, sangat bisa dipahami darimana prasangka dan praduga Bianca tadi berasal. Its not her fault!.

.

.


Ini adalah pengalaman pertama bagiku menghadapi komentar yang sedikit menyudutkan seperti ini (meski hanya tersirat). Mengingat aku hanya 3 muslimah berkerudung dari 100 lebih orang yang hadir. Tentu saja identitasku sebagai perempuan berkerudung sangat bisa di indera. Seperti di Part 1 kisah ini sudah aku sebutkan, meski saat kerja di RS aku berinterasi dengan dokter, konsultan, perawat, tukang bersih2 RS tapi selama 6 Tahun itu tidak sekalipun aku mengalami kejadian seperti ini atau merasakan hal yang aneh begini. 


Mungkin sebagian pembaca akan berfikir: "ah, kamu aja yang sensitif Yum, mungkin bukan itu maksud Bianca" 


Mungkin saja demikian, tapi hari itu, aku tidak habis pikir dengan banyaknya pandangan mata dan ungkapan-ungkapan dan respon-respon aneh dari orang-orang di sekelilingku. 


Apakah karena aku ‘merasa’ menjadi minoritas setelah 14 tahun di Inggris? Semoga saja hanya karena itu! 


Yah... karena ini pengalaman pribadi dan tulisan ini di tulis dari situasi yang sulit bisa di gambarkan kecuali berhadapan langsung dan berada di antara para wanita pekerja profesional yang menatapku dengan tatapan sedikit aneh (menurutku) maka ini adalah kesimpulan sederhana yang aku tangkap. 


Jujur....masih banyak kejadian yang lebih frontal dan lebih menakutkan dari yang aku alami hanya karena kami berkerudung. 


Sejenak pikiranku di sibukkan dengan kesimpulan di atas, tanpa ku sadari Sarah sudah masuk ke pembahasan berikutnya.


Aku tidak ingin tepancing dan aku merasa tidak perlu tersinggung, aku anggap Bianca belum banyak bertemu wanita2 berkerudung yang berprestasi atau membaca dan berinteraksi secara langsung dengan mereka (aku juga sedang memakai kacamata bias-ku kali ini) tapi aku bertekad di akhir acara aku harus meluruskan salah kaprah yang sudah merajalela. 


Kapan lagi kesempatan meluruskan prasangka itu datang, bisa jadi aku orang pertama dan orang terakhir Bianca temui dalam hidupnya (hiperbola banget deh!)


Akhirnya di akhir acara, ada kesempatan untuk para peserta berbicara dan mengajukan pertanyaan dan komentar. 


Saat itulah aku sampaikan sebuah pertanyaan sekaligus pernyataan yang aku harap bisa sedikit membuka mata dan meluruskan prasangka di luar sana (secara tersirat) bahwa perempuan berkerudung bisa juga berpendidikan tinggi dan bergelar dokter tapi memilih voluntary work. 


"Would it be possible to provide us with some researches -maybe in the form of archives that will be available online for all the coach to access- so we can back up all the statistics written on the coach note?"


"Let me give you just one example: just yesterday I delivered the session on "behave" and one of the attendees asked if it’s normal for her 11 years old daughter occasionally wet her bed, since I came from medical background and had spent 7 years studied medicine, I could help her a little bit and suggested the possible problem her daughter faced, and what she needs to do next. I am

fully aware that me as a coach is not meant to be parenting consultant let alone health advisor but my attendees really appreciated my help in that instance. So I guess additional information would help us along way and build our credibility even more!


Hikmah 


1. Kita tidak bisa mengontrol apa yang orang pikirkan tentang kita (wanita Muslima), tapi penting bagi kita menunjukkan bahwa Islam tidak seperti yang mereka pahami. It’s not about us but it’s about the image of Islam yang harus kita bela.


2. Tidak perlu tersinggung jika ada yang salah sangka, buktikan saja dengan adab dan tingkah laku yang islami.


3. Hidup sebagai ‘practicing muslim’ (muslim yang berusaha memegang dan menerapkan ajaran Islam dalam keseharian) dan sebagai minoritas di negeri Barat, mau nggak mau, suka nggak suka dan tanpa kita minta,

sudah menjadikan kita sebagai penanggung beban dan pembawa obor kebenaran. Pastikan kita memantaskan diri untuk amanah besar itu!


4. Prasangka dan praduga yang keliru tentang kaum perempuan pada khususnya atau Islam pada umumnya tidak cukup di counter (di lawan) dengan sikap dan tingkah laku yang baik saja tapi juga kemampuan menjelaskan dan kemampuan berargumen sehingga cahaya Islam selalu menjadi yang tertinggi. Lebih keren lagi kalau yang bersuara adalah kaum PEREMPUAN itu sendiri! 


5. Bersyukurlah jika kita berada di lingkungan dimana kita tidak harus "membuktikan" kepada khalayak rama ibahwa kita orang yang baik dan orang yang normal meskipun kita berkerudung.


6. Ambil kesempatan yang Allah ﷻ sajikan kepada kita untuk membela agamaNya kapanpun dan dimanapun.


7. Perbanyak ilmu, perbanyak diskusi, perbanyak menghadiri majelis ilmu di lingkungan kita ataupun menimba ilmu lewat media online supaya kita tahu dan bisa menyuarakan Islam dengan cara yang benar dan argumen yang kuat.


8. Hindarilah prasangka dan praduga, gimana caranya? Yah... dengan banyak membaca dan memahami.


9. Jadilah muslim yang aktif dan bantulah Islam dengan membuat narasi tandingan yang benar, tangguh dan beralasan.


The end


#KisahDariInggris

#RevowriterMutiaraUmmat

#MuslimDiBarat

#IslamDiInggris

#CurhatEmakEmak


Weesp, Belanda

21 Desember 2018

Ditulis oleh Yumna Umm Nusaybah

Comments

Popular posts from this blog

my Special Student

Seneng...happy lega dan terharu...itulah yang aku rasakan ketika murid 'istimewaku' menyelesaikan Iqra jilid 6 minggu yang lalu...percaya atau nggak aku menitikkan airmata dan menangis sesenggukan dihadapan dia, ibu dan kakak perempuannya....yah...airmata bahagia karena dia yang setahun yang lalu tidak tahu sama sekali huruf hijaiyah kini bisa membaca Al Quran meski masih pelan dan terbata bata...tapi makhrojul hurufnya bagus, ghunnahnya ada, bacaan Mad-nya benar....dan aku bayangkan jika seterusnya dia membaca Quran dan mungkin mengajarkannya kepada orang lain maka inshaAllah akan banyak pahala berlipat ganda... Namanya Tasfiyah ...seorang gadis cilik bangladeshi berusia 6 tahun saat pertama kali aku bertemu dengannya....Ibunya sengaja mengundangku datang ke rumah nya karena memang tasfi tidak suka dan tidak mau pergi ke masjid kenapa? karena sangat melelahkan...bayangkan aja 2 jam di setiap hari sepulang sekolah, belum lagi belajar bersama dengan 30 orang murid didampingi 1

Tuk Semua Ibu-Ibu

At 05 July, 2006 , Mother of Abdullaah said… Whaa kalo aku pribadi, emaknya sendiri musti banyak belajar.. kira2 kalo ngimpi punya anak hafidzah 'layak' gak ya :D At 05 July, 2006 , Inaya Salisya said… Wah subhanalloh ya.. Ina juga pengen mbak, tapi ga ada do it hehe... ummu Aqilla terharuuu...terharu biru...jadi semangat nyiapin anak jd hafidz nhafidzah. jazakillahkhoir, ukh! Atas dasar 3 komen diatas akhirnya aku tertarik untuk ngasih komentar tentang cita cita punya anak hazidz/hafidzah...dimanapun seorang ibu pasti ingin anak2nya menjadi anak yang sholeh dan sholehah...hanya mungkin gambaran masing2 ibu berbeda dan derajat kesholehan yang mereka gambarkan dan inginkan juga pasti berbeda satu sama lain.....namun terlepas dari itu semua, setiap ibu muslimah pasti sangat bahagia dan bangga jika punya anak2 yang bisa menjadi penghapal Quran alias hafidz...kenapa ? karena sekian banyak pahala yang bakal dapat diraih dari sang Ortu dan juga sang anak..hanya saja cita2 y

Kisah sedih seorang dokter

Al kisah ada seorang teman laki laki yang pernah bersekolah dengan suami waktu jaman SMP dan SMA. Sebut saja namanya Amr, Amr datang dari keluarga miskin bahkan bisa dibilang sangat miskin, dia dirawat oleh bibinya yang juga kekurangan. Tidak jarang Amr harus menahan lapar ketika berangkat sekolah. Namun semangatnya yang tinggi mengalahkan rasa laparnya....hari berganti hari, Amr melanjutkan sekolah ke SMP, disitulah Amr bertemu dengan suamiku, hampir tiap hari mereka berbagi makanan bersama, subhanAllah...meski demikian, bisa dibilang Amr sangat cerdas dan pekerja keras, hal ini terbukti dengan prestasi sekolah yang patut bibnya banggakan. Di SMP itu ada sekitar 12 kelas dan masing masing kelas ada sekitar 70 siswa.....diantara ratusan siswa Amr selalu menjadi juara 1, sampai sampai dia diberi kebolehan naik kelas berikutnya hanya dalam waktu 6 bulan, walhasil dalam setahun dia naik kelas 2 kali dan setiap naik kelas dia selalu menjadi TOP STUDENT! Ketika masuk SMA, hal yang sam