Skip to main content

Untuk Yang Sedang dan Akan Khitbah!

Terus Terang Lebih Baik eramuslim - Entah sudah berapa lama Rani menyimpan perasaannya sendiri. Adi, suami yang menikahinya setahun lalu sama sekali tidak tahu. Rani sendiri bingung, mengapa sampai saat ini ia merasa belum bisa 'menerima secara penuh' Adi sebagai suami. Padahal dulu ketika Adi 'ditawarkan' oleh Tika, sahabat dekatnya, ia dengan yakin bisa menerima Adi walaupun belum pernah kenal sebelumnya. Tetapi sekarang? Malah Rani jadi lebih sering teringat kepada Rudi, seseorang yang pernah mengisi hatinya sebelum ia memutuskan memaki busana muslimah. Rudi lebih tampan, lebih ekspresif dalam menunjukkan perasaannya, dan ini yang jauh perbedaannya dengan Adi, penghasilannya sebagai manajer sebuah perusahaan swasta jauh lebih besar dari penghasilan Adi yang bekerja sebagai dosen. Apa yang terjadi pada Rani? Agaknya Rani memiliki harapan tersendiri mengenai 'sosok seorang suami'. Kelihatannya, sosok suami harapan Rani itu sangat dipengaruhi oleh figur yang pernah dekat dengannya, yaitu Rudi. Ketika memutuskan menerima Adi, boleh jadi sebenarnya ia mengharapkan Adi memiliki keadaan yang tidak berbeda atau minimal mendekati Rudi. Sayangnya, ketika masa perkenalan (ta'aruf) dulu Rani tidak berterus terang baik kepada Adi maupun Tika sahabatnya tentang keadaan dirinya yang pernah dekat dengan seseorang, juga tentang keinginannya terhadap sosok seorang suami. Akibatnya, karena mendapati Adi tidak seperti yang ia harapkan, sepanjang pernikahannya Rani terbayang-bayang terus oleh sosok Rudi. Sungguh kasihan! Ya, Rani patut dikasihani karena dua hal, pertama karena sikapnya yang tidak bisa menerima Adi dengan ikhlas akan terus membuatnya menderita lahir batin. Dan kedua, karena dengan membayangkan orang lain padahal ia telah bersuami jelas membuatnya berdosa! Menjalani pernikahan tidak semudah membalik telapak tangan. Bayangkanlah, kita yang terbiasa mengurus diri sendiri, punya rutinitas sendiri, punya kebiasaan sendiri, punya kamar sendiri, setelah menikah harus merubah 'kesendirian' itu dengan serba 'berdua' dengan pasangan. Belum lagi bila ternyata kebiasaan pasangan berbeda dengan kebiasaan kita. Tetapi itu masalah kecil. Ada masalah yang lebih substansial berkaitan dengan 'hidup berdua'. Itulah masalah harapan, keinginan, cita-cita atau idealisme masing-masing. Terhadap apa? Bisa harapan terhadap pasangan, bisa terhadap pernikahan. Tiap orang pasti mengharapkan pernikahannya bahagia, langgeng bukan hanya sampai kakek nenek, bahkan sampai akhirat. Kemudian tentang harapan terhadap pasangan. Sangat manusiawi jika seorang laki-laki menikah mengharapkan istri yang penuh perhatian, penuh kelembutan, tidak boros, penuh kasih sayang sekaligus teman diskusi yang 'nyambung'. Juga sangat wajar jika seorang perempuan menikah menginginkan suami yang sabar, perhatian, pengertian, tegar, punya kemampuan memberi nafkah. Ya, semua harapan itu manusiawi dan wajar. Memiliki harapan atau keinginan atau idealisme itu tidaklah salah. Bahkan, tidak jarang harapan itu justru menjadi motivasi luar biasa bagi orang untuk bekerja keras, berjuang dan berkorban. Lantas, di mana letak masalahnya? Masalahnya adalah pertama, apakah kita menyadari bahwa untuk mencapai harapan itu perlu kerja keras, perjuangan bahkan pengorbanan? Kedua, apakah kita siap jika kemudian harapan itu tak bisa kita wujudkan? erterus Teranglah Pada Calon Pasangan Anda Bagaimana membuat harapan Anda terhadap pernikahan dan pasangan dapat terwujud? Tentu perlu kerja keras, perjuangan dan pengorbanan. Tetapi, ingatlah sebenarnya semua dapat diawali dengan satu langkah penting, yaitu berterus terang. Ya, ketika Anda memutuskan untuk menerima seseorang sebagai calon pasangan Anda, apalagi bila Anda merasa blum terlalu mengenalnya berterus teranglah kepadanya tentang: 1. Kepribadian, sifat, karakter, termasuk kelebihan dan kekurangan Anda. Kalau perlu buatlah semacam 'profil diri', deskripsikan diri Anda apa adanya, seobyektif mungkin. 2. Persepsi atau pandangan Anda terhadap pernikahan. Misalnya bagi Anda pernikahan adalah ibadah, atau pernikahan adalah dakwah dan lain-lain. 3. Keinginan Anda terhadap pernikahan. Misalnya, katakan terus terang bahwa Anda tidak ingin pernikahan membuat aktifitas Anda terhenti, bahkan sebaliknya, Anda ingin didukung. Atau, katakan Anda bersedia menjadi istri di rumah, bersedia untuk melepaskan semua aktifitas setelah menjadi istrinya. Apapun keinginan Anda, katakanlah dengan terus terang sebelum pernikahan terjadi! 4. Harapan Anda tentang 'sosok seorang suami/istri'. Katakan saja Anda menginginkan seorang suami yang penyabar, penuh pengertian, pintar dan lain-lain. Jangan seperti Rani yang tidak punya keberanian untuk berterus terang tentang sosok suami yang ia inginkan. 5. Kondisi orang tua Anda, termasuk harapan mereka. Misalnya orang tua Anda menginginkan calon menantu yang bukan hanya sudah bekerja, tapi juga berpenghasilan cukup. Tidak perlu takut dicap 'matre'. Dan kalau Anda sendiri tidak sependapat dengan orang tua Anda, katakan juga kepadanya dengan jelas. 6. Jangan lupa, setelah Anda berterus terang tentang lima hal di atas, mintalah kesediaan calon Anda untuk melakukan hal yang sama! Ingatlah, pernikahan yang diawali dengan keterusterangan dari kedua belah pihak akan melahirkan kejelasan. Tidak seperti kata pepatah, 'seperti membeli kucing dalam karung'. Apa yang terjadi setelah kedua belah pihak calon suami istri mendengar keterus terangan masing-masing? Ada beberapa kemungkinan, misalnya calon Anda akan terkaget-kaget lalu mengatakan ia akan pikir-pikir dulu. Kalau ini yang terjadi berikan ia batas waktu. Lalu jika kemudian ia membatalkan pinangannya? Tidak perlu gusar, berarti ia memang tidak siap menerima Anda apa adanya, dan menjadi jelas, dia bukan jodoh Anda. Seperti sabda Rasulullah SAW, "Katakanlah kebenaran itu walaupun pahit", berterus terang kepada calon pasangan memang berat, tetapi percayalah, keterusterangan akan membuat Anda tenang dan membantu Anda untuk menghadirkan keikhlasan dalam menerima calon pasangan Anda!

Comments

Popular posts from this blog

my Special Student

Seneng...happy lega dan terharu...itulah yang aku rasakan ketika murid 'istimewaku' menyelesaikan Iqra jilid 6 minggu yang lalu...percaya atau nggak aku menitikkan airmata dan menangis sesenggukan dihadapan dia, ibu dan kakak perempuannya....yah...airmata bahagia karena dia yang setahun yang lalu tidak tahu sama sekali huruf hijaiyah kini bisa membaca Al Quran meski masih pelan dan terbata bata...tapi makhrojul hurufnya bagus, ghunnahnya ada, bacaan Mad-nya benar....dan aku bayangkan jika seterusnya dia membaca Quran dan mungkin mengajarkannya kepada orang lain maka inshaAllah akan banyak pahala berlipat ganda... Namanya Tasfiyah ...seorang gadis cilik bangladeshi berusia 6 tahun saat pertama kali aku bertemu dengannya....Ibunya sengaja mengundangku datang ke rumah nya karena memang tasfi tidak suka dan tidak mau pergi ke masjid kenapa? karena sangat melelahkan...bayangkan aja 2 jam di setiap hari sepulang sekolah, belum lagi belajar bersama dengan 30 orang murid didampingi 1

Tuk Semua Ibu-Ibu

At 05 July, 2006 , Mother of Abdullaah said… Whaa kalo aku pribadi, emaknya sendiri musti banyak belajar.. kira2 kalo ngimpi punya anak hafidzah 'layak' gak ya :D At 05 July, 2006 , Inaya Salisya said… Wah subhanalloh ya.. Ina juga pengen mbak, tapi ga ada do it hehe... ummu Aqilla terharuuu...terharu biru...jadi semangat nyiapin anak jd hafidz nhafidzah. jazakillahkhoir, ukh! Atas dasar 3 komen diatas akhirnya aku tertarik untuk ngasih komentar tentang cita cita punya anak hazidz/hafidzah...dimanapun seorang ibu pasti ingin anak2nya menjadi anak yang sholeh dan sholehah...hanya mungkin gambaran masing2 ibu berbeda dan derajat kesholehan yang mereka gambarkan dan inginkan juga pasti berbeda satu sama lain.....namun terlepas dari itu semua, setiap ibu muslimah pasti sangat bahagia dan bangga jika punya anak2 yang bisa menjadi penghapal Quran alias hafidz...kenapa ? karena sekian banyak pahala yang bakal dapat diraih dari sang Ortu dan juga sang anak..hanya saja cita2 y

Kisah sedih seorang dokter

Al kisah ada seorang teman laki laki yang pernah bersekolah dengan suami waktu jaman SMP dan SMA. Sebut saja namanya Amr, Amr datang dari keluarga miskin bahkan bisa dibilang sangat miskin, dia dirawat oleh bibinya yang juga kekurangan. Tidak jarang Amr harus menahan lapar ketika berangkat sekolah. Namun semangatnya yang tinggi mengalahkan rasa laparnya....hari berganti hari, Amr melanjutkan sekolah ke SMP, disitulah Amr bertemu dengan suamiku, hampir tiap hari mereka berbagi makanan bersama, subhanAllah...meski demikian, bisa dibilang Amr sangat cerdas dan pekerja keras, hal ini terbukti dengan prestasi sekolah yang patut bibnya banggakan. Di SMP itu ada sekitar 12 kelas dan masing masing kelas ada sekitar 70 siswa.....diantara ratusan siswa Amr selalu menjadi juara 1, sampai sampai dia diberi kebolehan naik kelas berikutnya hanya dalam waktu 6 bulan, walhasil dalam setahun dia naik kelas 2 kali dan setiap naik kelas dia selalu menjadi TOP STUDENT! Ketika masuk SMA, hal yang sam