Awal Pernikahan
Antara Realitas dan Ilusi Semasa gadis, Atiqah (bukan nama sebenarnya), sering berharap untuk menjadi seorang isteri yang taat dan sering mengukir senyuman buat suaminya. Diayakin, dengan menjadi isteri yang solehah dan menggembirakan suami, dia sudah dapat menempati salah satu tempat di surga. "Tidak perlu susah-susah bagi seorang wanita mencari surga Allah," begitu yang kerap terlintas dalam hatinya.Harapan untuk menjadi isteri yang solehah dibina oleh Atiqah setelah dia menerima kesadaran Islam dan ketika pemahamannya mengenai Islam semakin jelas. Padahal sewaktu remaja, dan ketika agama hanya dilihat sekadar amalan rutin seperti yang ditekankan oleh sekolah dan keluarganya, dia tidak pernah mempunyai harapan dan impian begitu. Malah dia merasa agak janggal apabila memikirkan surga dan neraka Allah.Berkat berteman dengan mereka yang berminat mendalami agama, Atiqah seringmengikuti pengajian. Dalam bacaannya, dia menemukan banyak tema tentangperkawinan. Dia juga banyak menemukan ayat Al-Quran yang menganjurkanberumahtangga. Dia pun ingin menjadi sebaik-baik perhiasan sebagaimana katahadits, dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah isteri solehah. Atiqah juga begitu senang dengan hadis yang pernah disebutRasulullah, yaitu "Jika manusia boleh menyembah manusia selainnya, maka akuperintahkan isteri menyembah suaminya." (HR Abu Dawud, Tirmidzi,Ibnu Majahdan Ibnu Hibbin)Berkat keinginan yang tinggi untuk menjadi isteri yang solehah sebagaimana dicontohkan oleh isteri-isteri Rasulullah, maka Allah akhirnya menemukanjodoh Atiqah dengan Mustafa (bukan nama sebenarnya).
Mustafa, seorang jejaka yang tidak kurang solehnya. Akhirnya kedua-dua mereka melangkah ke gerbang pernikahan. Maka menagislah syaitan ketika kedua anak Adam diijab kabulkan.Seperti Atiqah, Mustafa yang mengenali Islam sejak berada di kampus, sering bercita-cita untuk membentuk rumahtangga. Pilihannya, pasti seorang wanita solehah yang menyejukkan hati dan mata.Dia pernah membayangkan, alangkah bahagianya menjadi seorang suami yang kuat pribadinya dan mampu membimbing orang lain, terutama isteri dananak-anaknya. Dia teringat akan pesan Rasulullah, bahwa "hanya lelaki yang mulia saja yang akan memuliakan wanita." Mustafa pernah bercita-cita mengikuti Rasulullah yang begitu sayang dan lemah lembut pada isterinya.Tidak merasa rendah diri apabila membantu isteri melakukan pekerjaan rumah.Rumah tangga Mustafa-Atiqah terus berlalu; hari demi hari, minggu demi minggu dan bulan demi bulan...Biarpun harapan dan cita-cita menghidupkan rumah tangga Muslim terus hidup,namun kenyataan pun harus mereka hadapi juga. Perbedaan kepribadian,perasaan, pembawaan, selera dan kegemaran yang selama ini terbina dari latarbelakang keluarga dan pendidikan yang berbeda, ternyata tidak mudah untukdisatukan.
Jika sebelum perkawinan semua itu dikatakan mudah diselesaikan melalui pemahaman agama, ternyata lambat laun ada juga perselisihan. Perselisihan memang tidak dapat dielakkan dalam rumahtangga. Apalagi jika pasangan suami isteri tidak menyedari bahawa syaitan sentiasa berusaha untuk menjahanamkan anak Adam.Dalam kisah Mustafa dan Atiqah, ternyata segala yang dibayangkan tidaklah seindah realitasnya. Mencontoh rumahtangga Rasulullah memang satu tuntutan.Namun sebagai seorang Islam, tantangan dan cobaan adalah peluang untukmempertingkatkan diri dan semakin bergantung kepada Allah. Berbagai masalah dalam perkawinan dan rumah tangga harus dihadapi secara sabar dan realistik oleh pasangan suami isteri yang inginkan naungan Allah.Ada isteri yang mengeluh karena cara suami menegur, dikatakan kasar dan memalukan. Ada pula suami mengeluh karena sikap isteri yang kurang cakap mengurus keluarga. Maklum saja, ada dikalangan isteri sebelumnya sibuk belajar dan berorganisasi sehingga sangat jarang ikut mengurus masalah dapur.Mustafa pun mulai mengeluh.Ternyata isterinya tidak seperti dia impikan.Malah Atiqah juga mengeluh terhadap Mustafa karena dianggapnya terlaludimanjakan oleh orang tuanya dahulu. Apalagi Mustafa terlalu berhati-hati berbelanja.Atiqah juga mulai merasakan penyesalan di hati akibat tidak mau bekerja setelah kuliah, karena niat untuk menumpahkan perhatian sepenuhnya kepada suami dan rumahtangga, dan mencapai impian menjadi wanita solehah.Kadang-kadang semangat seorang Muslimah solehah untuk keluar rumah mencarikesibukan di luar tidak diimbangi dengan peranannya dalam rumahtangga. Halini menyebabkan suami mengeluh karena dibebani dengan tugas-tugasrumahtangga. Ada juga di kalangan isteri terlalu banyak menceritakan kekurangan suaminya, dan sering lupa untuk melihat kebaikan dan kelebihan suaminya.Ada suami yang sikapnya dingin, tidak pandai memuji dan bercanda dengan isterinya. Apabila melihat kebaikan pada isterinya dia diam saja, tetapi apabila melihat kelemahan, segera diungkit. Memang, banyak cobaan pada pasangan suami isteri dalam rumahtangga. Tidak semua yang indah-indah seperti diimpikan sebelum berumahtangga menjadi kenyataan. Sudah menjadi sunnah kehidupan, bahwa akan berlaku pergeseran kecil dan perbedaan,sepanjang menjadi suami isteri. Itu namanya asam garam berumahtangga.Pasangan seperti Mustafa dan Atiqah mempunyai kelebihan menghadapi cobaanberumah tangga, karena mereka berbekal pemahaman agama dan rasa ketergantungan yang tinggi kepada Allah. Dengan kata lain, mereka mempunyai pemikiran yang mungkin tidak dirasai oleh pasangan yang jauh diri dariIslam.Adakalanya kita memerlukan bantuan pihak ketiga dalam menyelesaikan masalah rumah tangga kita, kerana "kaca-mata" yang kita pakai sudah begitu kelabu sehingga gagal melihat semua kebaikan pasangan hidup kita. Mungkin pihakketiga bisa membantu mencuci atau memperbaharui kacamata kita supayapandangan kita kembali jelas dan wajar.Pasangan yang bijak dan tinggi pemahaman agamanya, akan mampu untuk istiqamah dalam menjaga perkawinanmereka dan lebih mampu menghadapi badai melanda. Adalah penting sebelum kita mendirikan rumahtangga, mempunyai suatu tanggapan bahwa kita (bakal suamiisteri) berjanji akan melengkapi antara satu sama lain, karena manusiabukanlah makhluk sempurna. Manusia tidak mungkin dapat menjadi isteri atau suami yang sempurna seperti bidadari atau malaikat.Kita harus siap menerima pasangan hidup seadanya, termasuk segala kekurangannya, selama tidak melanggar syariat. Kita memang berasal darilatar belakang keluarga, kebiasaan dan watak yang berbeda, yang membentukwatakan dan persepsi hidup tersendiri. Apabila kita menerima keadaan ini,insya Allah kita akan berhasil menghindar dari menikah dalam illusi kitapada hari kita diijab kabulkan, tetapi sebaliknya kita sudah menikah dalam realitas kita.Setiap pasangan Muslim, tidak boleh menjadikan rumahtangga sebagai tujuan.Ingat, ia hanya alat untuk kita meningkatkan diri dan ketakwaan kepada Allah. Menikah berarti kita mampu mengawal nafsu daripada langkah yangsalah. Dan setiap persetubuhan bagi suami isteri untuk menghindar dari maksiat, akan mendapat pahala dari Allah swt.
Betapa indahnya Islam.
Seneng...happy lega dan terharu...itulah yang aku rasakan ketika murid 'istimewaku' menyelesaikan Iqra jilid 6 minggu yang lalu...percaya atau nggak aku menitikkan airmata dan menangis sesenggukan dihadapan dia, ibu dan kakak perempuannya....yah...airmata bahagia karena dia yang setahun yang lalu tidak tahu sama sekali huruf hijaiyah kini bisa membaca Al Quran meski masih pelan dan terbata bata...tapi makhrojul hurufnya bagus, ghunnahnya ada, bacaan Mad-nya benar....dan aku bayangkan jika seterusnya dia membaca Quran dan mungkin mengajarkannya kepada orang lain maka inshaAllah akan banyak pahala berlipat ganda... Namanya Tasfiyah ...seorang gadis cilik bangladeshi berusia 6 tahun saat pertama kali aku bertemu dengannya....Ibunya sengaja mengundangku datang ke rumah nya karena memang tasfi tidak suka dan tidak mau pergi ke masjid kenapa? karena sangat melelahkan...bayangkan aja 2 jam di setiap hari sepulang sekolah, belum lagi belajar bersama dengan 30 orang murid didampingi 1
Comments